Penanganan Longsor Bantaran Sungai di Pegangsaan Belum Jelas Berapa Lama
›
Penanganan Longsor Bantaran...
Iklan
Penanganan Longsor Bantaran Sungai di Pegangsaan Belum Jelas Berapa Lama
Tanah longsor di bantaran sungai di Pegangsaan, Jakarta Pusat, dua hari lalu, hingga kini belum selesai. Lama pemulihan belum jelas karena dikerjakan manual.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Penanganan 18 rumah di Jalan Matraman Dalam III, Kelurahan Pegangsaan, Menteng, Jakarta Pusat, yang ambles ke Sungai Ciliwung Lama masih berlanjut. Para petugas dari Suku Dinas Sumber Daya Air Jakarta Pusat membersihkan puing-puing.
“Alat berat seperti ekskavator tidak bisa masuk untuk membantu, soalnya sepanjang bantaran sungai sudah dipenuhi rumah,” kata Parsiyo, Lurah Pegangsaan ketika ditemui di lokasi, Rabu (4/3/2020). Saat ini, 34 anggota Sudin SDA Jakarta Pusat bekerja secara manual, yang dibagi dalam dua tim.
Saat ditemui, para petugas lapangan mengungkapkan bahwa lama kerja secara manual tidak bisa diperkirakan. Bisa beberapa minggu hingga bulan, apalagi hujan masih sering turun.
Usai puing-puing bersih, petugas Sudin SDA Jakarta Pusat baru bisa memadatkan tanah di bantaran sungai untuk dipasangi dolken atau tiang-tiang kayu. Setelah itu, baru bisa menumpuk turap disusul pembetonan.
Parsiyo menjelaskan, sudah lebih dari tiga dekade warga membangun rumah di bantaran Sungai Ciliwung Lama. Awalnya, rumah warga tak sampai bantaran. Namun, seiring waktu, mereka menambah luas rumah dengan mengambil tanah sempadan. Setiap rumah dihuni 2-4 keluarga yang masing-masing beranggota setidaknya empat orang.
Umumnya, mereka adalah anak-anak dari pemilik rumah sebelumnya yang telah memiliki keluarga sendiri-sendiri. Lumrah ditemukan tiga generasi tinggal di satu rumah. “Ketika berdialog dengan warga, mereka semua menyadari telah membangun di bantaran sungai, tetapi karena selama berpuluh tahun dibiarkan, hal ini terus berlanjut. Apalagi, baru kali ini terjadi longsor,” tutur Parsiyo yang baru dua bulan menjadi lurah di sana.
Parsiyo, Lurah pegangsaan, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat, ketika ditemui di lokasi bantaran Sungai Ciliwung Lama yang longsor pada hari Rabu (4/3/2020).Sejauh ini, pihak kelurahan berkoordinasi dengan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane (BBWSCC) dan Wali Kota Jakarta Pusat. Sejauh ini, kata Parsiyo, tidak ada wacana menggusur warga.
Dalam dialog kelurahan dengan warga awal pekan ini dibahas kemungkinan memindahkan warga dari bantaran sungai ke rumah susun sewa (rusunawa).
Usulan pemerintah daerah menawarkan rusunawa di Rorotan, Jakarta Utara ditolak warga karena jaraknya terlalu jauh dari sekolah anak-anak dan tempat kerja. Mereka meminta pemerintah mempertimbangkan merelokasi ke rusunawa seperti di Pasar Rumput, Jakarta Selatan.
“Pihak kelurahan menunggu arahan dari kantor wali kota karena isu relokasi kewenangannya bisa lintas wilayah. Demikian juga dengan pembangunan turap yang masuk kewenangan BBWSCC,” kata Parsiyo.
Mendadak
Yanto (50), warga RW 07 yang rumahnya ambles menceritakan longsor di 18 rumah terjadi bertahap. Awalnya tiga rumah, termasuk rumahnya, yang ambles hari Minggu (23/2), karena hujan deras. Sore itu, seluruh anggota keluarga tengah beraktivitas di luar rumah.
“Saya sedang menjaga kios pulsa di depan rumah. Tiba-tiba ada bunyi ‘krek’ nyaring dan tahu-tahu bagian belakang rumah saya rubuh masuk kali,” ujar Yanto, yang sejak balita sudah tinggal di rumah itu. Selasa sore, saat banjir, baru 15 rumah lain di bantaran turut ambles. Kejadiannya hanya beberapa menit.
Akibat kejadian itu, Yanto kehilangan kamar mandi, dapur, dan kamar di lantai dua. Kini, ia mengontrak rumah petak bersama anak dan istrinya, sekitar 200 meter dari rumahnya.
Demikian pula dengan Penny Nuraini (52). Amblesan hanya tersisa dua kamar tidur. Sebelumnya, ada tiga keluarga tinggal serumah, kini satu kamar dihuni ia bersama suami dan dua anak. Satu kamar lagi dihuni kakak bersama keluarganya. Adapun satu orang kakaknya mengontrak di luar.
“Kalau seandainya pemerintah tidak bisa membantu membangun dapur dan kamar mandi saya, enggak apa-apa. Jika rumah hanya tersisa dua kamar, yang penting kami dikasih fasilitas MCK (mandi, cuci, dan kakus) umum. Sekarang kalau masak dan mandi mesti numpang di tetangga,” ucapnya.
Beberapa hari sebelumnya, ketika dikontak, Kepala BBWSCC Bambang Hidayah menekankan bahwa di sepanjang sempadan atau bantaran sungai harus steril dari bangunan permanen. Hanya boleh ada jalan inspeksi di atas sempadan, walaupun jalan itu juga bisa digunakan publik. Bila hendak membuat bangunan letaknya minimal 15 meter dari sempadan. Pihaknya menunggu koordinasi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta agar jelas tindakan yang bisa diambil.