Pos Polisi Kentungan yang berada di Simpang Empat Kentungan, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, diduga dirusak dengan dilempar batu, Selasa (10/3/2020) pagi.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Pos Polisi Kentungan yang berada di Simpang Empat Kentungan, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, diduga dirusak dengan dilempar batu, Selasa (10/3/2020) pagi. Pelaku diduga merupakan mahasiswa dari Universitas Gadjah Mada. Polisi masih mendalami motif dari peristiwa tersebut.
”Memang, tadi pagi ada peristiwa pos polisi kami dirusak. Saat ini sudah kami amankan (terduga pelaku) dan sekarang sedang kami dalami,” kata Kepala Kepolisian Resor (Polres) Sleman Ajun Komisaris Besar Rizki Ferdiansyah di kantornya, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, Selasa sore.
Peristiwa itu diduga terjadi sekitar pukul 05.30. Terduga pelaku berinisial SH. Ia ditangkap di tempat indekosnya yang berlokasi di sekitar Jalan Kaliurang.
Memang, tadi pagi ada peristiwa pos polisi kami dirusak. Saat ini sudah kami amankan (terduga pelaku) dan sekarang sedang kami dalami.
Berdasarkan pantauan, Selasa siang, terdapat dua lubang besar pada kaca Pos Polisi Kentungan. Dari dalam pos terlihat banyak retakan kaca pada kedua lubang tersebut. Batu dan pecahan kaca sudah tidak lagi teramati di sekitar lokasi kejadian, saat itu.
Tim dari Indonesia Automatic Fingerprint Identification System Polres Sleman juga telah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) atas peristiwa perusakan itu. Olah TKP berlangsung lebih kurang 30 menit.
”Yang pasti ini (dilempar) dengan batu. Dilempar dengan naik sepeda motor. Saat ini masih didalami oleh penyidik. Nanti, kalau sudah tahu tentang seperti apa motif dan peristiwanya, akan kami beri tahu lebih lanjut,” ujar Rizki.
Secara terpisah, Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Alumni UGM Paripurna Sugarda menyampaikan, pihaknya akan mengecek lagi kebenaran informasi soal perusakan pos polisi. Pendampingan terhadap mahasiswa yang diduga menjadi pelaku perusakan juga akan disiapkan dari universitas.
”UGM sebagai institusi pendidikan, yang salah satu anaknya diperiksa, kami akan melakukan pendampingan supaya pemeriksaan bisa berjalan tanpa adanya penekanan. Bagaimanapun, itu anak didik kami,” kata Paripurna.
Untuk itu, Paripurna akan mengecek status kemahasiswaan dari terduga pelaku di fakultas tempatnya berkuliah. Ia akan menanyakan kepada dekan dan bagian kemahasiswaan dari fakultas itu guna memberikan pendampingan hukum lebih lanjut.
Selanjutnya, Paripurna mengatakan, aksi yang dilakukan terduga pelaku adalah aksi pribadi. Harus ada pertanggung jawaban hukum yang dilakukan terduga pelaku atas aksinya.
”Kalau (aksi perusakan) itu, kan, dalam kesusukan dia, bukan sebagai mahasiswa. Itu tanggung jawab pribadi. Siapa pun yang melakukan kerusakan itu memang harus mempertanggungjawabkan secara pidana,” ucap Paripurna.
Aksi unjuk rasa
Paripurna mengatakan, menurut informasi yang diterimanya, terduga pelaku merupakan salah satu panitia dari aksi unjuk rasa bertajuk ”Gejayan Memanggil”. Ia perlu memastikan ulang mengenai hal tersebut.
”Yang saya dengar begitu (panitia aksi). Beliau berkedudukan sebagai salah satu panitia dari aksi itu. Tapi, kami belum melakukan recheck. Karena, kan, itu bukan aksi resmi dari UGM. Tanggung jawab mahasiswa secara pribadi,” kata Paripurna.
Aksi ”Gejayan Memanggil” diinisiasi oleh gerakan bernama Aliansi Rakyat Bergerak. Kelompok tersebut terdiri dari mahasiswa sejumlah universitas dan elemen masyarakat sipil di DIY. Sebagian mahasiswa UGM juga tergabung dalam aliansi tersebut.
Secara umum, Paripurna menegaskan, kebebasan berpendapat itu tidak dilarang di UGM. Hal itu telah dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945. Mahasiswa diberi kebebasan menyampaikan pendapatnya atau mengkritisi berbagai hal.
”Jangankan demo ke luar (UGM), demo ke UGM saja kami tidak melarang. Akan kami dengarkan aspirasinya. Tetapi, konten dari demonstrasi itu harus dipelajari betul,” kata Paripurna.
Paripurna mengungkapkan, sejak awal pihaknya selalu mengimbau mahasiswa agar menghindari aksi kekerasan dalam menyampaikan pendapatnya. Jangan sampai ada potensi aksi itu ditunggangi pihak yang punya kepentingan lain. Lebih baik, mahasiswa membuat kajian-kajian tentang persoalan yang dihadapi masyarakat guna mencari jalan keluar dari persoalan itu.
”Be smart. Kalau kita melakukan aksi atas suatu alasan, harus dikaji dengan sungguh-sungguh. Mahasiswa, kan, banyak aksi. Itu mereka membuat kajian yang bagus. Bahkan, kajian itu bjsa menjadi alternatif atau inspirasi bagi pemerintah untuk didengarkan,” ujar Paripurna.