Mereka Menjaga Pasien di Kamar Isolasi
Sebagai garda terdepan di rumah sakit, merawat dan mengobati pasien adalah tugas mereka. Tetapi, bagaimana apabila mereka harus bersentuhan langsung dengan pasien itu positif atau diduga terkena virus korona baru?
Rambut Feni Mulyani (25) masih lembab ketika memasuki ruang tamu Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Jakarta Utara, Jumat (6/3/2020). Dia baru saja mandi ketiga kalinya siang itu.
Petugas kebersihan ini sering mandi bukan karena suka main air, melainkan menjalankan aturan yang mengharuskan setiap petugas medis ataupun nonmedis mandi setelah masuk ruang isolasi. Rumah sakit ini menjadi salah satu rujukan nasional penanggulangan kasus penyakit akibat virus korona.
Setiap hari, Feni membersihkan sembilan kamar isolasi. RSPI memiliki 11 kamar isolasi, dan hingga kemarin ada sembilan kamar yang diisi pasien terkait virus korona. Sekitar pukul 06.00, dia sudah berada di rumah sakit, lalu pulang pukul 17.00. Setidaknya, 3-4 kali ia memasuki ruang isolasi dengan menggunakan alat pelindung diri (APD) yang sekilas mirip baju astronot tersebut. ”Aku membersihkan kamar mandi, sampah, dan debu,” katanya.
Baca juga: Jangan Stigma Kami, tetapi Doakan Kerja Kami
Sebelum korona melanda, ia bertugas di tempat pasien tetanus dan difteri. Akan tetapi, ia dipindahkan ke ruang isolasi setelah ada warga yang diduga terinfeksi virus korona baru dan pasien dengan pengawasan (PDP/suspect) korona baru dirawat di rumah sakit itu.
Awalnya, ia merasa agak khawatir ditugaskan di ruang isolasi karena kencangnya pemberitaan terkait virus yang memicu Covid-19. Akan tetapi, ia selalu mengikuti standar prosedur operasional yang diterapkan rumah sakit itu bagi seluruh pekerja yang bersentuhan dengan pasien di ruang isolasi.
Meskipun sudah membersihkan diri sesuai standar rumah sakit, saban pulang kerja, Feni yang tinggal di rumah kakaknya di Jakarta Pusat juga selalu mendapat pertanyaan, ”Sudah mandi, belum?”
Baca juga: Pasien Covid-19 Tambah Dua Orang
Petugas kebersihan ini sering mandi bukan karena suka main air, melainkan menjalankan aturan yang mengharuskan setiap petugas medis ataupun nonmedis mandi setelah masuk ruang isolasi.
Kekhawatiran juga merebak di keluarga besarnya yang tinggal di Brebes, Jawa Tengah. Sang ibunda selalu menanyakan kondisi kesehatan Feni.
Para tetangganya pun tak mau kalah. Mereka berulang kali penasaran dengan pasien-pasien yang dirawat di RSPI Sulianti Saroso. Mereka bertanya ihwal kondisi pasien, seperti apa penularan virusnya, hingga mengkhawatirkan kesehatan diri Feni. ”Kan pasien di dalam pengawasan dan pemantauan. Kalau seandainya aku terkena, berarti aku sudah diisolasi juga di rumah sakit,” begitu petugas kebersihan yang sudah bekerja selama tiga tahun ini menjawab.
Dengan wabah virus ini, Feni merasa pengetahuannya bertambah. Perannya tak sekadar membawa sapu dan ember. Namun, pelan-pelan bisa menyosialisasikan kondisi pasien yang dirawat di rumah sakit.
Selain itu, ia juga menjadi teman curhat para pasien. Banyak di antara mereka mengeluh karena bosan. Sering pula ada pasien yang curhat kepadanya. Setiap melewati kamar para pasien, namanya selalu disebut dan mereka mengajaknya bercakap-cakap. ”Sabar ya, Bu. Kan lagi berobat,” begitu dia membesarkan hati setelah mendengarkan keluhan pasien.
Baca juga: Seorang Pasien Terduga Korona di Sulianti Saroso Meninggal
Peredam kekhawatiran
Perawat di ruang isolasi RSPI Sulianti Saroso, Widia Astuti, menambahkan, dia memiliki ”profesi” baru setelah korona melanda dunia, yakni menjadi penyuluh virus korona di Cileungsi, Bogor, Jawa Barat, tempat dia tinggal.
Ketika masker sulit dicari, para tetangga menyerbunya untuk menanyakan seberapa penting penggunaan masker. Apa bisa masker diganti dengan tisu basah dan pertanyaan-pertanyaan lain. Bahkan, ada warga yang memintanya menjadi pembicara korona saat arisan.
Baca juga: Siapa Sulianti Saroso, Dokter Perempuan yang Pernah Memimpin Majelis Kesehatan Dunia
Dengan semua tugas tambahan ini, ia tidak keberatan. ”Saya malah senang, jadi bisa berbagi. Saya merasa bertanggung jawab ke lingkungan sekitar karena mereka menanyakan semua ke saya,” kata ibu dua anak ini.
Dia juga meyakinkan keluarganya dan orang sekitar agar jangan terlalu panik atas kesehatannya. Waspada boleh, tetapi khawatir berlebihan tak perlu. Sebab, standar operasional di rumah sakit sudah sangat aman.
Selain harus mandi, setiap petugas harus mengenakan APD lengkap ketika memasuki ruang isolasi. APD itu hanya berlaku untuk sekali pakai. Dalam hal keperawatan, lanjutnya, mereka juga mengurangi kontak antara pasien positif Covid-19 dan PDP. Caranya adalah dengan membedakan antara perawat pasien positif Covid-19 dan PDP.
Jumat kemarin, Widia kebetulan mendapatkan giliran merawat pasien positif Covid-19. ”Jadi dalam satu shift itu, tidak boleh dicampur (perawat pasien positif dan PDP). Kalau saya kontak dengan pasien positif, saya tak boleh menangani PDP. Begitu juga sebaliknya,” katanya.
Mereka juga mengurangi kontak antara pasien positif Covid-19 dan PDP. Caranya adalah dengan membedakan antara perawat pasien positif Covid-19 dan PDP.
Ditambah lagi, makanan pasien yang biasanya diantar petugas dari bagian gizi kini diantar langsung oleh perawat. Ini juga untuk menghindari kontak langsung antara pasien dan petugas bagian gizi, yang notabene mengolah makanan untuk semua pasien. Kondisi kesehatan petugas pun dipantau. Mereka diberi tambahan asupan nutrisi dan vitamin.
Sebagai manusia, Widia agak merinding tatkala membaca laporan tentang petugas medis di China yang tewas akibat terinfeksi virus korona baru. Namun, dengan patuh kepada standar operasional dan menjaga kesehatan, ia meyakini semua petugas akan baik-baik saja.
Dokter spesialis paru Adria Rusli, yang sudah 15 tahun bekerja di rumah sakit ini, menyadari bahwa selalu ada risiko bagi petugas medis. Sebab, mereka berada di garda terdepan penanganan korona. Namun, kedisiplinan dan kepatuhan terhadap aturan main menjadi kunci.
Menurut dia, ada kecenderungan Covid-19 berdampak besar bagi mereka yang berusia tua dan memiliki penyakit penyerta. Namun, bagi pasien yang di luar kriteria itu, lanjutnya, Covid-19 itu ibarat flu biasa. ”Kalau buat kami, ini kasus biasa saja. Tidak ada yang istimewa karena rumah sakit sudah berpengalaman, baik di kasus flu burung maupun kasus-kasus lainnya,” katanya.
Keluarganya pun merasa tak ada yang perlu dicemaskan. Istri dan dua anaknya sudah mengerti kerja sang bapak. Menurut alumnus Universitas Indonesia ini, penyakit datang karena tiga hal. ”Kuman, lingkungan, dan diri. Kalau kita sehat, kita tidak lemah daya tahan tubuhnya, ya rasanya tidak akan sakit. Oleh sebab itu, perhatikan pola makan, istirahat cukup, jangan stres. Sadar sama keadaan diri, kalau sedang lemah daya tahan tubuhnya, jangan dulu ke tempat umum,” katanya mengingatkan.