Separuh Lebih Pasien Covid-19 Sembuh
Dalam dua bulan, wabah Covid-19 telah menjangkiti 95.000 jiwa lebih penduduk di sekitar 80 negara. Sekitar 56 persen dari kasus positif itu atau lebih kurang 53.000 kasus telah sembuh.
GENEVA, KAMIS — Pada Rabu (4/3/2020), Komisi Nasional Kesehatan China melaporkan bahwa total terdapat 80.270 kasus positif Covid-19 di seluruh wilayah China dengan kasus meninggal 2.981 kasus.
Meski demikian, China juga melaporkan ada 2.652 pasien yang dinyatakan sembuh dan diperbolehkan pulang dari rumah sakit pada Rabu lalu.
Negara di luar China dengan kasus Covid-19 tinggi pun melaporkan adanya kasus yang sembuh, misalnya Iran dan Italia. Berdasarkan data Johns Hopkins CSSE, Kamis (5/3/2020), pukul 20.00 WIB, terdapat 2.922 kasus positif Covid-19 di Iran dengan kasus sembuh 552 orang dan kasus meninggal 92 orang. Adapun di Italia terdapat 3.089 kasus positif dengan jumlah yang sembuh 276 orang dan kasus meninggal 107 kasus.
Baca juga: Cerita Mereka yang Sembuh dari Covid-19
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus menyatakan, dirinya memahami bahwa dalam situasi wabah seperti sekarang, masyarakat merasa takut dan seperti menghadapi ketidakpastian. Rasa takut adalah hal manusiawi, apalagi jika menghadapi ancaman yang mengancam jiwa yang tidak dipahami sama sekali.
Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, para pakar mendapat data dan informasi terbaru untuk memahami lebih jauh penyakit Covid-19 dan penyebabnya, virus SARS-CoV-2.
”Apabila Anda ada di daerah di mana terdapat kasus Covid-19, maka perlu melakukan langkah-langkah pencegahan dengan serius. Ikuti panduan WHO dan otoritas kesehatan setempat,” kata Tedros.
Bagi mayoritas orang, Covid-19 hanya akan menimbulkan sakit ringan. Akan tetapi, pada kelompok orang tertentu akibatnya lebih serius bahkan fatal. Warga lanjut usia dan mereka yang memiliki penyakit penyerta, seperti penyakit jantung, pernapasan, dan diabetes, berisiko tertular hingga parah.
Baca juga: Inilah Kebijakan Negara-negara Menghadapi Wabah Covid-19
Berdasarkan panduan yang dikeluarkan WHO, setiap orang bisa melakukan tindakan sederhana untuk mencegah tertular Covid-19, antara lain menutup mulut dan hidung saat bersin atau batuk, mencuci tangan sesering mungkin, dan jaga jarak dari mereka yang batuk atau bersin.
Individu yang sehat tidak perlu menggunakan masker. Masker perlu dipakai oleh mereka yang menangani pasien Covid-19 atau mereka yang sedang sakit.
Alat pelindung diri
WHO menyatakan bahwa persediaan alat pelindung diri bagi tenaga kesehatan yang menangani pasien positif Covid-19 menipis akibat ”tingginya permintaan, penimbunan, dan penggunaan yang keliru”.
Alat pelindung diri tersebut, antara lain masker, baju pelindung, kacamata, dan sarung tangan.
Permintaan yang tinggi itu membuat harga masker naik enam kali lipat dan harga ventilator juga naik tiga kali lipat. Lebih jauh, kekurangan alat pelindung diri bisa membahayakan banyak nyawa, terutama tenaga kesehatan yang menangani pasien positif Covid-19.
Baca juga: Dunia Kekurangan Stok Masker
Tenaga kesehatan yang berada di garis depan dalam wabah Covid-19 mengandalkan alat pelindung diri untuk melindungi diri mereka dan pasiennya dari tertular atau menularkan penyakit.
”Tanpa alat pelindung diri risiko terhadap tenaga kesehatan di seluruh dunia sangat nyata. Kita tidak bisa menghentikan Covid-19 tanpa melindungi tenaga kesehatan,” kata Tedros.
Berdasarkan pemodelan yang dikembangkan WHO, upaya dunia mengendalikan wabah Covid-19 membutuhkan masker sebanyak 89 juta unit per bulan, sarung tangan 76 juta unit sebulan, dan kacamata (goggle) 1,6 juta unit sebulan, termasuk cairan pembersih tangan sebanyak 2,9 juta liter.
Baca juga: Produsen Etanol Turut Perangi Covid-19
Untuk memenuhi kebutuhan itu, WHO memperkirakan industri alat pelindung diri perlu meningkatkan produksinya sebesar 40 persen.
Tedros mengatakan, WHO telah mengirimkan lebih dari 500.000 set alat pelindung diri ke 27 negara. Namun, suplai itu terus akan berkurang dengan cepat karena habis dipakai.
Tiga negara
Ketika kasus baru harian di China menurun, peningkatan kasus Covid-19 di Korea Selatan, Iran, dan Italia justru kian mengkhawatirkan.
Korea Selatan telah melaporkan total 6.088 kasus positif, Italia 3.089 kasus, dan Iran 2.922 kasus.
Situasi itu membuat Beijing khawatir sebab sejauh ini ada 20 kasus Covid-19 di China yang berasal dari luar China, terutama Italia dan Iran.
Kondisi di tiga negara itu pun membuat pemerintah Indonesia mengambil beberapa kebijakan untuk mencegah penyebaran wabah Covid-19.
Indonesia, untuk sementara, melarang individu dengan riwayat perjalanan dalam 14 hari terakhir ke sejumlah daerah di Iran, Italia, dan Korea Selatan masuk ke Indonesia.
Baca juga: Indonesia Larang Pendatang Tiga Negara
Daerah dimaksud adalah Teheran, Qom, dan Gilan (Iran), wilayah Lombardi, Veneto, emilia Romagna, Marche, dan Piedmont (Italia), serta kota Daegu dan Provinsi Gyeongsangbuk-do (Korea selatan).
Individu dari tiga negara tersebut tapi di luar daerah yang disebutkan di atas harus memiliki surat keterangan sehat dari otoritas kesehatan yang ditunjukkan kepada maskapai penerbangan ketika masuk ke Indonesia.
Kebijakan serupa juga ditempuh oleh Thailand yang kini memiliki 47 kasus Covid-19.
Kamis (5/3/2020) kemarin, Afrika Selatan melaporkan kasus pertama Covid-19. Kasus ini adalah seorang laki-laki berusia 38 tahun yang memiliki riwayat bepergian ke Italia.
”Pagi ini Institut Nasional Penyakit Menular mengonfirmasi bahwa hasil pemeriksaan atas kasus terduga Covid-19 ternyata positif,” kata Menteri Kesehatan Afrika Selatan Zweli Mkhize.
Kasus di Afrika Selatan ini merupakan kasus Covid-19 pertama di bagian selatan Benua Afrika dan kasus terbaru di kawasan sub-Sahara Afrika setelah sebelumnya Nigeria dan Senegal melaporkan adanya kasus positif.
290 juta murid
Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) menyatakan, wabah Covid-19 yang terus meluas membuat 13 negara telah menutup sementara sekolah. Akibatnya, 290 juta murid tidak bisa masuk sekolah.
Baca juga: Hampir 300 juta Pelajar Terdampak
Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay mengatakan, skala dan kecepatan gangguan wabah terhadap pendidikan luar biasa. Jika situasi ini berlangsung lama akan mengancam hak anak untuk mendapatkan pendidikan.
Seiring korban meninggal akibat Covid-19 mencapai 107 jiwa, Rabu kemarin, Italia memerintahkan sekolah dan universitas tutup hingga 15 Maret 2020.
Sementara Korea Selatan telah menunda dimulainya jadwal akademik sampai 23 Maret 2020. Di Jepang, hampir semua sekolah tutup sampai liburan musim semi setelah diperintahkan Perdana Menteri Shinzo Abe. Sekolah akan dibuka kembali akhir Maret hingga awal April 2020. Adapun di Perancis, sekitar 120 sekolah telah ditutup pekan ini akibat wabah Covid-19. (AFP)