Penurunan harga minyak, Senin (9/3/2020,) merupakan yang terburuk sejak 1991 kala Perang Teluk meletus. Nilai saham global juga berkurang dengan jumlah hampir setara APBN Indonesia selama enam tahun
Oleh
Kris Mada
·3 menit baca
NEW YORK, SENIN — Harga minyak dan indeks saham global rontok setelah Arab Saudi memulai perang harga minyak. Penurunan harga minyak, Senin (9/3/2020), adalah yang terburuk sejak 1991 kala Perang Teluk meletus. Nilai saham global juga berkurang dengan jumlah hampir setara APBN Indonesia selama enam tahun.
Di Amerika Serikat, harga rata-rata minyak anjlok hingga lebih dari 30 persen dan berada di kisaran 30 dollar AS per barel. Harga Brent, minyak yang menjadi acuan harga global, anjlok 22 persen menjadi 35 dollar AS per barel.
Refinitiv, lembaga penelitian data ekonomi, menyebut penurunan harga minyak hari ini hampir sama buruknya dengan penurunan kala Perang Teluk dimulai. Selain Perang Teluk 1991, harga minyak AS juga pernah rontok kala menara kembar WTC di New York menjadi sasaran teroris pada September 2001.
Penurunan kali ini dipicu oleh keputusan Arab Saudi yang akan memangkas harga hingga 7 dollar AS per barel untuk minyak yang akan dikirim ke AS pada April 2020. Riyadh juga akan menambah produksi sedikitnya 1 juta barel per hari menjadi 11 juta barel mulai April 2020.
Keputusan tersebut dibuat setelah Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) gagal bersepakat dengan Rusia. Meski menjadi salah satu produsen minyak terbesar, Rusia bukan anggota OPEC.
Pada 31 Maret 2020, kesepakatan pengendalian produksi yang sudah berlangsung tiga tahun antara Rusia dan OPEC berakhir. Dalam pertemuan pekan lalu di Vienna, Austria, OPEC mengajak Rusia kembali memangkas produksi minyak dunia total 1,5 juta barel per hari.
Penurunan permintaan, antara lain karena kecemasan atas wabah virus SARS-CoV-2, menjadi alasan usulan pemangkasan.
Saham
Penurunan harga minyak berimbas ke bursa saham. Indeks S&P 500 (INX) terpangkas 5 persen. Sementara indeks DOW (DJI) anjlok 4,2 persen dan Nasdaq composite (Comp) berkurang 4,5 persen.
Indeks-indeks itu merupakan acuan global yang memantau perusahaan-perusahaan terbesar di dunia. Dengan total nilai pasar lebih dari 30 triliun dollar AS, penurunan indeks-indeks itu membuat pemegang saham perusahaan-perusahaan pada indeks-indeks tersebut kehilangan lebih dari 1 triliun dollar AS atau sedikitnya Rp 14.000 triliun.
Nilai tersebut hampir setara APBN Indonesia selama enam tahun. Dalam beberapa tahun terakhir, APBN Indonesia rata-rata Rp 2.100 triliun.
Sementara dari Australia dilaporkan, indeks ASX 200 berkurang 5,9 persen atau terburuk sejak 2008. Sementara Nikkei 225 di Jepang berkurang hampir 5 persen. Dari Hong Kong, Hang Seng (HIS) kehilangan 4 persen pada pembukaan perdagangan pagi atau terburuk dalam dua tahun terakhir.
Adapun Kospi di Korea Selatan dan Shanghai Composite di China berkurang masing-masing 3 persen dan 2 persen.
Penurunan harga minyak merupakan pukulan lanjutan bagi bursa sepanjang 2020. Sebelumnya, bursa telah terpukul oleh wabah virus SARS-CoV-2. Kala dampak wabah belum ada tanda akan berakhir, kini bursa terpukul lagi.
Penurunan nilai dalam beberapa hari terakhir malah lebih mengerikan. Bank of America, seperti dilaporkan CNN, menaksir 9 triliun dollar AS tersapu dari bursa global dalam perdagangan akhir Februari 2020 dan awal Maret 2020. (AFP/REUTERS)