Kendati kondisi perekonomian global sedang diliputi ketidakpastian, pemerintah tetap optimistis target perdagangan bisa tercapai.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS--Di tengah ketidakpastian perekonomian global akibat merebaknya wabah virus korona jenis baru atau Covid-19, pemerintah tetap optimistis kinerja ekspor meningkat. Kementerian Perdagangan tidak merevisi target ekspor tahun ini meskipun pasokan bahan baku produksi yang diimpor mulai tersendat dan pasar ekspor sulit dicari.
Mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, pemerintah menargetkan ekspor nonmigas tumbuh 5,2-9,8 persen. Surplus neraca perdagangan ditargetkan tumbuh bertahap dari 300 juta dollar AS pada 2020 menjadi 15 miliar dollar AS pada 2024.
Nilai ekspor pada 2020 ditargetkan 175,9 dollar AS dengan impor 175,6 dollar AS.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, neraca perdagangan Indonesia pada 2019 defisit 3,23 miliar dollar AS. Pada Januari-Desember 2019, neraca perdagangan migas yang defisit 9,38 miliar dollar AS tidak bisa ditutup surplus neraca perdagangan nonmigas yang sebesar 6,15 miliar dollar AS.
Wabah Covid-19, menurut sejumlah lembaga, memengaruhi pertumbuhan ekonomi global. Pertumbuhan ekonomi China juga diperkirakan merosot. Indonesia, sebagai salah satu mitra dagang utama China, akan kena dampaknya.
Namun, Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Oke Nurwan di sela-sela Rapat Kerja Kementerian Perdagangan di Jakarta, Kamis (5/3/2020) mengatakan, kondisi ekonomi yang sedang lesu itu tidak akan membuat pemerintah mengoreksi target ekspor 2020.
“Tidak akan direvisi. Pokoknya acuan kami apa yang sudah ditetapkan dalam RPJMN. Kondisi perdagangan global turun, kita tidak ikut turun. Situasi itu tidak boleh mendemotivasi,” kata Oke.
Untuk tetap memenuhi target ekspor, pemerintah membidik negara-negara baru untuk menjadi tujuan ekspor alternatif di luar pasar ekspor tradisional yang ada saat ini. Namun, upaya mencari pasar baru itu tidak mudah di tengah persaingan sengit dengan negara-negara lain yang juga tengah mencari pasar baru. Selain itu, sejumlah pertemuan untuk perundingan perjanjian dagang juga sulit digelar karena Covid-19.
UMKM
Salah satu sektor yang akan didorong untuk mengekspor produknya adalah industri usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Sejauh ini, sumbangan UMKM baru 14,5 persen terhadap nilai ekspor.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, kontribusi UMKM pada ekspor bisa ditingkatkan dalam waktu lima tahun mendatang. Namun, yang lebih penting, UMKM menguasai pasar dalam negeri lebih dulu.
Perusahaan yang akan difokuskan untuk meningkatkan ekspor di tengah kondisi saat ini adalah perusahaan berskala menengah. Untuk itu, ujar Teten, perlu langkah-langkah untuk mendorong perusahaan menengah, dari yang berteknologi sederhana menjadi berteknologi maju untuk memperoleh sertifikat kelas dunia.
kontribusi UMKM pada ekspor bisa ditingkatkan dalam waktu lima tahun mendatang
Salah satunya, melalui pembangunan sentra-sentra produksi dan rumah produksi bersama untuk memperbaiki standar produk serta menjawab persoalan industri UMKM yang selama ini tidak melayani permintaan dalam jumlah besar dengan produksi yang teratur. Insentif fiskal bagi para pelaku UMKM juga saat ini sedang digodok.
Pasar dalam negeri
UMKM juga didorong untuk menguasai pasar dalam negeri sebelum bersaing di pasar internasional. Untuk itu, pemerintah meminta industri perhotelan beralih menggunakan produk hasil UMKM. Industri perhotelan diimbau untuk tidak mengimpor produk yang ada di Indonesia, karena keran impor hanya akan dibuka untuk membeli bahan baku industri yang tidak bisa dipasok dari dalam negeri.
Kebutuhan perhotelan yang bisa dipenuhi dari industri UMKM dalam negeri antara lain sabun, handuk, seprai, sandal, tempat sabun, tempat sampah, dan furnitur. ”Produk-produk UMKM kita tidak buruk, banyak yang berkualitas. Saya kira perlu ada dorongan komitmen bersama. Kita ini kan mau mengurangi defisit neraca perdagangan. Jadi, saya kira semua harus punya komitmen membatasi impor,” kata Teten.
Menurut Teten, ada banyak produk UMKM yang dibuat di dalam negeri dengan pasokan bahan baku dari dalam negeri yang bisa menyubstitusi produk-produk yang berbahan baku impor. Dengan demikian, pasar bisa memanfaatkan industri UMKM dibandingkan dengan industri besar yang bergantung pada bahan baku impor.
Menurut Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, dalam rangka mendorong UMKM nasional naik kelas, pemerintah akan memfasilitasi program bisnis agregator sebagai perantara produk UMKM memasuki pasar. “Kualitas produk sebenarnya bukan masalah, yang jadi problem itu kurangnya agregasi untuk mendorong kemitraan agar memproduksi produk yang lagi dibutuhkan pasar saat banyak permintaan,” ujarnya.
Menurut Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio, industri perhotelan diminta memakai produk hasil UMKM di daerah masing-msaing, tidak mengimpor dari luar negeri, bahkan dari luar daerah. “Harus ada regulasinya ke depan, dan ini msih diproses, agar hotel dan restoran prioritaskan pakai produk lokal. Dengan sendirinya akan berkembang kualitasnya,” katanya. (Age)