Suriah dan Pemerintah Libya Timur Jalin Hubungan Diplomatik untuk Hadang Turki
›
Suriah dan Pemerintah Libya...
Iklan
Suriah dan Pemerintah Libya Timur Jalin Hubungan Diplomatik untuk Hadang Turki
Kedua belah pihak menandatangani nota kesepahaman untuk membuka kembali hubungan diplomatik. Di dalam nota kesepahaman itu juga disebutkan adanya kesepakatan untuk menjalin 46 bentuk kerja sama.
Oleh
LUKI AULIA
·3 menit baca
DAMASKUS, SELASA — Untuk pertama kali sejak 2011, para pejabat pemerintah Libya berkunjung ke Suriah. Rombongan delegasi dari Libya, yang dipimpin Wakil Perdana Menteri Abdel Rahman al-Ahiresh serta Menteri Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional Abdel Hady Howeigy, itu diterima Menteri Luar Negeri Suriah Walid al-Moallem, Minggu. Delegasi Libya tersebut merupakan pejabat dari pemerintahan Libya timur.
Sebagaimana diketahui, Libya pasca-tergulingnya Pemimpin Moammar Khadafy pada 2011 terbelah menjadi dua pemerintahan, yakni Pemerintah Kesepakatan Nasional (Government of National Accord) di Tripoli pimpinan Perdana Menteri Fayez al-Sarraj yang diakui internasional dan pemerintahan timur yang bermarkas di Benghazi, Libya timur, dengan dukungan pasukan Jenderal Khalifa Haftar.
Kantor berita Suriah, SANA, Senin (2/3/2020), menyebutkan bahwa pertemuan Menlu Moallem dan delegasi pemerintahan Libya timur itu merupakan pertemuan yang pertama di antara kedua negara sejak kedua negara tersebut terlibat dalam perang saudara di negara masing-masing. Ditambahkan, pertemuan di Damaskus itu membicarakan tentang serangan Turki terhadap dua negara yang bersaudara serta ancaman terhadap kedaulatan negara mereka dan keamanan nasional Jazirah Arab.
Turki mendukung pemerintahan Libya di Tripoli dan juga mendukung pasukan oposisi Suriah melawan rezim Bashar al-Assad. Ankara belum lama ini mengirim ribuan personel militernya ke wilayah Provinsi Idlib, Suriah barat laut, yang sedang digempur pasukan Assad dengan dukungan Rusia. Idlib menjadi arena pertempuran dan konflik secara langsung antara pasukan Suriah dan Turki. Kedua pihak sama-sama kehilangan puluhan anggota militernya.
Selain itu, Turki dalam beberapa pekan terakhir juga mengerahkan pasukan oposisi Suriah yang terkait kelompok militan Al Qaeda dan milisi Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) untuk bertempur di Libya atas nama pemerintahan Libya di Tripoli.
Pertemuan hari Minggu lalu di Damaskus, demikian tulis SANA, membahas ”agresi Turki terhadap dua negara yang bersahabat, serta bahaya yang ditimbulkan (oleh serangan itu) bagi kedaulatan (dua negara itu) serta keamanan nasional Arab”.
Hubungan diplomatik
Kedua belah pihak juga menandatangani nota kesepahaman untuk membuka kembali hubungan diplomatik. Di dalam nota kesepahaman itu juga disebutkan adanya kesepakatan untuk menjalin 46 bentuk kerja sama yang akan segera dilakukan.
Moallem menyebutkan, kantor perwakilan akan dibuka sementara di Damaskus dan Benghazi sampai dibukanya kantor Kedutaan Besar Suriah di Tripoli. Kepada wartawan, Howeigy menekankan pentingnya menjalin hubungan diplomatik dan kerja sama ekonomi di antara kedua pihak.
Saat Presiden Suriah Bashar al-Assad mampu mengambil alih hampir semua wilayahnya yang dikuasai kelompok-kelompok oposisi, Libya tetap terpecah dalam dua pemerintahan, satu pemerintahan yang berpusat di Benghazi di wilayah timur dan satu lagi di Tripoli di wilayah barat. Turki mendukung pemerintahan Libya yang berpusat di Tripoli.
Negara-negara Arab yang dulu pernah mendukung kelompok-kelompok oposisi yang berusaha menggulingkan Assad baru-baru ini menyatakan akan membuka kembali kantor kedutaan besarnya di Suriah. Hal ini karena mereka khawatir Suriah, yang berada di jantung dunia Arab, jatuh ke tangan rival regionalnya, yakni Iran dan Turki. Mereka juga tidak mau kehilangan peluang untuk ikut berpartisipasi dalam proyek-proyek rekonstruksi pasca-perang.
PBB mengakui pemerintahan Turki di Tripoli yang dipimpin Perdana Menteri Fayez Sarraj sebagai pemerintahan resmi Libya yang lahir dari hasil perundingan tahun 2015 yang dimediasi PBB. Sarraj mendapat dukungan dari Qatar dan Italia. Sementara pemerintahan Libya di timur menguasai hampir semua wilayah Libya dan beraliansi dengan pasukan yang dipimpin Khalifa Haftar. Haftar mendapat dukungan dari Uni Emirat Arab dan Mesir serta Perancis dan Rusia. (AP)