Saat menyandang status terdakwa korupsi, PM Benjamin Netanyahu memenangi pemilu Israel. Namun, ia masih butuh dukungan kubu lain.
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN, DARI KAIRO, MESIR
·4 menit baca
KAIRO, KOMPAS — Peluang Ketua Partai Likud yang berhaluan kanan, Benjamin Netanyahu, untuk kembali menjabat perdana menteri (PM) dan membentuk pemerintahan baru akan ditentukan oleh sikap Ketua Partai Yisrael Beiteinu, Avigdor Lieberman.
Partai Yisrael Beiteinu, menurut hasil sementara, meraih 7 kursi. Lieberman menegaskan tak akan bergabung dengan pemerintahan yang dipimpin Netanyahu. Ia menyebutkan akan menggelar rapat partai, Kamis siang besok, untuk memutuskan kubu mana yang bakal didukung oleh partainya.
”Seperti yang kami janjikan kepada para pemilih, kami akan melakukan apa saja guna mencegah pemilu keempat dan kami berencana mengambil langkah tegas dengan satu cara atau lainnya,” ujar Lieberman kepada televisi Israel, Kanal 12.
Perolehan suara partai kanan Likud dan koalisinya dari partai-partai agama, meskipun meraih kemenangan dalam pemilu parlemen hari Senin lalu, hingga Selasa siang kemarin berada di posisi 59 kursi dari 120 kursi Knesset. Dalam undang-undang pemilu Israel, partai atau koalisi partai minimal harus menguasai 61 dari 120 kursi Knesset untuk dapat membentuk pemerintahan.
Dari penghitungan suara yang mencapai 90 persen, Selasa siang kemarin, partai Likud meraih 36 kursi, dan Gerakan Biru-Putih pimpinan Benny Gantz mendapat 32 kursi. Partai ultra-kanan Yamina 6 kursi, partai agama Shas 10 kursi, partai ortodoks United Torah Judaism 7 kursi. Jika tidak ada perubahan signifikan dalam penghitungan suara, perolehan suara kubu kanan dan agama Israel menjadi 59 kursi atau kurang dua kursi untuk meraih kursi mayoritas di Knesset.
Adapun perolehan kursi kubu Tengah-Kiri Israel ditambah Joint List—koalisi partai-partai Arab—menjadi 54 kursi, yang terdiri dari Gerakan Biru-Putih 32 kursi, koalisi kubu kiri dari gabungan Partai Buruh, Meretz, dan Gesher 7 kursi, serta Joint List 15 kursi.
Tak baik bagi Palestina
Hasil akhir diperkirakan diumumkan, Selasa malam waktu setempat atau Rabu dini hari WIB. Meski belum cukup untuk membentuk pemerintahan, kemenangan bagi Netanyahu (70) menjadi bukti daya tahan politik pria yang paling lama menjabat PM Israel itu. Kemenangan tersebut diraih saat ia berstatus terdakwa, yang segera disidang, dua pekan lagi.
Seorang jubir Partai Likud menyebutkan, ia berharap Netanyahu akan mendapat dukungan suara anggota parlemen dari kubu rival untuk membelot ke pihaknya. Kemenangan Netanyahu dan peluangnya untuk membentuk pemerintahan menjadi sinyal tidak baik bagi Palestina.
Salah satu janji kampanye Netanyahu adalah menganeksasi permukiman Yahudi di wilayah pendudukan Tepi Barat dan Lembah Jordan, sesuai dengan skema perdamaian Palestina-Israel rancangan Presiden AS Donald Trump.
Palestina telak menolak tegas proposal Trump tersebut. Proposal itu akan memusnahkan impian Palestina mendirikan negara merdeka di Tepi Barat dan Jalur Gaza, dengan ibu kota di Jerusalem Timur, wilayah- wilayah yang direbut Israel dalam perang tahun 1967.
Meski demikian, para analis Israel menyebutkan, kemungkinan digelar pemilu parlemen keempat jauh lebih besar dibandingkan dengan peluang Netanyahu membentuk pemerintahan baru jika Lieberman berkukuh menolak bergabung dengan kubu kanan dan agama Israel, atau Netanyahu menolak membentuk pemerintahan persatuan nasional bersama Gerakan Biru-Putih.
Secara ideologi, partai Yisrael Beiteinu lebih dekat ke kubu Kanan daripada ke Tengah-Kiri. Namun, perbedaan pendapat antara Netanyahu dan Lieberman mengantarkan analis dan media Israel menempatkan partai Yisrael Beiteinu sebagai kubu independen.
Netanyahu dan Lieberman selama ini dikenal berbeda pendapat dalam dua isu besar, yaitu isu Hamas dan wajib militer bagi pelajar sekolah agama. Netanyahu menginginkan pelajar sekolah agama mendapat dispensasi tidak ikut wajib militer untuk memenuhi tuntutan anggota koalisi lainnya dari partai agama, seperti partai Shas dan United Torah Judaism. Namun, Lieberman menuntut pelajar sekolah agama tetap ikut wajib militer. Lieberman juga menuduh Netanyahu terlalu lunak menghadapi Hamas.
Akibat perbedaan pendapat itu, Lieberman memutuskan keluar dari koalisi PM Netanyahu pada November 2018 dan sampai sekarang menolak bergabung dengan pemerintahan Netanyahu.
Tiga skenario
Media dan pengamat Israel menyebut tiga skenario tentang peta politik Israel pasca-pemilu, Senin lalu. Pertama, digelar pemilu parlemen keempat pada Agustus atau September 2020 jika Netanyahu gagal membujuk Lieberman atau Gantz bergabung dengan koalisi pemerintahan yang dia pimpin.
Kedua, Lieberman bersedia bergabung dengan pemerintah koalisi pimpinan Netanyahu, dan terbentuk kembali pemerintah kanan-agama yang melibatkan Partai Yisrael Beiteinu. Ketiga, Netanyahu membentuk pemerintah persatuan nasional kanan-tengah dengan menggandeng Gerakan Biru-Putih.
Media Israel memprediksi skenario pertama atau digelar pemilu parlemen keempat yang kemungkinan besar terjadi. Namun, tidak tertutup kemungkinan, Netanyahu dan Gantz mencapai kesepakatan mengejutkan untuk membentuk pemerintah persatuan nasional (skenario ketiga).
Media Israel menyebutkan, harus diperhitungkan juga opsi kuda hitam yang sangat mungkin terjadi, yaitu ada anggota Knesset terpilih dari Gerakan Biru-Putih atau Yisrael Beiteinu bergabung dengan Netanyahu sehingga koalisi kanan-agama dapat meraih 61 kursi Knesset dan bisa membentuk pemerintahan tanpa melibatkan Lieberman atau Gantz.
Analis Israel, Gil Hoffman, di harian The Jerusalem Post edisi hari Selasa (3/3/2020), menyerukan Netanyahu agar bersedia memberikan konsesi atau lebih bersikap kompromi agar bisa membentuk pemerintahan baru, sekaligus mengakhiri krisis politik di Israel sejak pasca-pemilu parlemen bulan April 2019.