Industri pariwisata mulai terkena dampak nyata dari wabah Covid-19. Dampak itu adalah kunjungan wisatawan yang menurun, pemesanan kamar hotel dan pusat konvensi batal, serta pembelian paket perjalanan merosot.
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Industri pariwisata mulai terkena dampak nyata dari wabah Covid-19. Dampak itu adalah kunjungan wisatawan yang menurun, pemesanan kamar hotel dan pusat konvensi batal, serta pembelian paket perjalanan merosot. Kondisi lesu ini membuat sejumlah perusahaan di sektor pariwisata mulai kesulitan membayar gaji karyawan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, ada 1,272 juta kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia pada Januari 2020. Jumlah ini merosot 7,62 persen dibandingkan dengan Desember 2019 yang sebanyak 1,377 juta kunjungan. Adapun tingkat hunian kamar klasifikasi bintang pada Januari 2020 sebesar 49,17 persen atau turun 10,22 poin dibandingkan dengan Desember 2019 yang sebesar 59,39 persen.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani, di Jakarta, Jumat (6/3/2020), mengatakan, dana kas perusahaan mulai terganggu penurunan tingkat okupansi atau hunian kamar hotel dan penurunan jumlah pengunjung restoran. Menurut Hariyadi, beberapa perusahaan mulai merumahkan atau meminta karyawan cuti tanpa dibayar.
”Beberapa perusahaan yang karyawannya pekerja harian sudah jelas tidak dipakai lagi, sedangkan yang karyawan kontrak mulai dirumahkan,” kata Hariyadi. Beberapa perusahaan juga terancam wanprestasi atau gagal membayar pinjaman kredit ke bank karena uang kas perusahaan dialihkan untuk membayar biaya operasional ataupun gaji karyawan.
Berdasarkan data Badan Pimpinan Pusat PHRI, penurunan okupansi paling drastis terjadi di Bali, yaitu 60-80 persen. Saat ini, okupansi hotel di Bali berkisar 30-40 persen dibandingkan dengan kondisi normal. Sejak wabah Covid-19 merebak, sudah ada pembatalan 40.000 kamar hotel dengan kerugian Rp 1 triliun.
Sementara di Batam dan Bintan, tingkat okupansi pada Januari-Februari 2020 turun 30-40 persen dibandingkan dengan hari-hari normal. Okupansi hotel saat ini 20-30 persen. Di Manado, dengan 70 persen turis berasal dari China, tingkat okupansi turun 30-40 persen sehingga okupansi rata-rata saat ini 30 persen dari kondisi normal.
Perjalanan
Sekretaris Jenderal Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) Pauline Suharno mengatakan, selama Februari 2020, relatif tidak ada pemasukan karena pembelian paket-paket perjalanan anjlok. Sementara biaya operasional perlu dibayar. Dampaknya, beberapa karyawan mulai diminta untuk cuti tanpa bayaran.
Per akhir Januari 2020, sejak Pemerintah China menerapkan larangan bepergian bagi warganya, penjualan paket perjalanan turun 60 persen dan pembatalan penumpang 80 persen. Kondisi ini diperkirakan semakin lesu seiring perjalanan ibadah umrah dan haji yang ditunda sampai wabah Covid-19 mereda.
”Kondisi ini diperkirakan terus menurun seiring bertambahnya negara yang warganya terinfeksi Covid-19. Semula kami berharap bisa menjual destinasi selain China, ternyata malah meluas ke negara lain,” kata Pauline. Pembelian paket perjalanan oleh wisatawan Nusantara juga tidak bisa mengangkat pemasukan. Sebab, saat ini orangorang takut bepergian.
Pauline menyayangkan sikap pemerintah yang belum memberi keringanan pada beban pengusaha jasa perjalanan. Insentif yang diarahkan pemerintah masih fokus pada maskapai penerbangan, perhotelan, dan restoran. Secara terpisah, Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggaraan Kegiatan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Rizki Handayani Mustafa mengatakan, berbagai cara sedang dipikirkan untuk menjaga agar industri pariwisata tidak mati dan berujung pada pemecatan karyawan.
Sementara insentif berupa pembebasan pungutan pajak bagi sejumlah hotel dan restoran tetap akan diberlakukan. ”Seluruh dunia mengalami karena ini yang sakit bukan destinasinya, melainkan pasarnya dan ini terjadi di seluruh dunia,” katanya. (AGE)