Saksi Kunci Kepala Daerah Lampung Utara dan Kota Medan Buka Suara
›
Saksi Kunci Kepala Daerah...
Iklan
Saksi Kunci Kepala Daerah Lampung Utara dan Kota Medan Buka Suara
Proyek daerah sudah ditentukan pemenangnya sebelum lelang. Dari setiap proyek, rekanan dikenakan kutipan 20 persen. Miliaran rupiah dana ilegal dikeruk untuk operasional kepala daeerah.
Oleh
VINA OKTAVIA/NIKSON SINAGA
·4 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Orang-orang kunci atau kepercayaan Bupati Lampung Utara dan Wali Kota Medan buka suara mengenai korupsi birokrasi di dalam persidangan, Senin (2/3/2020). Miliaran rupiah dikeruk dari pengaturan proyek dan setoran dinas untuk alasan operasional kepala daerah.
Saksi kasus korupsi yang melibatkan Bupati (nonaktif) Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara menyatakan, pemenang proyek di Lampung Utara sudah ditentukan sebelum lelang. Saksi juga menyebut ada komisi 20 persen untuk setiap proyek. Itu diungkap saat sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Provinsi Lampung, kemarin. Jaksa penuntut umum KPK menghadirkan enam saksi sidang terdakwa Agung Ilmu Mangkunegara dan Raden Syahril, paman Agung.
Saksi-saksi itu, Karnadi, mantan Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) Lampung Utara; Hendri (Pelaksana Tugas Pengadaan Barang dan Jasa Pemkab Lampung Utara); serta Merry Imelda Sari (mantan Ketua Kelompok Kerja ULP). Dihadirkan pula Eka C Hamid (anggota Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa Lampung Utara) serta Ero Dakaromana dan Syahirul Hanibal, anggota Pokja ULP.
Karnadi intensif ditanya jaksa KPK soal mekanisme penentuan pemenang lelang. ”Sudah ada catatan perusahaan yang akan dimenangkan,” ujarnya di hadapan majelis hakim yang diketuai Efiyanto. Menurut Karnadi, lelang untuk memenangkan perusahaan tertentu itu perintah Syahbudin yang juga Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Bahkan, ada daftar perusahaan ”pendamping” sebagai peserta yang disiapkan kalah.
Jika masih ada perusahaan lain menang, lelang akan diulang demi memenangkan perusahaan pemberi fee atau komisi. Besaran komisi setoran ke Syahbudin 20 persen dari nilai proyek. Namun, Karnadi mengaku tidak tahu terkait penyetoran fee. Dalam kasus ini, Syahbudin juga jadi terdakwa atas dugaan memberi, menerima suap, dan membantu korupsi.
Selama 2016-2017, Karnadi mendapat uang dari Syahbudin karena turut mengatur lelang. Komisi tahun 2016 Rp 125 juta dan Rp 135 juta (2017). Komisi juga mengalir ke pegawai di ULP Lampung Utara yang membantu mengatur lelang. Catatan jaksa KPK Taufiq Ibnugroho, komisi untuk ULP Rp 1,9 miliar (2016). Lalu, menjadi Rp 2,2 miliar pada 2017.
Dinas lain
Saksi lain, Merry, membenarkan perintah dari Syahbudin untuk mengatur pemenang lelang. Perusahaan yang sering menang proyek adalah CV Dipasanta Pratama milik Candra Safari, narapidana suap untuk Agung Ilmu Mangkunegara. Pengaturan proyek tak hanya di Dinas PUPR Lampung Utara. Dinas lain, seperti Dinas Perdagangan serta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lampung Utara, juga serupa.
Terkait keterangan itu, Agung membantah memerintahkan pegawai di ULP mengatur pemenang proyek. Selama menjabat bupati periode pertama, ia tak pernah menerima laporan Karyadi terkait pengaturan proyek tersebut. Dalam kasus itu, Agung didakwa pasal berlapis atas dugaan menerima suap dan gratifikasi Rp 100,23 miliar.
Sidang Agung bersamaan terdakwa Raden Syahril. Perbuatan terdakwa melanggar Pasal 11 dan Pasal 12 B Ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 KUHP. Sidang sebelumnya, jaksa menyebut suap Rp 100,23 miliar yang diterima Agung bersumber dari kontraktor dan kepala dinas 2015-2019. Dari jumlah itu, Rp 97,9 miliar untuk kepentingan pribadi.
Kasus Medan
Pada kasus dugaan korupsi di Kota Medan terungkap, 24 kepala dinas dan direktur BUMD Kota Medan rutin memberikan setoran kepada Wali Kota (nonaktif) Medan Dzulmi Eldin. Kepala Subbagian Protokol Pemkot Medan Samsul Fitri mengumpulkan Rp 2,15 miliar untuk operasional Eldin.
Itu terungkap dalam dakwaan terhadap Samsul yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum KPK Arin Karnia Sari di Pengadilan Tipikor PN Medan, Senin. Dakwaan dibacakan di hadapan majelis hakim yang diketuai Abdul Azis dan dihadiri terdakwa Samsul. Arin mengatakan, Samsul bertugas mengurus agenda wali kota. Sejak Juli 2018, ia dipercaya mengurus anggaran operasional wali kota yang ditanggung dan tidak dalam APBD.
”Untuk memenuhi anggaran yang tak ada dalam APBD, terdakwa mendapat arahan dari Dzulmi Eldin untuk meminta uang kepada kepala organisasi perangkat daerah,” kata Arin. Samsul mengumpulkan Rp 2,15 miliar dari 24 kepala dinas dan dirut BUMD di Medan (Juli 2018-Oktober 2019). Itu untuk berbagai kegiatan. Atas dakwaan tersebut, Samsul menyatakan tak akan mengajukan eksepsi.