Sabtu siang beberapa bulan yang lalu, saya dan istri dari Semarang hendak ke Ungaran naik bus Trans-Jateng. Kami naik dari Stasiun Tawang. Bus masih kosong. Saya pun duduk di sebelah istri. Kondektur melarang. Katanya, ”Bapak duduk di depan, ibu di belakang.”
Saya bersikukuh. ”Lho, ini kan saya sama istri. Bojoku dewe....” Tetapi, kondektur tetap ngotot. ”Ndak boleh Pak, yang laki-laki di depan, perempuan di belakang.”
Saya masih berusaha bertahan. ”Lha nanti kalau ada apa-apa dengan bojoku, apa situ mau tanggung jawab?”
Ternyata, kondektur tetap ngotot. ”Ndak boleh Pak. Harus pisah laki-laki sama perempuan.”
Lama-lama saya merasa tidak enak juga ribut-ribut. Terpaksa kami duduk terpisah dari Semarang sampai Ungaran, padahal bus dalam keadaan kosong.
Martin
Ungaran, Jawa Tengah
Uang Pensiun
Yang terhormat Kepala Cabang Bank BTPN Petogogan, Kebayoran Baru, saya adalah suami dan penerima surat kuasa dari Mimin Suminarsih.
Istri saya pensiunan guru dengan pembayaran uang pensiun dari Taspen. Setelah dipotong cicilan pinjaman di Bank BTPN, sisa uang pensiun Rp 1.050.000.
Saat ini istri saya sakit tidak bisa jalan, tangan dan kaki kanan susah diangkat. Maka dibuatlah surat kuasa sesuai formulir dari Bank BTPN.
Pada 7 Februari 2020 pukul 14.00 saya ke Bank BTPN, dilayani di loket nomor 1 oleh kasir bernama Lili. Namun, uang tidak bisa diambil karena atasan Sdr Lili tidak setuju. Ia bilang dana bisa diambil tiga hari sebelum akhir Februari 2020. Saya sampaikan kepada atasan Sdr Lili bahwa kami tidak bisa makan kalau pensiun tidak bisa diambil. Ia jawab, itu sesuai peraturan.
Beberapa tahun lalu, istri diminta membuat ATM di Bank BTPN. Alasannya untuk memudahkan pengambilan uang. Tetapi, ternyata setiap tiga bulan rekening diblokir dan nasabah harus datang.
Masih adakah karyawan bank yang peduli, yang mau mengerti kondisi kami para pensiunan? Bukankah sisa gaji pensiun tersebut adalah hak istri saya, hasil pengabdiannya menjadi guru 40 tahun?
Demikian keluhan saya dan istri sebagai pensiunan. Semoga Kepala Bank BTPN Petogogan, Kebayoran Baru, bisa menindaklanjuti masalah ini.
Endin Rukandi
Jl Bungur Raya RT 013 RW 006, Kelurahan Kebayoran Lama Utara,
Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan
Kabel di Trotoar
Kualitas pembangunan bahkan pelebaran trotoar di wilayah DKI Jakarta perlu diperiksa ulang. Biaya besar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) seharusnya menghasilkan trotoar fungsional dan memiliki keindahan.
Salah satu hasil kerja pembangunan trotoar yang kurang bermutu ada di sebagian ruas Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Beberapa kabel tampak ditimbun saja, mengganggu kami para pejalan kaki.
Tidak jelas kabel itu untuk keperluan apa, tetapi dilihat ukuran dan warna yang berbeda, diduga penghantar listrik atau saluran komunikasi.
Demikian juga paving block yang dipasang terkesan asal bisa menutup permukaan tanah. Pengaturan warna kurang beraturan, sementara jalur ubin kuning untuk pelintas tunanetra atau guiding block banyak pecah, kurang berfungsi dengan baik.
Keberadaan bangku-bangku di trotoar yang dibutuhkan bagi warga yang ingin beristirahat sudah banyak hilang. Kiranya Pemprov DKI bisa kembali mengadakan dan memasang tempat duduk untuk umum tersebut.
Imbauan kami, ada baiknya DPRD DKI Jakarta tidak malas memeriksa hasil kerja para kontraktor pelaksana proyek trotoar. Fasilitas ini haruslah jadi bangunan yang bisa memberi kenyamanan warga pejalan kaki di Ibu Kota.
Dengan jarak antarhalte bus Transjakarta yang tidak pendek, trotoar adalah prasarana yang dibutuhkan saat bepergian naik kendaraan umum.
A RISTANTO
Jatimakmur, Pondokgede, Kota Bekasi