Warga dilanda kebingungan menghadapi wabah Covid-19 karena banjirnya informasi. Mereka membutuhkan informasi akurat untuk mencegah penularan virus korona baru itu.
Oleh
Fransiskus Wisnu Wardhana Dany
·4 menit baca
Informasi tentang virus korona baru atau Covid-19 menggelontor bagai banjir bandang. Fakta dan fiksi bercampur jadi satu menjadi konsumsi warga. Alhasil, sebagian warga tidak tahu persis langkah apa yang harus dilakukan untuk menghadapi wabah ini.
Sebagian warga panik setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan adanya dua kasus positif Covid-19 di Indonesia. Lantas, mereka berbondong-bondong membeli masker dan cairan antiseptik pencuci tangan. Tidak sedikit yang menimbun beberapa bahan pangan.
Dalam waktu singkat, harga masker melambung dan sulit ditemukan. Bahkan bermunculan kasus masker ilegal dan bekas pakai yang diedarkan dalam kemasan baru.
Sementara sebagian warga lagi tampak anteng-anteng saja. Mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan dan cenderung memasrahkan diri pada yang empunya kehidupan. Aktivitas mereka berjalan seperti biasa meski virus sudah nyata-nyata ada.
Jennifer (25) salah satunya. Karyawati pemasaran ini memperoleh informasi tentang korona dari pemberitaan media massa.
Kendati demikian, dia tidak tahu persis apa itu korona, bagaimana penularan dan gejalanya. ”Saya tahunya pakai masker dan cuci tangan. Itu langkah pencegahan yang ramai dibicarakan,” ujar Jennifer, Kamis (5/3/2020).
Sama halnya dengan Indra Kusuma (28). Sepengetahuannya, masker efektif untuk mencegah penularan penyakit, termasuk korona. Tetapi hanya sebatas masker. Padahal, masker untuk mencegah penularan penyakit harus dilengkapi dengan lapisan penyaring molekul.
Adapun Indra mengenakan penutup muka multifungsi. Penutup muka ini tidak dilengkapi lapisan penyaring.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menjelaskan, penyebaran Covid-19 mirip seperti flu. Mediumnya adalah melalui tetesan kecil (droplet) saat seseorang batuk atau bersin.
Penyebarannya bisa terjadi melalui tetesan yang terkena benda-benda di luaran. Virus di dalam tetesan tersebut bisa bertahan hidup selama beberapa jam hingga beberapa hari.
Virus ini menjadi ancaman apabila mengenai mata, hidung, atau mulut seseorang. Direkomendasikan untuk menutup mulut dan hidung saat batuk atau bersin serta sering mencuci tangan dengan sabun dan air atau dengan cairan antiseptik. Selain itu, hindari menyentuh mata, mulut, atau hidung sebelum mencuci tangan.
WHO merekomendasikan penggunaan masker bagi orang yang sedang tidak sehat, orang yang menunjukkan gejala Covid-19, serta pihak yang merawat pasien penderita. Menurut WHO, sebenarnya orang yang tidak demam dan batuk tidak perlu mengenakan masker.
WHO menilai, penggunaan masker medis harus rasional demi menghindari pemborosan sumber daya serta penyalahgunaan masker. Sebab, distribusi masker medis kini menjadi celah kriminalitas oleh oknum tak bertanggung jawab.
Terpadu
Persoalan lain ialah informasi dari pemerintah tentang korona selama ini belum terpadu. Bahkan, pernyataan para pejabat seperti menggampangkan persoalan.
Aji (35) menilai, selama ini pejabat kurang serius ketika ditanyai tentang korona. Seharusnya warga diedukasi semenjak China mengumumkan adanya korona dan WHO mengeluarkan pernyataannya.
”Justru sebaliknya, Indonesia amanlah, banyak berdoa, dan tanggapan lainnya yang menggampangkan,” ujar Aji.
Padahal, Indonesia punya Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2019 tentang Peningkatan Kemampuan dalam Mencegah, Mendeteksi, dan Merespons Wabah Penyakit, Pandemi Global, dan Kedaruratan Nuklir, Biologi, dan Kimia.
Di dalamnya memuat tugas dan tanggung jawab kementerian dan lembaga, termasuk kepala daerah dalam menghadapi situasi sesuai instruksi presiden tersebut.
Menteri Komunikasi dan Informatika, misalnya, bertugas meningkatkan manajemen komunikasi risiko yang efektif dan akurat kepada masyarakat. Kemudian, memfasilitasi sarana komunikasi massa dalam upaya peningkatan kesadaran dalam mencegah, mendeteksi, dan merespons secara cepat berbagai penyakit dan atau kejadian yang berpotensi menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat.
Hal itu juga disayangkan anggota Ombudsman RI, Alvin Lie. Sebab, Ombudsman sudah menyarankan pemerintah untuk membentuk pusat informasi krisis korona sejak 26 Januari lalu.
Tujuannya agar warga mendapatkan informasi resmi, tepercaya, dan mudah dipahami. ”Sebetulnya pemerintah dapat memanfaatkan kesempatan untuk edukasi kepada masyarakat. Sayangnya, tidak dilaksanakan oleh pemerintah sehingga informasi jadi simpang siur, tidak jelas, dan berkembang jadi berita bohong. Masyarakat mudah panik,” tutur Alvin.
Melalui pusat informasi krisis, informasi tentang apa itu korona, dampak kepada kesehatan, gejala yang dialami, apa yang harus dilakukan ketika ada gejala, hingga konsultasi ke mana dan bagaimana penanganan di setiap kota dapat diperoleh warga.
Selain itu, lanjut Alvin, diseminasi informasi juga melalui sekolah dan tempat ibadah supaya informasi tersampaikan hingga pelosok. Pemerintah pun bisa memanfaatkan kerja sama dengan penyedia layanan telekomunikasi dan internet untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat melalui berbagai platform.
Informasi juga dapat melalui laman dan akun resmi media sosial dengan catatan semua informasinya berasal dari satu sumber yang paham dan ahli di bidangnya. ”Pusat informasi krisis bukan melalui pendengung atau influencer,” ujarnya.
Alvin menekankan pentingnya informasi krisis dikelola dengan baik dan satu pintu. Sebab, tidak semua pejabat kompeten dan peka pada kondisi psikologis masyarakat. Ada kecenderungan pejabat mengumbar pernyataan yang justru tidak pas.
Berkaitan dengan itu, Presiden harus menertibkan menteri-menterinya. Alvin menyarankan supaya Menteri Dalam Negeri mengingatkan kepala daerah agar mengelola pernyataan dan informasi publik tentang korona. ”Jangan sampaikan informasi spekulatif yang sulit dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan justru memicu kontroversi dan kepanikan di masyarakat,” katanya.