Longsor dan Tanah Bergerak, 232 Warga Magelang Mengungsi
›
Longsor dan Tanah Bergerak,...
Iklan
Longsor dan Tanah Bergerak, 232 Warga Magelang Mengungsi
Sebanyak 232 warga Desa Sudosari dan Kaliabu, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, mengungsi akibat bencana tanah bergerak dan longsor. Bencana ini terjadi seiring tanah di wilayah perbukitan yang labil.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Sebanyak 232 warga Desa Sudosari dan Desa Kaliabu, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, mengungsi setelah terjadi bencana tanah bergerak dan longsor sejak Kamis (5/3/2020). Mereka diminta tetap mengungsi karena potensi bencana susulan masih mengancam.
Hal itu disampaikan Kepala Seksi Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Magelang Didik Suswanto, Jumat (6/3/2020). Dari 232 warga tersebut, sebanyak 215 orang ialah warga Desa Sidosari dan 17 orang lainnya warga Desa Kaliabu. Oleh karena tidak memiliki tempat evakuasi akhir (TEA), mereka mengungsi di rumah kerabat dan tetangga terdekat di lokasi aman, jauh dari retakan tanah.
Pergerakan tanah dan longsor terjadi setelah turun hujan sejak Rabu (4/3/2020) hingga Kamis (5/3/2020). Namun, meskipun hujan mereda pada Jumat (6/3/2020), tanah bergerak diketahui masih terus berlanjut.
”Saat cuaca tanpa hujan, tanah di sebagian areal permukiman di Desa Sidosari, tetap bergerak, dan ada yang ambles hingga kedalaman 50 sentimeter,” ujarnya.
Di Desa Kaliabu, sebanyak 17 warga dari tiga keluarga yang terdampak longsor dan tanah bergerak diputuskan nantinya akan segera direlokasi. Tempat tinggal mereka dinilai tidak lagi layak dihuni karena tanah perbukitan setinggi 100 meter di bawahnya ambles.
Di Desa Sidosari, retakan tanah sebenarnya terpantau ada di tiga dusun. Namun, retakan tanah yang akhirnya berkelanjutan menjadi longsor dengan dampak kerusakan terparah terjadi di Dusun Kranjang Lor. Di dusun tersebut, panjang retakan mencapai 230 meter dengan lebar retakan berkisar 5-30 sentimeter. Kedalaman retakan tanah mencapai lebih dari 1 meter.
Retakan tanah terjadi di perbukitan yang memiliki ketinggian 15-20 meter. Namun, gerakan tanah juga terjadi pada lahan di kawasan permukiman. Berdasarkan pantauan Kompas di lapangan, gerakan tanah tersebut mengakibatkan retakan pada bangunan dan bagian lantai terangkat.
Terkait retakan dan gerakan tanah, Didik mengatakan, pihaknya hanya bisa memantau dan selalu siaga untuk memberikan peringatan serta menyelamatkan warga yang berada di sekitar lokasi. Upaya penanganan dengan menutup rekahan saat ini tidak mungkin dilakukan karena kerumunan orang dan alat yang digunakan untuk kegiatan penutupan dikhawatirkan justru memberi beban tekanan dan membuat tanah semakin ambles.
Dalam hal ini, BPBD Kabupaten Magelang akan melibatkan ahli geologi untuk mengkaji gerakan tanah tersebut. Hasil kajian tersebut akan menjadi dasar pertimbangan untuk penanganan warga dan antisipasi bencana selanjutnya.
BPBD Kabupaten Magelang akan melibatkan ahli geologi untuk mengkaji gerakan tanah tersebut.
Hujan dengan intensitas tinggi yang terjadi mulai Rabu (4/3/2020) hingga Kamis (5/3/2020) mengakibatkan bencana longsor dan tanah bergerak di 27 lokasi di enam kecamatan, yaitu Kecamatan Mertoyudan, Kajoran, Borobudur, Salaman, Salam, dan Tempuran.
Ketua Organisasi Pengurangan Risiko Bencana (OPRB) Desa Sidosari, Hasanudin, mengatakan, sejak Rabu malam hingga Kamis petang, dia sudah berkeliling mengecek kondisi desa dan rumah-rumah warga setelah turun hujan lebat. Di tengah kegiatan tersebut, dia pun dikejutkan kejadian longsor dan tanah ambles yang terjadi mendadak. ”Ada bagian rumah warga yang mendadak runtuh saat saya foto pada Kamis pagi,” ujarnya.
Longsor dan gerakan tanah tersebut juga menimbulkan trauma pada warga. Puji Supriyati (53), salah seorang warga Desa Kranjang Lor, mengatakan, longsor pertama kali dari perbukitan di belakang rumahnya, mulai terjadi pada Kamis dini hari sekitar pukul 03.00.
”Ketika itu, saya mendengar suara berderak cukup keras, dan berikutnya longsoran tanah pun sudah menutup jalan,” ujarnya.
Kamis pagi, Puji pun mulai panik. Dia ingin mengungsi, tetapi akses jalan tertutup. Pada Kamis siang, perangkat desa pun mengintruksikan warga untuk segera meninggalkan rumah dan pergi mengungsi. Puji yang ketakutan kemudian menerobos jalan melewati lahan pertanian, hingga akhirnya bisa mengungsi di rumah tetangga.