Lima Tahun SDG. Ada Kemajuan, Tetapi Masih Banyak Tantangan
›
Lima Tahun SDG. Ada Kemajuan, ...
Iklan
Lima Tahun SDG. Ada Kemajuan, Tetapi Masih Banyak Tantangan
Banyak aparat pemerintahan yang belum memiliki pemahaman utuh tentang Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG). Dari 34 provinsi, baru 25 provinsi yang sudah memiliki rencana aksi daerah untuk melaksanakan SDG.
Oleh
MUCHAMAD ZAID WAHYUDI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDG sudah memasuki tahun kelima. Namun, upaya untuk mencapai target-target SDG itu masih belum banyak muncul, khususnya di daerah. Tanpa percepatan, dikhawatirkan akan banyak target SDG yang tidak bisa tercapai pada 2030.
“Upaya mencapai target SDG di Indonesia masih berkutat pada perencanaan, konsolidasi dan komunikasi. Di tahun kelima ini, seharusnya sudah berjalan aksi,” kata Direktur Eksekutif SDGs Center Universitas Padjadjaran Zuzy Anna usai Seminar Nasional ‘5 Tahun SDGs: Sejauh Mana Indonesia Melangkah?’ di Jakarta, Rabu (4/3/2020).
Banyak aparat pemerintahan yang belum memiliki pemahaman utuh tentang SDG, apalagi masyarakat awam. Sedangkan dari 34 provinsi, baru 25 provinsi yang sudah memiliki rencana aksi daerah (RAD) untuk melaksanakan SDG. Padahal, SDG menghendaki semua orang bisa menikmati hasil pembangunan dan kesejahteraan, tanpa satu orangpun yang tertinggal.
Situasi itu menuntut adanya solusi, inovasi dan penajaman program agar target-target SDG dapat dicapai pada 2030. Terlebih, program terkait SDG yang dijalankan selama ini belum pernah ada evaluasinya langsung. Semua kebijakan dan program terkait SDG itu perlu disusun berbasis bukti dan data ilmiah, bukan sekedar mengandalkan insting pengambil kebijakan.
Upaya mencapai target SDG di Indonesia masih berkutat pada perencanaan, konsolidasi dan komunikasi.
Inovasi itu harus disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan yang ada di setiap daerah. Karena itu, upaya pencapaian target SDG tidak bisa mengandalkan petunjuk teknis dari pemerintah pusat semata. Selain itu, keberhasilan pelaksanaan kebijakan dan program terkait SDG di suatu daerah belum tentu cocok atau berhasil diterapkan di daerah lain.
“Penajaman program itu diperlukan karena penambahan anggaran semata belum tentu bisa memberikan hasil pencapaian target SDG sesuai dengan yang diharapkan,” tambah Zuzy.
Tanpa adanya percepatan, sebagian besar dari 17 tujuan, 169 target, dan 319 indikator dalam SDG akan sulit dicapai. Selama lima tahun pelaksanaan SDG di Indonesia, sejumlah capaian baik berhasil dicapai seperti penurunan kemiskinan atau berkurangnya ketimpangan. Namun indikator terkait kematian ibu atau tengkes pada anak balita kemungkinan besar sulit dicapai pada 2030.
Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa Ah Maftuchan mengatakan program untuk melaksanakan tujuan 1 terkait kemiskinan, tujuan 5 tentang keseteraan gender dan tujuan 8 tentang pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan pekerjaan layak perlu dipertajam karena bisa mengungkit capaian indikator SDG yang lain.
“Capaian di tujuan 1, 5 dan 8 itu bisa menjadi akselerator untuk mencapai tujuan SDG secara umum,” katanya.
Pengentasan kemiskinan berhubungan dengan sejumlah tujuan lain, seperti tujuan terkait pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, hingga tata kelola yang baik. Peran perempuan penting karena bisa menjadi motor penggerak pembangunan yang efektif. Sementara pertumbuhan ekonomi dan pekerjaan yang layak penting untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.
Jika kemiskinan menurun dan pendapatan masyarakat meningkat, maka itu juga akan mendorong investasi untuk meningkatkan produksi serta investasi sosial untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan investasi itu akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan hingga menjamin penciptaan lapangan kerja yang juga berkelanjutan.
Dalam seminar tersebut, Kepala Pusat Studi dan Kajian Migrasi Migrant Care Anis Hidayah memaparkan tentang pentingnya penyediaan pekerjaan layak sebagai salah satu indikator SDG belum menjadi prioritas daerah. Padahal, banyak daerah merupakan kantung-kantung pekerja migran. Pekerjaan layak itu harus tersedia bagi semua kelompok masyarakat, termasuk bagi perempuan, pemuda dan penyandang disabilitas.
Kepemimpinan
Sementara itu, menurut Sekretaris Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Banyuwangi Amir Hidayat, kepemimpinan yang kuat jadi kunci sukses untuk mencapai SDG. Kejelasan visi pemimpin akan mempermudah aparat daerah untuk merencanakan program dengan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki serta memberdayakan potensi yang ada.
Meski demikian, aparatur daerah tetap membutuhkan dukungan dari Kementerian Dalam Negeri agar bisa mengatur mekanisme perencanaan dan anggaran program-program yang terkait SDG. Untuk memacu semangat daerah dalam mencapai SDG, apresiasi dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi juga diperlukan.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas pun diharapkan lebih aktif kembali menyosialisasikan SDG ke daerah. Politisi di daerah pun perlu mendapat informasi yang memadai terkait SDG agar bisa mendukung program pemerintah daerah. Terlebih, gaung SDG di daerah selama dua tahun terakhir menurun karena adanya pemilu.
“Kolaborasi dengan organisasi masyarakat sipil dan swasta juga bisa dimanfaatkan untuk bisa mencapai targat SDG,” katanya.
Staf Ahli Menteri Bidang Sinergi Ekonomi dan Pembiayaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Amalia Adininggar Widyastuti menambahkan, untuk mendukung pelaksaan SDG di tingkat nasional maupun daerah, saat ini sudah ada 15 perguruan tinggi yang mampu membantu penyusunan RAD SDG. Keterlibatan perguruan tinggi itu merupakan wujud kemitraan multipihak untuk mencapai target SDG.