Di tengah disrupsi media, perusahaan pers harus tetap melihat kepentingan pelanggan jurnalistik. Fungsi perusahaan pers, terutama kantor berita, akan tetap menjadi barometer dan pelita bagi masyarakat.
Oleh
Caecilia Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -Disrupsi industri media akibat perubahan teknologi digital tidak bisa dihindari, salah satunya oleh Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara. Sejumlah pihak menyesalkan pengambilan keputusan manajemen menyikapi era disrupsi yang tidak dikomunikasikan secara terbuka kepada seluruh karyawan.
Mantan Kepala Divisi Museum dan Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA) 2005 - 2018, Oscar Motuloh menilai, pengambilan keputusan di LKBN Antara semestinya dibeberkan secara gamblang ke seluruh pekerja. Cara komunikasi terbuka seperti itu saat ini dibutuhkan.
Keputusan manajemen LKBN Antara yang menjadi polemik, salah satunya menyangkut tata kelola Museum dan GFJA. Direksi mengeluarkan Surat Keputusan (SKEP)-157/Dir-Ap/XII/2019 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Perum LKBN Antara. Pada pasal 11 ayat 2 disebutkan Museum dan GFJA adalah nama ruangan dan lokasi pameran foto di Gedung Antara Pasar Baru.
Dia menilai, dengan hanya menyebut sebagai ruangan dan lokasi pameran semata, Surat Keputusan itu mengingkari fakta sejarah bahwa gedung Museum dan GFJA memegang andil dalam perkembangan pers nasional sejak 27 Desember 1992 hingga sekarang. Bahkan, pasal 11 ayat 4 dan 5 Surat Keputusan juga memisahkan pengelolaan gedung dan perawatan ke Departemen Adhiyana dan Umum, sebuah departemen yang biasa menyelenggarakan penyewaan ruang konvensi perkawinan dan seminar.
Hal seperti ini dia anggap menjauhkan Museum dan GFJA dari roh jurnalistik. "Di tengah disrupsi media, perusahaan pers harus tetap melihat kepentingan pelanggan jurnalistik. Fungsi perusahaan pers, terutama kantor berita, akan tetap jadi barometer dan pelita bagi masyarakat. Cara mengomunikasikan keputusan, seperti halnya tata kelola Museum dan GFJA semestinya tidak prematur," kata Oscar di Jakarta, Rabu (4/3/2020).
Hak pekerja
Ketua Serikat Pekerja Perum LKBN Antara Abdul Gofur, saat ditemui di gedung Museum dan GFJA mengungkapkan, ada sejumlah budaya komunikasi di LKBN Antara yang terkikis sejak pergantian direksi tahun 2016, seperti temu karyawan-direksi setiap tiga bulan, dan halal-bihalal karyawan-direksi. Padahal, budaya tersebut menjadi ajang penyampaian pandangan dari masing-masing pihak.
Persoalan bertambah dengan adanya pengabaian Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara pekerja dan perusahaan. Kenaikan gaji karyawan setiap tahun yang diambil dari laba perusahaan tidak dilakukan. Ada pula praktik kesewenang-wenangan mutasi dan pemutusan kontrak karyawan.
"Sejak tahun 2018 substansi kenaikan gaji karyawan sesuai PKB diabaikan. Padahal, kondisi keuangan perusahaan sehat dan masih mencetak laba. Pada saat bersamaan, gaji direksi tetap naik disertai pembelian fasilitas kendaraan baru," ujar dia.
Tata kelola Perum LKBN Antara telah masuk pengawasan dan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Salah satu hasil audit terkini adalah menyertakan modal senilai Rp 12,5 miliar yang dikemas dalam bentuk perjanjian kerja sama peminjaman kepada Perum Percetakan Negara Republik Indonesia.
"Reorganisasi tidak didasarkan kajian yang terukur, salah satunya keputusan penutupan divisi Antara Foto. Padahal, divisi ini selama bertahun-tahun menjadi roh kantor berita," imbuhnya.
Perubahan industri
Direktur Utama Perum LKBN Antara Meidyatama Suryodiningrat saat ditemui di kantornya di lantai 19 Wisma Antara, Jakarta, menyampaikan, pihaknya sedang serius menata manajemen LKBN Antara agar siap menghadapi perubahan industri media. Menurutnya, perubahan itu salah satunya ditandai dengan tuntutan multimedia dan multiplatform.
Dengan status perum yang disandang, dia menegaskan, LKBN Antara adalah badan umum milik negara (BUMN). Sumber pendapatannya berasal dari subsidi negara dan hasil mandiri. Dia memperkirakan, komposisi pendapatan dari hasil usaha mandiri mencapai dua pertiga. Inilah yang membuat cara menjalankan perusahaan mirip perusahan media lainnya.
"Saya kan (diwajibkan) harus membawa perusahaan supaya untung," tegas dia. Saat ini, kondisi keuangan masih sehat, meskipun laba pas.
Meidyatama membenarkan adanya perombakan di internal, baik dari sisi sumber daya manusia maupun struktural divisi. Dia lagi-lagi menekankan, perombakan tersebut sejalan dengan upaya membawa LKBN Antara siap menghadapi perubahan industri media.
Dari sisi perombakan sumber daya manusia, dia mengakui ada mutasi dan rotasi karyawan, lalu ada beberapa orang yang menolak. Karyawan yang menolak ini mangkir tugas hampir dua bulan sehingga perusahaan menganggap mereka mengundurkan diri. Ada pula program pensiun dini yang menyasar ke 55 orang karyawan. Semuanya mendapat kompensasi yang dia nilai sangat layak.
Sementara dari sisi perombakan struktural divisi, dia membenarkan salah satunya menyasar ke divisi Museum dan GFJA. Jika sebelumnya jadi divisi terpisah, maka pengelolaan Museum dan GFJA secara gedung dimasukkan ke Departemen Adhiyana, divisi layanan media dan komunikasi. Sementara pengelolaan Museum dan GFJA secara pemeliharaan ataupun perawatan diikutkan di bawah Departemen Umum, divisi manajemen sumber daya manusia dan umum.
"Kami tidak menutup operasional Museum dan GFJA. Jika ada kabar penutupan, itu bohong dan memfitnah kami. Kami kan punya bagian yang memang mengurus bisnis pertemuan, insentif, konvensi, dan pameran (MICE) serta rencananya pengelolaan galeri kami lainnya akan diperlakukan sama," ujar dia.
Terkait masa depan Perum LKBN Antara, Meidyatama mengklaim sedang memperkuat jaringan distribusi di luar Jakarta dan Indonesia, baik langsung maupun tidak. Misalnya, lebih dari 400 titik offline media untuk menampilkan konten berita, terutamanya di kantor-kantor pemerintah. Media daring Antaranews.com juga diperkuat konten jurnalistiknya sehingga kini per bulan diklaim dapat tembus 13 - 14 juta pengunjung.