Penanganan ambruknya 10 unit rumah toko di Jember, Jawa Timur, diikuti rencana merobohkan 21 unit ruko. Kehati-hatian menjadi fokus demi mengurangi risiko kefatalan.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·3 menit baca
JEMBER, KOMPAS — Pembersihan puing-puing sepuluh rumah toko yang ambruk di Sungai Jompo terus berlanjut. Pada saat bersamaan, metode pembongkaran 21 unit ruko yang masih dalam bahaya juga terus dimatangkan.
Hingga Selasa (3/3/2020), Pemerintah Kabupaten Jember dibantu Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VIII Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat saling bekerja sama membersihkan dan membongkar bangunan di sana. Berbagai alat berat dikerahkan.
”Ada lima alat berat yang akan dioperasikan setiap hari sejak pukul 08.00 hingga pukul 22.00. Alat berat tersebut terdiri dari tiga unit eskavator dan satu unit traktor breaker milik Pemerintah Kabupaten Jember. Provinsi Jawa Timur juga membantu mengerahkan satu unit traktor breaker,” ujar Bupati Jember Faida di Jember, Selasa siang.
Saat ini, upaya difokuskan pada pembersihan sisa reruntuhan sepuluh unit ruko yang ambruk di Sungai Jompo. Apabila turun hujan di kawasan hulu, puing-puing bangunan itu dikhawatirkan memicu banjir.
Dalam skenario pembersihan, enam unit truk jungkit (dump truck) juga dikerahkan untuk mengangkut puing-puing reruntuhan. Dalam sehari, satu unit truk jungkit diharapkan melakukan 12 kali perjalanan. Desa Jubung yang berjarak sekitar 10 kilometer dari lokasi kejadian dijadikan lokasi pembuangan puing-puing bangunan.
Faida mengatakan, tantangan yang dihadapi saat ini adalah perobohan 21 ruko yang masih berdiri. Metode perobohan terus dimatangkan agar tidak menimbulkan kerugian lainnya.
”Ruko ke-11 hingga 31 direncanakan dirobohkan ke jalan di depannya. Namun, dalam pelaksanaannya berpotensi roboh ke arah sungai di belakangnya. Keamanan sembilan rumah penduduk di seberang sungai harus diperhatikan, karena rumah tersebut posisinya lebih rendah daripada bangunan (ruko),” kata Faida.
Saat perobohan, warga penghuni sembilan rumah tersebut harus dievakuasi. Hal itu dilakukan untuk mengurangi resiko jatuhnya korban jiwa saat perobohan.
Faida juga memohon izin dan rekomendasi kepada Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa untuk dapat merobohkan bangunan ke arah Jalan Sultan Agung. Koordinasi perlu dilakukan karena jalan tersebut statusnya merupakan jalan provinsi.
Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) VIII Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR) Achmad Subki mengatakan, pihaknya akan segera melakukan kajian terkait metode perobohan 21 ruko yang masih berdiri. Faktor keamanan menjadi perhatian khusus.
”Kementerian PUPR akan memberikan bantuan dengan mengirim satu unit crane untuk mempercepat pembersihan puing-puing bangunan, sedangkan pembongkaran ruko masih harus dipikirkan secara aman. Kami butuh waktu untuk melakukan kajian,” tuturnya.
Dari kajian tersebut, BBPJN VIII nantinya baru dapat memastikan motede pembongkaran yang tepat. Dari kajian tersebut juga dapat dihitung berapa waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pembongkaran tersebut.
Ditanya terkait anggaran, Subki mengatakan, sejak tahun lalu sudah ditentukan anggaran Rp 13 miliar untuk melakukan pembongkaran 31 ruko di Pertokoan Jompo tersebut. Namun, melihat kondisi saat ini, Subki memperkirakan masih dibutuhkan tambahan dana lagi.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa juga sempat meninjau lokasi kejadian pada Senin dini hari sekitar pukul 01.00. Khofifah juga sempat rapat koordinasi dengan berbagai pihak untuk melakukan percepatan pembersihan ruko yang sudah ambruk ataupun yang akan dirobohkan.
”Tolong didata berapa alat berat yang dibutuhkan untuk mendukung upaya percepatan pembersihan ini. Saya juga berharap upaya pembersihan dan perobohan tetap memperhatikan fasilitas umum. Jangan sampai justru merusak jaringan pipa PDAM di bawahnya,” tuturnya.