Presiden: Kementerian Harus Responsif dan Sensitif
›
Presiden: Kementerian Harus...
Iklan
Presiden: Kementerian Harus Responsif dan Sensitif
Pemerintah akan memperlonggar perizinan dan hal-hal yang menghambat kegiatan ekspor impor. Hal ini dilakukan untuk membantu kelancaran dunia usaha yang terkena dampak virus korona.
Oleh
FX LAKSANA AS
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dampak ekonomi dari merebaknya virus korona akan memukul Indonesia. Transmisinya melalui sektor keuangan dan sektor riil global akan menekan ekspor dan impor Indonesia. Dalam situasi demikian, Presiden Joko Widodo menginstruksikan kementerian dan lembaga negara sebagai regulator untuk responsif dan sensitif.
”Dampaknya akan kita rasakan betul baik dari sisi penurunan aktivitas ekonomi serta melambatnya kinerja di berbagai sektor, baik wisata, perdagangan, maupun investasi,” kata Presiden saat memberikan arahan pada pembukaan Rapat Kerja Kementerian Perdagangan 2020 di Istana Negara, Jakarta, Rabu (4/3/2020).
Mendampingi Presiden antara lain Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, serta Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
Sementara itu, di kursi audiens hadir pegawai Kementerian Perdagangan dan sejumlah pengurus asosiasi dari berbagai industri. Tema rapat kerja adalah ”Akselerasi Peningkatan Ekspor dan Penguatan Pasar Dalam Negeri Menuju Indonesia Maju”.
Sekalipun tekanannya berat, Presiden melanjutkan, pemerintah bersama seluruh pemangku kepentingan harus bisa menghadapinya. ”Tetap fokus bekerja, menjaga optimisme, memanfaatkan peluang, dan mencari jalan keluar dari setiap titik-titik yang menjadikan kesulitan-kesulitan kita,” kata Presiden.
Tetap fokus bekerja, menjaga optimisme, memanfaatkan peluang, dan mencari jalan keluar dari setiap titik-titik yang menjadikan kesulitan-kesulitan kita.
Untuk itu, Presiden meminta pegawai Kementerian Perdagangan dan kementerian terkait lainnya sebagai regulator untuk responsif dan sensitif. Instruksi utamanya adalah semua kementerian terkait harus menghapuskan berbagai hambatan perizinan dan prosedur di tempatnya masing-masing, sekaligus membantu dunia usaha menjaga kelancaran usahanya.
”Jangan bekerja normal dan rutinitas. Ini keadaannya tidak normal. Carikan terobosan-terobosan yang sederhana, tetapi bisa menjadikan kelancaran aktivitas ekonomi secara makro, baik ekspor maupun impor. Karena kita tahu, kerusakan, disrupsi, sudah mengenai semua titik, suplai kena, demand kena. Kena semuanya. Jadi hati-hati. Jangan menganggap ini hal yang biasa,” tutur Presiden.
Dalam hal ekspor dan impor, Presiden meminta kementerian terkait untuk melonggarkan berbagai perizinan yang selama ini masih menghambat dan berbelit-belit. Ini terutama untuk impor bahan baku dan barang modal serta sejumlah barang konsumsi.
Sebagian impor bahan baku dan barang modal industri di Indonesia berasal dari China, terutama kota Wuhan di Provinsi Hubei yang menjadi episentrum merebaknya virus korona. Bahkan, untuk beberapa industri, pasokan dari Wuhan menempati porsi yang dominan, seperti komponen elektronik.
Sejak virus korona merebak di kota industri itu, kegiatan produksi di Wuhan berhenti sampai hari ini. Akibatnya, pasokan ke Indonesia pun berhenti.
”Contoh bahan baku industri garam dan gula. Jangan sampai ada industri yang mengeluh urusan ini. Banyak produk yang lain. Ini persoalan mudah, tetapi menjadi sulit karena kita rutinitas. Tidak merespons, tidak memiliki feeling bahwa sekarang ini keadaan sulit. Sudah suplainya sulit, masuk di sini malah dipersulit,” lanjut Presiden.
Sementara impor untuk sejumlah barang konsumsi juga tak kalah pentingnya, antara lain bawang putih dan daging sapi. Presiden mengingatkan, bulan Ramadhan sudah dekat. Oleh sebab itu, stok barang konsumsi harus memadai sehingga inflasi bisa dikendalikan.
”Jangan sampai membuat masyarakat khawatir. Sudah khawatir karena korona, khawatir lagi karena suplai barang yang tidak ada. Berbahaya. Tolong betul-betul ini, rasa feeling kita merespons keadaan harus betul-betul ada. Sekali lagi, jangan rutinitas,” kata Presiden.
Hambatan prosedur
Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman menyatakan, industri makanan dan minuman nasional saat ini dalam persiapan untuk memenuhi kebutuhan barang selama bulan Ramadhan dan Lebaran.
”Jadi, kami meningkatkan produksi. Kami sudah menyiapkan suplai sejak Januari. Tapi, di sisi permintaan masih lemah, baik karena korona maupun wisatawan yang berkurang,” ucapnya.
Terkait impor bahan baku, menurut Adhi, pelaku usaha masih mengalami hambatan prosedur. ”Sudah ada peraturan yang menyebutkan bahwa Kementerian Perdagangan harus memberikan jawaban, menolak atau menerima, paling lambat tiga hari setelah menerima surat rekomendasi dari instansi terkait,” ujarnya.
Namun, kenyataannya, implementasinya belum jalan. Izin impor garam industri yang permohonannya diajukan sejak Desember 2019, misalnya, sampai sekarang belum keluar. Untuk izin impor gula industri, proses perizinannya lebih dari sebulan.
Secara terpisah, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono menyebutkan, dampak ekonomi dari virus korona pasti akan berpengaruh pada ekspor sawit Indonesia. Meski harus ditelusuri penyebab persisnya, yang pasti adalah ekspor sawit Indonesia ke semua negara tujuan, termasuk China, pada Januari tahun ini turun 30 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.
Pada tahun lalu, ekspor sawit Indonesia ke China adalah yang terbesar, sekitar 6 juta ton. Jika ditambah ekspor oleochemical dan biodiesel, volumenya mencapai 8 juta ton. Nilainya mencapai hampir 5 miliar dollar AS.
Untuk mengantisipasi penurunan ekspor, Joko melanjutkan, pelaku usaha harus melakukan diversifikasi negara tujuan ekspor. Potensinya adalah kawasan Timur Tengah dan Afrika. Selama ini, pasar ekspor utama Indonesia adalah China, India, dan Eropa.
”Ini yang perlu kita geser bagaimana penguatan pasar nontradisional yang cukup potensial. Namun, di situ perlu ada relaksasi,” kata Joko.
Masih berkaitan dengan itu, Joko mengingatkan agar pemerintah menyiapkan industri perkapalan nasional untuk menjalankan amanat Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 82 Tahun 2018 tentang Ketentuan Penggunaan Angkutan Laut dan Asuransi Nasional untuk Ekspor dan Impor Barang Tertentu. Disebutkan bahwa eksportir dan importir beberapa produk tertentu wajib menggunakan angkutan laut yang dikuasai perusahaan angkutan laut nasional.
”Saya dengar, asosiasi kapal sendiri belum siap. Jadi, perlu petunjuk teknis yang lebih jelas dan fleksibel sehingga tidak nanti justru menghambat,” ujar Joko.