Pulau Batam terancam krisis air berkelanjutan apabila tidak ada solusi pengelolaan sumber daya air. Krisis air mengancam setelah beberapa bulan kurang hujan sepanjang tahun 2020.
Oleh
PANDU WIYOGA
·4 menit baca
BATAM, KOMPAS — Cadangan air baku Pulau Batam diprediksi hanya cukup untuk tiga bulan ke depan. Sembari mencari jalan keluar, penggiliran air pun diberlakukan. Mulai sepuluh hari ke depan, pasokan air bagi warga hanya akan mengalir lima hari dalam seminggu.
Saat ini, persediaan air di enam waduk buatan sumber air baku Batam mengalami penurunan karena curah hujan rendah dan rusaknya daerah tangkapan air.
Direktur Badan Usaha Fasilitas dan Lingkungan Badan Pengusahaan (BP) Batam Binsar Tambunan, Kamis (5/3/2020), menyatakan, keberadaan waduk di Batam sangat penting karena pulau itu tidak memiliki sungai. Kota itu hanya mengandalkan enam waduk penampung hujan.
Normalnya, curah hujan di Batam sekitar 2.400 milimeter (mm) per tahun. Namun, curah hujan itu menurun jadi 1.871 mm sepanjang tahun 2019.
Akibatnya, kini rata-rata ketinggian permukaan air di semua waduk menurun hingga 2 sentimeter (cm) per hari. ”Yang jadi masalah, penurunan (muka air) paling cepat justru di Waduk Duriangkang yang menopang sekitar 70 persen kebutuhan air di Batam atau 2.700 liter per detik,” kata Binsar.
Cadangan air baku di Waduk Duriangkang, Batam, Kepulauan Riau, terus menurun, Kamis (5/12/2019). Hal itu disebabkan curah hujan berkurang dan musim yang bergeser.
Level permukaan air Waduk Duriangkang sekarang berada 3,06 meter (m) di bawah katup pelimpah air (spillway). Jika laju penurunan muka air terus berada pada level 2 cm per hari, waduk itu diprediksi berhenti operasi 13 Juni 2020 saat muka air 5 meter di bawah spillway.
Itu artinya cadangan air hanya cukup memasok kebutuhan warga maksimal hingga 100 hari ke depan. Untuk itu, PT Adhya Tirta Batam (ATB) sebagai pengelola air di enam waduk itu akan menggilir pasokan air bagi pelanggan di delapan dari sembilan kecamatan di Batam.
Pemerintah juga harus memikirkan upaya jangka panjang agar ke depan Batam bisa terhindar sepenuhnya dari ancaman krisis air.
Corporate Secretary PT ATB Maria Jacobus mengatakan, penggiliran mulai Minggu (15/3/2020) itu akan berdampak pada 289.900 pelanggan. Artinya, 82 persen warga dan 98 persen industri di Pulau Batam hanya akan mendapat pasokan air lima hari dalam seminggu.
”Penggiliran untuk memperpanjang umur waduk hingga 6 Juli 2020 agar BP Batam punya cukup waktu melakukan sejumlah upaya teknis mengatasi kekeringan tersebut,” ujar Maria.
BP Batam, kata Binsar, telah menggandeng Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk modifikasi cuaca dengan menyemai awan mulai minggu depan. Selain itu, beberapa embung akan dibuat untuk menampung hujan yang lalu dialirkan ke waduk terdekat.
Sebenarnya, Batam masih punya satu waduk lagi. Waduk Tembesi yang dibangun 2010 dengan membendung laut sebenarnya siap beroperasi karena proses desalinasi air laut selesai 2014. Namun, pembangunan instalasi pengolahan air waduk ini masih menunggu proses lelang.
”Kami akan memompa air yang melimpah di Waduk Tembesi, 600 liter per detik, ke instalasi pengolahan air terdekat di Muka Kuning,” katanya.
Diperkirakan butuh Rp 45,7 miliar untuk membangun instalasi pipa 2,7 km dari Tembesi ke Muka Kuning. Waktu yang dibutuhkan mengerjakan proyek itu sekitar 2 bulan.
Menurut Maria, mengalirkan air dari Tembesi ke Muka Kuning merupakan jalan pintas yang sangat membantu. Namun, pemerintah juga harus berpikir jangka panjang agar Batam terhindar sepenuhnya dari ancaman krisis air.
”Agar tak terulang, pemerintah harus menyeleksi pelanggan industri yang butuh pasokan air sangat besar, salah satunya pabrik plastik,” katanya.
Menurut Binsar, Batam mirip Singapura yang sama-sama pulau kecil tanpa sungai sebagai sumber air baku alami. Bedanya, selain mengandalkan air baku dari waduk buatan, Singapura sudah lama mengolah air limbah untuk memenuhi 15 persen kebutuhan air baku.
Jangka panjang
Menanggapi hal itu, Maria menyatakan, mengalirkan air dari Tembesi ke Muka Kuning memang merupakan jalan pintas yang akan sangat membantu. Namun, pemerintah juga harus memikirkan upaya jangka panjang agar ke depan Batam bisa terhindar sepenuhnya dari ancaman krisis air.
”Agar ini tidak terulang lagi, pemerintah harus menyeleksi pelanggan industri yang butuh pasokan air sangat besar, salah satunya pabrik plastik,” kata Maria.
Di Batam, 70 persen air baku dari waduk yang dialirkan ke masyarakat masih berakhir sebagai limbah. Oleh karena itu, tahun depan Batam juga akan mulai membangun instalasi daur ulang air limbah dan instalasi desalinasi air laut. Proyek khusus untuk memenuhi kebutuhan air industri itu direncanakan rampung pada 2025.
”Sedangkan untuk mengantisipasi pemenuhan kebutuhan air yang diperkirakan meningkat dua kali lipat pada 2045 akan dibangun instalasi untuk mengalirkan air dari Pulau Bintan dan Pulau Lingga yang masing-masing berkapasitas 4.000 liter per detik,” ujar Binsar.