Demam berdarah dengue masih mengancam kesehatan warga di Jawa Timur. Dalam dua bulan terakhir, angka kasus DBD semakin meningkat. Sejak awal tahun, tercatat 21 orang meninggal akibat DBD.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Demam berdarah dengue atau DBD masih menjadi masalah klasik ancaman kesehatan warga di Jawa Timur. Sejak Januari, tercatat 2.570 kasus DBD dan 21 orang di antaranya meninggal. Pemberantasan sarang nyamuk dengan gerakan satu rumah satu jumantik diperkuat untuk mengatasinya.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jatim mencatat, jumlah penderita penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue ini cenderung meningkat dalam dua bulan terakhir. Jumlah penderita pada Januari sebanyak 811 orang dan sebanyak enam orang di antaranya meninggal.
Jumlah penderita penyakit yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus ini meningkat menjadi 1.759 orang pada bulan Februari. Dari jumlah tersebut, sebanyak 15 orang meninggal. Artinya, ada peningkatan jumlah penderita yang meninggal sebanyak sembilan orang.
Case fatality rate (CFR) kasus demam berdarah di Jatim saat ini 0,85 persen. Angka kematian itu lebih rendah dibandingkan pada tahun lalu yang mencapai 1 persen.
Kepala Dinkes Jatim Herlin Ferliana mengatakan, berdasarkan sebarannya, ada lima kabupaten dengan jumlah penderita terbanyak, yakni Malang sebanyak 218 orang, Pacitan sebanyak 208 orang, Trenggalek sebanyak 166 orang, Kediri sebanyak 100 orang, dan Probolinggo sebanyak 97 orang.
”Case fatality rate (CFR) kasus demam berdarah di Jatim saat ini 0,85 persen. Angka kematian itu lebih rendah dibandingkan pada tahun lalu yang mencapai 1 persen,” ujar Herlin.
Adapun pada 2019, jumlah penderita DBD di Jatim mencapai 18.393 orang, dengan angka kematian sebanyak 185 orang. Sebaran penderita terbanyak di Kabupaten Ponorogo, yakni sebanyak 1.721 orang, Kabupaten Malang sebanyak 1.600 orang, Kediri sebanyak 1.398 orang, Ngawi sebanyak 1.360 orang, dan Tulungagung sebanyak 899 orang.
Untuk mencegah DBD semakin memburuk, Dinkes Provinsi Jatim telah berkoordinasi dengan dinas kesehatan di 38 kabupaten dan kota, menggiatkan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui gerakan 3M. Adapun gerakan yang dimaksud adalah menguras dan menutup tempat penampungan air. Selain itu, menyingkirkan atau memanfaatkan atau mendaur ulang barang bekas.
Kegiatan PSN itu diperkuat dengan menghindari gigitan nyamuk, misalnya memakai gel antinyamuk, memasang kelambu pada tempat tidur, memasang kawat kasa pada jendela, dan pemeliharaan ikan untuk memakan jentik nyamuk.
Setiap rumah ada salah satu anggota keluarga, tidak harus ibu rumah tangga, yang diberdayakan sebagai juru pemantau jentik.
Dinkes juga sudah menyosialisasikan dan melaksanakan gerakan satu rumah satu jumantik (juru pemantau jentik) di semua wilayah. Setiap rumah ada salah satu anggota keluarga, tidak harus ibu rumah tangga, yang diberdayakan sebagai juru pemantau jentik. Tugasnya memantau kehadiran jentik dan memberantasnya untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk.
Herlin menambahkan, agar efektif, pihaknya mengajak masyarakat melakukan gerakan PSN setiap seminggu sekali secara rutin, bermutu, dan berkesinambungan. Petugas puskesmas turun memantau jentik setiap tiga bulan sekali untuk memastikan jumantik telah melakukan tugasnya.
”Selain itu, meningkatkan kebiasaan PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat) di rumah tangga,” ujar Herlin Ferliana.
Dia mengatakan, apabila ada warga yang sakit dengan gejala mirip DBD, diharapkan segera dibawa ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat, seperti puskesmas atau rumah sakit. Warga yang sakit juga diminta segera berobat kembali apabila suhu tubuh terus tinggi dan semakin lemas.
Kepala Dinkes Sidoarjo Syaf Satriawarman mengatakan, agar efektif, gerakan PSN tidak hanya dilakukan di dalam rumah, tetapi juga lingkungan sekitar permukiman, area perkantoran, dan sekolah-sekolah. Untuk di kawasan permukiman, gerakan satu jumantik satu rumah sudah berjalan di bawah pengawasan petugas puskesmas.