Lobi-lobi politik dilakukan pemerintah kepada pimpinan parpol untuk memuluskan proses pembahasan RUU Cipta Kerja di Parlemen.
Oleh
Rini Kustiasih dan Nikolaus Harbowo
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Proses politik dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang dibentuk dengan metode omnibus law berlangsung ketat di antara partai politik. Upaya lobi-lobi untuk memuluskan pembahasan itu dilakukan oleh Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator bidang Perekonomian yang juga Ketua Umum Partai Golkar, dengan menemui sejumlah pimpinan parpol dalam dua pekan terakhir.
Setelah bertemu dengan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman, 25 Februari lalu, Airlangga pada Kamis (5/3/2020) malam menemui Presiden ke-enam RI yang juga Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono di Cikeas, Bogor. Bagi kedua partai, ini adalah pertemuan pertama di tahun 2020 setelah kontestasi Pilpres dan Pileg 2019.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrat (PD) Hinca Pandjaitan, Jumat (6/3) di Jakarta mengatakan, pertemuan berlangsung hangat. Bahkan, batik yang dikenakan perwakilan kedua parpol pun seolah menyimbolkan penghargaan satu sama lain. Elite Golkar mengenakan batik bernuansa kuning, sedangkan elite Demokrat mengenakan batik bernuansa biru. Yudhoyono sendiri mengenakan batik bernuansa biru, tetapi bermotif bunga yang berwarna kuning.
Dalam pertemuan tertutup itu, Airlangga ditemani sejumlah elite partai, antara lain Azis Syamsuddin, Ahmad Doli Kurnia, dan Meutya Hafidz. Adapun Yudhoyono didampingi antara lain oleh Edhie Baskoro Yudhoyono, Agus Harimurti Yudhoyono, dan Hinca Pandjaitan.
Peneliti Departemen Politik dan Hubungan Internasional Centres Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes, mengatakan, pertarungan soal dukungan terhadap RUU Cipta Kerja saat ini berada di Senayan (DPR). Oleh karena itu, Airlangga selaku ketua partai yang juga Menko Perekonomian, memiliki kepentingan untuk melobi atau mendekati partai-partai.
“Tujuannya ialah melihat sikap atau positioning partai terhadap omnibus law, dan sekaligus mengkomunikasikan kepentingan pemerintah dalam hal ini,” katanya.
Menurut Hinca, Airlangga selaku Menko Perekonomian, menjelaskan dirinya diutus oleh Presiden Joko Widodo, dan menyampaikan salam Presiden Jokowi kepada Yudhoyono. Airlangga juga mengajak peran serta Demokrat memberikan masukan agar niat baik restrukturisasi perekonomian bisa berhasil dengan baik. Restrukturisasi perekonomian itu antara lain dilakukan dengan membuat RUU Cipta Kerja.
Ajakan Airlangga itu disambut baik oleh Yudhoyono. “Kita senang mendengar ajakan ini dan menyambutnya. Sampaikan salam saya kepada Presiden Jokowi. Sebab PD ingin menjadi part of solution dan part of progress. Sikap politik PD tidak berubah sejak awal. Yang sudah baik kita dukung, yang belum baik kita perbaiki bersama. Negara ini negara kita bersama. Kita bangun bersama, meskipun kami tidak berada dalam pemerintahan,” katanya.
Menurut Hinca, pertemuan dengan Airlangga belum sampai pada pembahasan substansi RUU. “Baru disampaikan mengajak mendiskusikan dan memberikan masukan. Kami belum melihat drafnya, dan tentu belum membacanya. Jadi ini baru ajakan,” katanya.
Demokrat tetap akan membedah satu per satu pasal di dalam RUU Cipta Kerja. Sejumlah hal akan dipertimbangkan, termasuk beberapa norma yang selama ini menjadi perdebatan di tengah-tengah publik, semisal soal ketenagakerjan dan lingkungan hidup. Masukan kritis akan tetap diberikan Demokrat. “Tentu soal ini (buruh dan lingkungan hidup) menjadi perhatian kami. Begitu kami mendapatkan naskah RUU Cipta Kerja, kami akan membedahnya,” kata Hinca.
Memuluskan pembahasan
Wakil Ketua Umum Partai Golkar Hetifah Sjaifudian mengatakan, komunikasi politik mulai dibangun agar ada kesepahaman dalam rencana besar RUU Cipta Kerja. Dari hasil pertemuan itu, Demokrat akan dilibatkan secara aktif dan intensif dalam perumusan RUU Cipta Kerja meskipun berada di luar koalisi pemerintahan.
“Saya pikir tak bisa dimungkiri, pasti komunikasi politik ini diharapkan bisa juga memperlancar proses pembahasan RUU. Kalaupun ada perbedaan, sifatnya nanti akan dibahas secara deliberatif. Maksudnya, argumen masing-masing bisa dikemukakan, lalu dicari jalan keluar. Jadi tidak karena kami beroposisi, apapun yang diusulkan akan ditolak," ujarnya.
Yudhoyono mendorong agar RUU Cipta Kerja berfokus pada kebijakan yang menyasar pembangunan, pengentasan kemiskinan, dan penciptaan lapangan kerja. Selain itu, Yudhoyono juga meminta kepada pemerintah agar membuka komunikasi publik terkait isi dan tujuan dari RUU tersebut sehingga tak memunculkan misinformasi dan mispersepsi di masyarakat.
Hetifah menyampaikan, di dalam pertemuan itu, Yudhoyono mendorong agar RUU Cipta Kerja berfokus pada kebijakan yang menyasar pembangunan, pengentasan kemiskinan, dan penciptaan lapangan kerja. Selain itu, Yudhoyono juga meminta kepada pemerintah agar membuka komunikasi publik terkait isi dan tujuan dari RUU tersebut sehingga tak memunculkan misinformasi dan mispersepsi di masyarakat.
"Yang terpenting, bagaimana semua pihak bisa terlibat ikut berpikir dan berkontribusi agar undang-undang ini bisa menghindari hal-hal yang berpotensi negatif. Sebab, harus ada tingkat penerimaan yang baik tetapi itu harus diikuti jaminan isinya tidak bermasalah dan berkeadilan," ucapnya.
Selain pembicaraan masalah RUU Cipta Kerja, Hetifah tak menyangkal bahwa dibahas pula peluang koalisi antara Partai Golkar dan Partai Demokrat di Pilkada 2020. Ia menyebut, belum ada keputusan detil terkait peta koalisi di daerah itu.
"Ke depannya memang dimungkinkan saja ada satu partnership. Dia (Yudhoyono) justru melihat partnership itu lebih luas dari sekadar koalisi politik jangka pendek," katanya.
Partai Golkar juga masih akan membangun komunikasi dengan parpol lainnya, termasuk Partai Amanat Nasional (PAN). Namun, hingga saat ini, belum ada kepastian jadwal pertemuan tersebut."Saya yakin cepat atau lambat pasti akan ada kesempatan berkomunikasi dengan PAN juga. Kan, prinsipnya berproses," ujar Hetifah.
Di sisi lain, menurut Arya, di dinternal parpol koalisi pun terjadi diskursus yang ketat mengenai RUU Cipta Kerja. Boleh jadi parpol lain di dalam koalisi merasa RUU Cipta Kerja ini merupakan proyek atau program salah satu parpol tertentu.
“Di dalam parpol koalisi, hal ini (RUU Cipta Kerja), tentu juga tidak mudah diterima begitu saja. Mereka mungkin saja berpikir ini nantinya siapa yang akan mendapatkan keuntungan politik kalau ini (RUU Cipta Kerja) diterima. Di dalam internal partai koalisi pasti ada diskursus tersendiri yang juga ketat,” katanya.
Untuk menghilangkan persepsi semacam itu, menurut Arya, Presiden Jokowi justru harus aktif membangun komunikasi di internal parpol koalisi mengenai RUU Cipta Kerja. Dengan demikian, tidak ada persepsi yang menempatkan RUU Cipta Kerja sebagai proyek parpol tertentu.
“RUU Cipta Kerja ini kan hajatnya presiden atau pemerintah, sehingga tentu presiden idealnya mengambil inisiatif bertemu dengan pimpinan partai-partai koalisi supaya tidak muncul persepsi lain, dan tidak muncul pertanyaan kenapa kami tidak diajak bicara,” ujarnya.