Pengusutan kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia berat di Paniai, Papua, pada 2014, dikhawatirkan bernasib sama seperti kasus-kasus pelanggaran sebelumnya.
Oleh
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Pengusutan kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia berat di Paniai, Papua, pada 2014, dikhawatirkan bernasib sama seperti kasus-kasus pelanggaran sebelumnya. Ini setelah Kejaksaan Agung menilai berkas penyelidikan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia belum lengkap sehingga ada kemungkinan kejaksaan mengembalikan berkas itu.
Belum lengkapnya berkas penyelidikan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tersebut disampaikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) Ali Mukartono, di Jakarta, Selasa (3/3/2020).
”Sementara hasilnya seperti itu, yakni berkas tersebut belum memenuhi syarat formil dan materiil. Nanti akan kami laporkan ke Pak Jaksa Agung mengenai sikapnya seperti apa dan akan memberikan petunjuk supaya dilengkapi lagi,” kata Ali.
Komnas HAM telah menyerahkan berkas penyelidikan kasus Paniai kepada Kejagung pada 11 Februari 2020.
Menurut Ali, penyelidikan merupakan kewenangan dari Komnas HAM. ”Maka, ketika kami butuh sesuatu, ya, harus minta ke penyelidik. Kami tidak bisa melengkapi sendiri karena itu perintah undang-undang,” ujar Ali.
Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Amirudin Al Rahab, menolak berkomentar saat dimintai tanggapannya terkait hal itu. Dia baru akan menjawab setelah menerima hasil penilaian dari Kejagung.
Namun, Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar khawatir kasus itu akan bernasib seperti 13 kasus dugaan pelanggaran HAM berat lainnya yang diselidiki Komnas HAM. Dalam kasus-kasus itu, berkas penyelidikan Komnas HAM berulang kali dinyatakan tidak lengkap oleh Kejagung.
”Perdebatannya, sampai di level mana Komnas HAM mesti menyediakan bukti permulaan yang cukup sehingga dapat ditindaklanjuti Jaksa Agung. Ini menjadi jalan buntu bagi tindak lanjut sejumlah hasil penyelidikan Komnas HAM,” katanya.
Evaluasi otsus
Di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, sejumlah pemimpin MPR, DPR, dan DPD bersama pejabat setempat menandatangani ikrar kebangsaan.
Dalam kesempatan itu, Ketua MPR Bambang Soesatyo menekankan pentingnya penyelesaian masalah Papua dengan mengutamakan pendekatan kesejahteraan, keadilan, dan sosial budaya.
Dia juga mendorong agar dana otonomi khusus (otsus) untuk Papua dan Papua Barat yang akan berakhir pada 2021, bisa diperpanjang. Namun, sebelum itu, penggunaan dana otsus sejak pertama kali dicairkan pada 2002 perlu terlebih dulu dievaluasi. Ini agar dana otsus ke depan dapat betul-betul menyejahterakan masyarakat Papua.
Jika ditotal sejak 2002, dana otsus mencapai Rp 126,99 triliun. (NAD/BOW)