Gejala awal penyakit demam berdarah dengue perlu dideteksi sejak dini. Hal itu bertujuan mencegah komplikasi penyakit yang membahayakan keselamatan jiwa.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
Seorang pasien demam berdarah dengue (DBD) dirawat di ruang intensive care unit (ICU) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof Dr WZ Johannes Kupang, Nusa Tenggara Timur, Senin (9/3/2020). Sejak 1 Januari 2020 hingga 9 Maret 2020 tercatat sebanyak 100 kematian terjadi akibat DBD. Kasus kematian tertinggi terjadi di NTT dengan 32 kasus kematian.JAKARTA, KOMPAS – Pasien demam berdarah dengue harus segera mendapatkan penanganan untuk mencegah terjadinya komplikasi penyakit yang semakin parah. Untuk itu, deteksi dini dengan mengenali gejala awal penyakit ini sangat diperlukan.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menyampaikan, kematian akibat DBD terjadi karena penanganan pasien yang terlambat. Hal itu bisa terjadi karena pasien terlambat dirujuk sehingga datang ke fasilitas pelayanan kesehatan dalam kondisi kritis.
“Untuk mencegah kematian akibat DBD, ada dua hal yang harus diperhatikan, yakni kesadaran warga untuk mengenali gejala dan tanda infeksi serta jangan terlambat membawa pasien ke fasilitas pelayana kesehatan yang mumpuni,” ujarnya saat dihubungi di Jakarta, Selasa (10/3/2020).
Gejala demam berdarah memang tidak khas sehingga masyarakat kurang waspada pada penularan penyakit ini. Adapun gejala awal yang muncul biasanya berupa demam tinggi, lemas, dan nyeri di seluruh tubuh. Biasanya, demam akan turun pada hari keempat dan kelima sehingga pasien mengira kondisinya sudah membaik.
Untuk mencegah kematian akibat DBD, ada dua hal yang harus diperhatikan, yakni kesadaran warga mengenali gejala infeksi serta jangan terlambat membawa pasien ke fasilitas pelayana kesehatan.
Padahal, saat kondisi inilah pasien berada pada fase kritis. Dalam pemeriksaan, trombosit dalam tubuh pasien menurun sementara sel darah merah meningkat. Ini bisa menyebabkan pasien mengalami dengue shock syndrome sehingga mengalami kebocoran pada pembuluh darah.
Penanganan cepat
Siti mengatakan, selain penanganan yang cepat, kemampuan tenaga kesehatan dalam tata laksana pasien DBD perlu ditingkatkan. Pasien yang datang dalam kondisi shock membutuhkan perawatan intensif tetutama untuk memenuhi kebutuhan cairan dari dalam tubuh pasien.
Sejak 1 Januari 2020 hingga 9 Maret 2020, Kementerian Kesehatan mencatat jumlah kematian akibat DBD sebanyak 100 orang. Kasus kematian akibat DBD ini paling banyak dilaporkan di Nusa Tenggara Timur (NTT), yaitu 32 kasus, menyusul Jawa Barat (15 kasus) dan Jawa Timur (13 kasus). Sementara itu, jumlah kasus penderita DBD telah mencapai 16.099 kasus.
Kepala Sub Direktorat Arbovirus Kementerian Kesehatan, Guntur Argana menambahkan, jumlah kasus masih terus meningkat di sejumlah wilayah. Kabupaten Sikka masih menyatakan status kejadian luar biasa (KLB) DBD di wilayahnya. Jumlah kasus di Kabupaten Sikka terus bertambah.
Sejak minggu keempat tahun 2020, kasus DBD di Kabupaten Sikka bertambah dari 69 kasus menjadi 175 kasus pada minggu kesembilan. Secara kumulatif sejak awal Januari hingga 8 Maret 2020, jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit di Kabupaten Sikka mencapai 1.195 orang. Sementara saat ini jumlah pasien yang masih dirawat sebanyak 119 orang.
“Penguatan surveilans DBD dilakukan dengan pengelolaan program DBD. Sosialisasi dan penguatan gerakan satu rumah satu jumantik (juru pengamat jentik) juga dilakukan pada lingkungan tempat tinggal dan sekolah,” katanya.