Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar mendorong mengembangkan perekonomian desa melalui pemanfaatan teknologi digital dan pembentukan badan usaha desa.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·4 menit baca
PURBALINGGA, KOMPAS — Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar mendorong masyarakat, pemerintah, dan swasta saling berkolaborasi mengembangkan perekonomian desa. Pemanfaatan teknologi digital serta pembentukan badan usaha milik desa dengan usaha kreatif dan berkelanjutan diharapkan mampu memajukan desa.
”Orientasi kita ke depan semua desa harus melakukan atau menjadikan dirinya desa digital. Tahun ini paling tidak tahapannya adalah penggunaan dana desa dengan cara cashless, dengan cara nontunai,” kata Abdul di Purbalingga, Jawa Tengah, Selasa (10/3/2020).
Abdul menyampaikan bahwa pada 2020 ini di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dialokasikan dana desa hingga Rp 72 triliun bagi 74.953 desa. Dana desa yang diterima setiap desa rata-rata mencapai sekitar Rp 1 miliar. Pelaporan dan penggunaan dana desa secara nontunai dinilai bisa menjauhkan kepala desa dari potensi korupsi.
”Kalau semua dana desa dikelola secara nontunai, sebenarnya sangat meringankan kepala desa. Duit itu jejak digitalnya jelas. Jam berapa, ke mana, berapa besarannya, siapa yang menerima, bank apa, rekening apa. Kepala desa akan tidak mudah terkena urusan-urusan yang terkait dengan dana desa,” tuturnya.
Duit itu jejak digitalnya jelas.
Menurut Abdul, di tahun 2020 ini baru ada 10 persen desa yang sudah mengelola dana desa secara nontunai. Ditargetkan pada 2021 jumlahnya bisa meningkat sampai 70 persen. ”Pada 2021, kita upayakan 70 persen desa sudah menggunakan cashless. Mengapa, ini kaitannya dengan kesiapan jaringan, fasilitasi dari perbankan. Tahun ini sudah sekitar 10 persen,” tuturnya.
Abdul mengatakan, pemanfaatan teknologi digital dan aplikasi diharapkan bisa diterapkan di desa-desa untuk melayani masyarakat. ”Ke depan memang semua pelayanan desa menggunakan aplikasi, itu harapan kita ke depan. Kalau sudah desa digital, masyarakat yang butuh surat keterangan tinggal isi aplikasinya dan pada saat yang ditentukan datang ke balai desa untuk mengambil,” katanya.
Abdul menyampaikan, badan usaha milik desa atau bumdes pun harus dikembangkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan sumber daya manusia. ”Bumdes itu jadi prioritas utama untuk dikembangkan, karena pertumbuhan ekonomi di desa salah satu kuncinya adalah bumdes,” ujarnya.
Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi menyampaikan, di Purbalingga terdapat 224 desa, dan dari jumlah itu sudah ada 156 badan usaha milik desa. Salah satu bumdes yang maju di Purbalingga adalah Desa Wisata Lembah Asri Serang yang mengembangkan pariwisata dan budidaya pertanian.
”Pendapatan dari bumdes ini pada 2019 mencapai Rp 4 miliar dan tahun ini ditargetkan mencapai Rp 5 miliar. Jumlah pengunjung pada 2018 tercatat sebanyak 650.000 orang,” kata Pratiwi.
Terkait desa digital, lanjut Pratiwi, Desa Karanganyar telah melakukan digitalisasi desa, antara lain adanya aplikasi Sistem Informasi Desa (Sidesa) untuk dokumen pertanahan, pasar digital untuk menjual produk lokal desa. ”Selain itu, ada juga aplikasi pemetaan wilayah untuk melihat potensi berapa lahan pertanian yang ada di sana, dan sebagainya. Ada juga aplikasi inventarisasi aset desa,” ujarnya.
Pratiwi menyampaikan, untuk mendorong usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), pemerintah daerah juga menggandeng PT Bukalapak dan Kampung Marketer, sebuah komunitas anak-anak muda yang menyediakan layanan pemasaran dalam jaringan di Desa Tunjungmuli, Purbalingga. Mereka memberdayakan sekitar 800 orang.
”Kami punya platform digital yang namanya Tuka-Tuku Purbalingga. Walapun baru berdiri enam bulan, omzet dan aktivitas transaksi sampai Februari 2020 tidak kurang dari 600 transaksi dan omzetnya Rp 130 juta,” ujarnya.
Vice President Public Policy and Government Relations Bukalapak Bima Laga menyampaikan, kolaborasi Bukalapak dengan pemerintah daerah merupakan bagian dari domestikasi ekonomi nasional. ”Kami percaya dengan teknologi online ini, kami bisa memberikan impact ke daerah-daerah. Purbalingga termasuk jadi percontohan,” kata Bima.
Dalam program itu, dilakukan domestikasi ekonomi nasional. Pemuda-pemudi tidak perlu pindah ke luar kota, mereka bisa tetap di kotanya bahkan di desanya masing-masing, tetapi bisa memberikan dampak.
Warti Almeidah (35), salah satu pelaku UMKM yang memproduksi jus nanas ”Almeidah” dari Desa Suwidak, Purbalingga, menyampaikan bahwa dalam sebulan, dirinya bisa memproduksi dan menjual 1.000 botol jus. Dari jumlah itu, sebanyak 50 persen dijual secara konvensional, yaitu dengan menitipkan di toko pusat oleh-oleh di Purbalingga dan Purwokerto, sedangkan 50 persen lainnya dijual melalui platform digital Tuka-Tuku Purbalingga di Bukalapak. ”Omzet sebulan bisa sampai Rp 10 juta,” katanya.