Selesaikan Problem Papua, Utamakan Pendekatan Kesejahteraan
›
Selesaikan Problem Papua,...
Iklan
Selesaikan Problem Papua, Utamakan Pendekatan Kesejahteraan
Legislatif bertekad mendorong penyelesaian persoalan Papua dengan pendekatan kesejahteraan, keadilan, dan sosial budaya. Terkait dana otonomi khusus Papua yang berakhir 2021, perpanjangan pencairan diupayakan.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
WAMENA, KOMPAS — Penyelesaian masalah di Papua dan Papua Barat harus mengutamakan pendekatan kesejahteraan, keadilan, dan sosial budaya. Dengan begitu, tak ada lagi masyarakat Papua yang merasa terpinggirkan.
Hal itu disampaikan oleh sejumlah pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) saat menandatangani ikrar kebangsaan di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, Selasa (3/3/2020).
Hadir dalam acara itu antara lain Ketua MPR Bambang Soesatyo, Wakil Ketua MPR Arsul Sani, Wakil Ketua DPD Sultan B Najamudin, Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel, anggota DPD dari Papua Yorrys Raweyai, dan Kepala Polda Papua Inspektur Jenderal Paulus Waterpauw.
Bambang Soesatyo mengatakan, meskipun telah merdeka hampir 75 tahun, Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah yang besar untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat Papua dan Papua Barat.
Atas dasar itulah, pada 17 Desember 2019, MPR menginisiasi pembentukan Forum Aspirasi dan Komunikasi Masyarakat Papua dan Papua Barat atau disebut MPR for Papua dan Papua Barat. Forum itu untuk mewadahi dan menangani persoalan di dua wilayah tersebut secara komprehensif dengan pendekatan keadilan, kesejahteraan, dan budaya.
”Kami semua bertekad untuk meredam dan berupaya agar tak terjadi lagi masalah-masalah di Papua dan Papua Barat. Tugas kami merangkul mereka secara bersama-sama untuk keadilan dan kesejahteraan. Kami bertekad agar tak ada lagi rakyat yang terpinggirkan di Papua dan Papua Barat,” ujar Bambang.
MPR for Papua dan Papua Barat terdiri dari empat anggota DPD asal Papua, empat anggota DPD asal Papua Barat, serta 13 anggota DPR yang juga mewakili Papua dan Papua Barat.
Otonomi khusus
Bambang menyampaikan, salah satu agenda MPR for Papua dan Papua Barat adalah mendorong agar pemerintah memperpanjang pemberian dana otonomi khusus (otsus) bagi Papua dan Papua Barat. Dengan demikian, diharapkan terjadi peningkatan kesejahteraan. Untuk diketahui, penyuntikan dana otsus akan berakhir pada 2021.
”Saya tidak tahu apa yang menyebabkan dana otsus yang begitu besar (selama ini) belum bisa mendorong kesejahteraan dan keadilan di bumi Papua. Mudah-mudahan nanti dengan tekad yang lebih besar lagi, apa pun yang diberikan pemerintah pusat dapat digunakan sebaik-baiknya demi kesejahteraan masyarakat Papua dan Papua Barat,” tutur Bambang.
Yorrys Raweyai menambahkan, serangkaian kunjungan ke sejumlah wilayah Papua yang dilakukan pimpinan parlemen mulai hari Selasa hingga Rabu (4/3/2020) merupakan bagian dari langkah konkret MPR for Papua dan Papua Barat. Dengan melihat langsung di lapangan, mereka bisa memetakan dan mengurai titik masalah, kemudian menyampaikan permasalahan yang ada ke pemerintah.
”Kami ingin menunjukkan komitmen semangat dan idealisme yang sama untuk bisa menyaksikan secara langsung suara hati rakyat Papua. Sejak terintegrasi sampai sekarang, masih ada masalah yang belum terselesaikan dengan baik,” ucap Yorrys.
Wilayah yang dikunjungi oleh MPR for Papua dan Papua Barat di antaranya Timika, Wamena, dan Jayapura.
Di Timika, mereka akan meninjau tambang emas Grasberg milik PT Freeport Indonesia setelah akuisisi saham 51 persen. Kemudian, di Jayapura, mereka akan memantau persiapan pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) yang akan digelar pada 20 Oktober 2020.
Adapun di Wamena, fokus tinjauan pada penanganan masyarakat pasca-kerusuhan 23 September 2019. Mereka akan melihat proses rekonstruksi bangunan yang rusak akibat kerusuhan. Saat kerusuhan, massa membakar kantor Bupati Jayawijaya, 465 ruko, 150 rumah, 165 sepeda motor, dan 224 mobil serta truk.
Kerusuhan juga menyebabkan 33 warga tewas dan 77 warga mengalami luka-luka ringan ataupun berat.
Pascakerusuhan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mendapat tugas merehabilitasi bangunan yang rusak, terdiri dari 193 rumah dan 403 ruko.
Namun, hingga saat ini, menurut Kepala Pusat Pengembangan Sarana Prasarana Pendidikan, Olahraga, dan Pasar, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian PUPR, Iwan Suprijanto, baru sekitar 20 rumah dan 120 ruko yang telah direhabilitasi. Pihaknya menargetkan rehabilitasi bangunan yang rusak tuntas bulan depan.
Sementara itu, Bupati Jayawijaya Jhon Ricard Banua mengatakan, situasi Wamena saat ini telah pulih kembali. Kegiatan ekonomi, pendidikan, dan pelayanan publik berjalan normal. Masyarakat yang sempat mengungsi ke luar Wamena pun sudah kembali.
”Situasi Wamena sudah aman dan kondusif kembali. Kami lakukan tanggap darurat hanya untuk pekerjaan bangunan yang masih rusak,” ujar Jhon.