Triyono Mencari Solusi Transportasi untuk Difabel
Triyono mempertemukan kebutuhan penyandang difabilitas yang membutuhkan pekerjaan dan penyandang difabilitas yang perlu jasa transportasi ramah lewat Difa Bike.
Meninggalkan pekerjaan mapannya sebagai konsultan bisnis, Triyono (38) mengembangkan perusahaan transportasi yang mempekerjakan para penyandang disabilitas. Ia tak hanya memberdayakan penyandang disabilitas tapi juga mendorong agar mereka mendapat keadilan dalam akses transportasi.
Triyono tahu betul kesulitan yang dihadapi penyandang disabilitas, sebab ia juga mengalaminya. Kakinya mengalami gangguan akibat virus polio yang menyerangnya saat usia 2 tahun. Ketika berusia 9 tahun ia menjalani operasi di bagian kakinya dan sejak saat itu ia berjalan menggunakan alat bantu.
Meski begitu, hingga menyelesaikan kuliah dan bekerja, Triyono tak pernah menganggap dirinya penyandang disabilitas. "Dari sekolah dasar, saya anggap diri saya ini normal. Setelah bekerja, saya juga bergaul dengan orang-orang normal," ujar pria asal Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, itu.
Sesudah menyelesaikan kuliah di program studi S1 Peternakan Universitas Sebelas Maret (UNS), Solo, Triyono mendirikan perusahaan konsultan bisnis di Yogyakarta. Melalui perusahaan itu, Triyono menawarkan jasa konsultan untuk pengusaha yang ingin mendirikan usaha peternakan dan rumah makan. "Saya mendirikan perusahaan itu pada tahun 2008 setelah lulus kuliah tahun 2007," katanya, Senin (10/2/2020).
Dari perusahaan konsultan itu, ia mendapatkan penghasilan yang cukup. "Saat itu, saya hanya memikirkan proyek dan uang. Enggak tahu apa-apa soal dunia difabel," tuturnya.
Ia mengerti dunia difabel ketika secara tak sengaja bertemu seorang difabel daksa di sebuah masjid di Kabupaten Sleman, DIY awal 2014. Dari orang itu, ia tahu bahwa kaum difabel banyak yang kesulitan ke mana-mana. Mereka bergantung pada orang lain untuk mengantar. Triyono kemudian tergerak hatinya untuk membantu kaum difabel.
Ia membuat riset usaha pemberdayaan difabel. Dari situ, tercetus ide mendirikan Difa Bike, perusahaan transportasi ramah difabel, tahun itu juga. Ia memutuskan meninggalkan perusahaan konsultan bisnis dan fokus mengembangkan Difa Bike.
Pengemudi difabel
Difa Bike didirikan karena Tiyono prihatin melihat moda transportasi publik di berbagai kota di Indonesia yang belum ramah difabel, terutama pemakai kursi roda. "Saya melihat ada ketidakadilan dalam transportasi publik. Teman-teman difabel ini kan enggak punya pilihan. Bahkan dengan transportasi online (daring), teman-teman yang memakai kursi roda tetap kesulitan," ujarnya.
Difa Bike awalnya hanya beroperasi di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya dengan 26 pengemudi. Kini, perusahaan itu membuka layanan di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Rencana berikutnya adalah merambah Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
"Di Sidoarjo, sementara ini baru ada satu pengemudi, tapi sedang disiapkan empat orang lagi. Kalau di Banjarmasin, rencana mulai beroperasi bulan April besok dengan pengemudi 10 orang," ujarnya.
Selain ramah difabel, Difa Bike juga mempekerjakan para penyandang disabilitas sebagai pengemudi. Selama ini, mereka nganggur karena kendala fisik dan pendidikan rendah. "Saya tetapkan, semua driver (Difa Bike) harus berkebutuhan khusus, pendidikan rendah, dan dari keluarga kurang mampu. Difabel dengan pendidikannya rendah dan dari keluarga tidak mampu itu yang sangat rentan," ujarnya.
Triyono menyebut, sebagian besar pengemudi Difa Bike merupakan penyandang disabilitas daksa, misalnya penderita polio, korban kecelakaan lalu lintas, dan korban gempa bumi. Ada juga pengemudi yang merupakan penderita cerebral palsy, yakni penyakit yang menyebabkan gangguan pada gerakan dan koordinasi tubuh.
Untuk menjaga keamanan dan keselamatan pelanggan, pengemudi Difa Bike harus memenuhi persyaratan tertentu, yakni masuk kategori penyandang disabilitas ringan dan sangat ringan. "Difabel itu kan ada beberapa kategori, yakni sangat ringan, ringan, sedang, berat, dan sangat berat," katanya.
Selain bisa mengemudikan sepeda motor dengan baik, sebagian besar pengemudi Difa Bike mampu membantu pelanggan yang menggunakan kursi roda. Meski begitu, Triyono menuturkan, ada juga pengemudi Difa Bike yang merupakan penyandang disabilitas kategori sedang. "Tapi, mereka khusus untuk melayani pelanggan yang tidak memakai kursi roda," paparnya.
Karena pengemudinya difabel dan sebagian besar pelanggannya juga difabel, armada sepeda motor yang dipakai Difa Bike harus dimodifikasi. Saat ini, Difa Bike memiliki sepeda motor khusus untuk melayani pengguna kursi roda serta sepeda motor untuk pelanggan yang tak memakai kursi roda.
Untuk melayani pelanggan pemakai kursi roda, sepeda motor milik Difa Bike dimodifikasi dengan tambahan tempat khusus untuk kursi roda. Dengan begitu, sang pelanggan bisa langsung naik beserta kursi rodanya. Hal ini sangat memudahkan karena pelanggan tak perlu naik-turun dari kursi roda saat bepergian dengan layanan Difa Bike.
Meski hasil modifikasi, Triyono menjamin sepeda motor yang dipakai Difa Bike itu aman untuk dikendarai. "Sepeda motor itu ada yang miliknya driver, ada yang milik kami. Untuk mereka yang benar-benar enggak mampu, kita bantu dengan menyediakan sepeda motor. Ada juga driver yang sudah punya motor, lalu kami membantu modifikasi," ujarnya.
Perluas pelanggan
Saat ini, layanan Difa Bike bisa dipesan melalui berbagai kanal, misalnya aplikasi, media sosial, maupun telepon. Triyono menambahkan, Difa Bike sedang dalam proses memperbarui aplikasinya agar layanan pelanggan bisa dilakukan dengan lebih baik. Selain layanan antar-jemput penumpang, Difa Bike juga memiliki layanan pengiriman barang, wisata keliling kota atau city tour, serta layanan pijat dengan terapis tuna netra.
Pendapatan yang didapat dari setiap layanan Difa Bike dibagi dua, untuk pengemudi dan perusahaan. Untuk layanan penumpang, pengemudi mendapat bagian 90 persen, sementara 10 persen masuk ke perusahaan. Adapun untuk layanan city tour dan pengantaran barang, pengemudi mendapat 70 persen dan perusahaan mendapat 30 persen.
"Setiap hari, pasti ada permintaan order. Bahkan sebagian konsumen itu sudah berlangganan. Saat ini, rata-rata pendapatan driver kami sekitar antara Rp 1,5 juta sampai Rp 2,5 juta per bulan," kata Triyono.
Meski begitu, Triyono memaparkan, Difa Bike terus berupaya menjangkau pelanggan lebih luas. Hingga sekarang, 70 persen pelanggan Difa Bike merupakan penyandang disabilitas. Sisanya warga umum yang pernah berinteraksi dengan difabel atau peduli pada isu disabilitas.
"Kalau hanya fokus pada satu jenis konsumen, kondisi keuangan kami pasti tertekan. Makanya kami membuka peluang selebar-lebarnya dengan harapan masyarakat umum bisa mengakses layanan kami," ungkap Triyono.
Triyono
Lahir: Sukoharjo, Jawa Tengah, 21 Juni 1981
Pendidikan terakhir: S1 Program Studi Peternakan Universitas Sebelas Maret, Solo
Pekerjaan: pendiri Difa Bike