Perekonomian petani karet kembali terpuruk akibat jatuhnya harga karet dari Rp 6.500 menjadi Rp 4.500 per kilogram sebulan terakhir. Sempat membaik, harga kembali turun di pasar global.
Oleh
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Perekonomian petani karet kembali terpuruk akibat jatuhnya harga karet dari Rp 6.500 menjadi Rp 4.500 per kilogram sebulan terakhir. Sempat membaik, harga kembali turun di pasar global.
Sekretaris Gabungan Perusahaan Karet Indonesia Sumut Edy Irwansyah mengatakan, penurunan harga karet di pasar dunia menyeret harga karet di Tanah Air. Awal Januari, harga karet jenis technically specified rubbers (TSR) 20 sempat mencapai 1,52 dollar AS per kilogram. Maret ini, harga karet dunia anjlok hingga 1,30 dollar AS per kilogram.
”Ini membuat petani tidak bergairah. Produksi karet dari petani pun terus berkurang,” kata Edy, Jumat (6/3/2020). Di desa-desa sentra karet, aktivitas perekonomian terus menurun. Petani menebang tanaman karet dan menggantinya dengan tanaman lain.
Mislan Purba (54), petani karet yang juga Kepala Desa Bah Damar, Kecamatan Dolok Merawan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumut, mengatakan, banyak petani membiarkan karetnya terbengkalai, tidak disadap, dan beralih menjadi buruh bangunan atau buruh tani. ”Efeknya perekonomian di desa kami juga sepi. Warung-warung tutup dan sepeda motor ditarik, cicilan nunggak,” kata Mislan.
Petani karet di Desa Bah Damar rata-rata punya kebun karet seluas 0,5 hektar per keluarga. Setiap keluarga rata-rata dapat karet 70 kg per minggu. Dengan harga Rp 4.500 per kg, hasilnya Rp 315.000 per minggu. ”Hasil itu masih harus dibagi dengan penyadap. Saat ini, hanya dapat sekitar Rp 150.000 per minggu,” kata Mislan.
Petani karet mempertahankan kebun karena masih berharap harga naik lagi seperti sebelum tahun 2012 yang mencapai Rp 20.000 per kg. Namun, sebagian tak bisa bertahan sehingga menebang karetnya.
Penurunan pasokan karet dari petani, kata Edy, membuat 30 pabrik karet di Sumut terpuruk akibat kekurangan bahan baku. Pabrik hanya memproduksi sekitar 400.000 ton karet remah per tahun dari kapasitas produksi 820.000 ton. Pabrik pun jadi tak efisien karena ada kapasitas menganggur hingga lebih dari 50 persen.
Karet Sumsel
Kondisi serupa terjadi di Sumatera Selatan. Harga karet Rp 4.500 sampai Rp 5.000 per kg. Penurunan harga karet terasa pada awal Februari, bersamaan wabah Covid-19. Namun, penyebab pasti penurunan harga belum diketahui. Menurut Jumirin, petani karet di Sembawa, Kabupaten Banyuasin, banyak petani memutuskan untuk menanam dengan sistem tumpang sari dengan jagung, nanas, dan porang.
Soal harga ini, petani yang bergabung dalam Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar (UPPB) menikmati harga sekitar Rp 8.000 per kg meski angka itu juga belum bagus. Sebenarnya, awal Januari lalu, harga karet sempat membaik, di tingkat petani swadaya harga sempat mencapai Rp 6.000 per kg, seiring redanya ketegangan perdagangan China dan AS.
Produksi karet di tingkat petani pun sudah membaik seiring berkurangnya fenomena gugur daun. Namun, permintaan pasar dari luar negeri belum membaik, padahal sebagian besar produk karet diekspor. ”Saat ini, daya serap karet untuk kebutuhan dalam negeri hanya 20 persen, sisanya diekspor,” kata Ketua Gabungan Perusahaan Karet Indonesia Sumsel Alex K Eddy.
Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Dinas Perkebunan Sumatera Selatan Rudi Arpian mengatakan, pemerintah daerah tidak bisa berbuat banyak terkait penurunan harga. Ini lantaran karet sangat bergantung pada kondisi pasar global. Saat ini, jumlah UPPB di Sumsel bertambah. Pada Desember 2019 berjumlah 217 unit dan Februari ini meningkat menjadi 231 unit. (NSA/RAM)