Bertahun-tahun Indonesia mencanangkan membangun industri bahan baku obat. Kenyataannya, sampai kini 95 persen bahan baku masih impor. Tanpa tekad kuat dan konsisten dalam pelaksanaan, kemandirian hanya menjadi impian.
Oleh
ATIKA WALUJANI MOEDJIONO
·2 menit baca
Bertahun-tahun Indonesia mencanangkan niat membangun industri bahan baku obat agar memiliki kemandirian serta harga obat lebih murah. Kenyataannya, kalau pada 1976 Indonesia mengimpor hampir 90 persen bahan baku obat, tahun lalu malah 95 persen bahan baku obat masih impor. Mayoritas dari China dan India.
Karena itu, Presiden Joko Widodo meminta pelaku industri mengurangi impor bahan baku obat dan memerintahkan agar ada insentif bagi riset obat-obatan yang menggunakan bahan baku dalam negeri. Kementerian Kesehatan pun menargetkan, impor bahan baku obat turun 15 persen di 2021. Pemerintah melakukan berbagai upaya, antara lain menyederhanakan perizinan melalui tanda tangan elektronik.
Catatan Kompas, sejak tahun 1970-an pemerintah mencoba mendorong produksi bahan baku obat. Dalam surat pemberian izin usaha industri farmasi untuk penanaman modal asing ada klausul: setelah lima tahun beroperasi di Indonesia harus memproduksi satu bahan baku farmasi.
Namun kebijakan itu tidak dijalankan secara konsisten. Tidak ada aturan bahwa bahan baku obat harus sesuai dengan obat yang diproduksi. Karena itu, klausul dilaksanakan sebagai formalitas belaka.
Tahun 1998, Departemen Kesehatan dan Kantor Menteri Negara Pendayagunaan BUMN sepakat mengembangkan industri bahan baku farmasi dalam negeri. Dibentuk tim kecil terdiri dari pejabat kedua departemen ditambah para direksi BUMN farmasi dan direksi BUMN petrokimia.
Dua tahun kemudian, Indonesia mencanangkan target bahwa di 2005, Indonesia mampu menjadi pemain di kawasan ASEAN dengan memproduksi 30-50 jenis bahan baku obat esensial. Tahun 2010 berharap diperhitungkan di Asia dengan produksi 100 jenis bahan baku obat.
Tahun 2015, gantian Kementerian Perindustrian bertekad menarik minat investasi lokal maupun manca negara di bidang industri bahan baku obat lewat fasilitas tax holiday dan tax allowance.
Namun, target tinggal target. Tanpa tekad kuat dan konsisten dalam pelaksanaan, kemandirian hanya menjadi impian. Selain penyusunan regulasi yang akomodatif dan mempermudah perizinan, untuk membangun industri bahan baku obat yang mantap perlu riset dan pengembangan kuat di segala sektor, termasuk industri kimia dasar, industri jasa keuangan, serta rantai distribusi yang efisien.