Menko PMK: Deteksi Dini Covid-19 Harus Dimulai dari Puskesmas
›
Menko PMK: Deteksi Dini...
Iklan
Menko PMK: Deteksi Dini Covid-19 Harus Dimulai dari Puskesmas
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy berharap, puskesmas menjadi tempat deteksi pertama bagi penderita Covid-19.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy berharap, puskesmas menjadi tempat deteksi pertama bagi penderita Covid-19. Artinya, kesiagaan mendeteksi kasus Covid-19 harus sudah dimulai dari fasilitas kesehatan tingkat pertama.
Hal itu dikatakan Muhadjir seusai mengecek kesiapan Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA), Malang, sebagai rumah sakit rujukan kedua di Jawa Timur bagian selatan, dalam penanganan Covid-19, Jumat (6/3/2020). RSSA memiliki tim khusus bernama tim penyakit infeksi emerging disease (PIRE) yang terdiri atas 30 sampai 40-an dokter dari berbagai bidang.
”Kita harapkan, di setiap puskesmas, rumah sakit swasta, dan rumah sakit pratama, deteksi dini kasus Covid-19 bisa dilakukan sehingga tidak semua langsung dibawa ke rumah sakit rujukan. Pasien harus sudah ditangani hingga tahap stabilisasi sebelum dirujuk ke rumah sakit rujukan,” tutur Muhadjir.
Saat ini, menurut Muhadjir, semua puskesmas dan rumah sakit swasta sudah dilatih untuk menangani pasien terduga Covid-19. ”Rata-rata, mereka sudah diberi bekal tentang prosedur penanganan kasus Covid-19 sebelum mereka merujuk pasien ke rumah sakit rujukan,” ujarnya.
Mantan Menteri Pendidikan itu mengatakan, yang masih jadi persoalan adalah kurangnya alat pelindung diri (APD) bagi tenaga medis. ”Untuk Jatim saya dapat laporan, rumah sakit hanya mendapat empat APD di tiap rumah sakit. Memang bisa saling mendistribusikan dari yang tidak butuh ke rumah sakit yang membutuhkan, tapi sebaiknya segera ditambah,” ucapnya.
Menurut Muhadjir, kebutuhan APD bagi tenaga medis di rumah sakit, seperti masker dan baju khusus, cukup banyak. Sebab, misalnya, di RSSA, untuk sekali menangani kasus, dibutuhkan kelengkapan APD bagi 50 orang.
”Di RSSA ada 400-an APD, tapi itu untuk rumah sakit rujukan. Sekali pakai saja butuh 50-an APD dan sebagian itu tak bisa digunakan lagi dan harus dihancurkan,” katanya.
Di RSSA ada 400-an APD, tapi itu untuk rumah sakit rujukan. Sekali pakai saja butuh 50-an APD dan sebagian itu tak bisa digunakan lagi dan harus dihancurkan.
Selain persoalan APD, Muhadjir menyoroti keterbatasan ruang perawatan bagi pasien Covid-19. ”Saya habis meninjau lokasi yang disiapkan oleh RSSA sebagai rumah sakit rujukan utama di Jatim bagian selatan. Secara umum sudah bagus dan memenuhi standar. Hanya memang harus disempurnakan, utamanya dalam hal kapasitas. Baru ada lima bed. Tetapi untuk ruang isolasi, sudah sangat memenuhi syarat karena pintu masuk sudah tersendiri dan peralatannya lengkap,” tutur Muhadjir.
Direktur RSSA Malang Kohar Hari Santoso mengatakan, di RSSA saat ini tidak ada pasien terduga Covid-19. ”Sejak tiga pekan lalu, setidaknya ada enam orang yang diobservasi atas dugaan Covid-19. Satu meninggal, tapi bukan karena Covid-19. Setelah diperiksa di laboratorium, mereka semua negatif Covid-19. Posisinya saat ini sudah pulang semua,” ucapnya.
Pada saat itu, Muhadjir menjelaskan, untuk kewaspadaan terkait Covid-19, pemerintah menyiapkan Pulau Galang sebagai lokasi observasi dan rehabilitasi pasien terduga Covid-19. ”Memang sudah ada dua lokasi, yaitu di Natuna dan Pulau Sebaru. Namun, pemerintah menyiapkan Pulau Galang jika terjadi kondisi yang tidak diharapkan,” katanya.
Menurut dia, di sana tidak akan dibangun rumah sakit baru. Hanya saja, pemerintah akan merenovasi fasilitas yang sudah ada untuk difungsikan kembali. Pulau tersebut akan menjadi pusat evakuasi, observasi, dan rehabilitasi pasien Covid-19.
”Harapan Presiden, dua minggu ke depan, Pulau Galang sudah bisa difungsikan lagi,” ujar Muhadjir.