Untuk mengabadikan potensi lokal di Purwakarta, Jawa Barat, pemerintah daerah terus mengembangkan motif batik khas. Motif bercorak manggis dan sate maranggi diharapkan menjadi desain andalan yang dapat menarik pembeli.
Oleh
MELATI MEWANGI
·3 menit baca
PURWAKARTA, KOMPAS — Untuk mengabadikan potensi lokal di Purwakarta, Jawa Barat, pemerintah daerah terus mengembangkan motif batik khas. Motif bercorak buah manggis dan sate maranggi diharapkan menjadi desain andalan yang dapat menarik pembeli.
Saat berkunjung ke Purwakarta, aroma bakar sate maranggi menyeruak dari warung-warung yang menjajakannya di sepanjang jalan. Makanan ini mudah ditemui dan menjadi ikon kabupaten ini. Purwakarta juga memiliki banyak makanan khas dari beberapa desa, yakni manisan buah pala, rengginang, simping (makanan tradisional terbuat dari tepung beras), dan peyeum (olahan fermentasi singkong).
Selain itu, Purwakarta dikenal dengan potensi buah manggis yang berasal dari Kecamatan Wanayasa. Dari segi budaya, di Kecamatan Plered terdapat sentra pembuatan keramik dan gerabah yang berdiri sejak tahun 1904. Dulu, gerabah dibuat sederhana, yakni cobek dan kendi. Kini, beragam bentuk gerabah dan keramik sebagai hiasan dan dekorasi dilahirkan.
Kepala Bidang Usaha Kecil Menengah (UKM) Dinas Perindustrian dan Perdagangan Purwakarta Ahmad Nizar, Selasa (10/3/2020), mengatakan, desain batik yang telah dirilis sebanyak 100 buah. Ada ide dasar dan filosofi yang melatarbelakangi terciptanya batik tersebut.
Potensi tersebut menjadi inspirasi terciptanya beragam motif dari sumber daya alam dan budaya yang berada di Purwakarta, antara lain situs sejarah, adat istiadat, cerita legenda, alam pariwisata, kerajinan, jajanan, dan kuliner khas. ”Semua memiliki makna terkandung di dalamnya, tidak sembarangan,” ucap Nizar.
Dalam penjajakan motif batik baru khas Purwakarta, penelitian secara teori maupun praktik lapangan dilakukan tim yang dipimpin Nizar. Teknik batik yang betul dan sesuai pakem menjadi salah satu fokusnya. Tujuannya, untuk mendapatkan inovasi baru tanpa menghilangkan teknik lama. Bahkan, warna, desain, dan corak harus dipikirkan matang agar mencirikan khasnya Purwakarta.
”Pelestarian budaya batik harus senantiasa dilakukan agar batik di Purwakarta terus berkembang. Kami mengedepankan inovasi kearifan lokal,” ujarnya.
Menurut Nizar, kultur pembuatan kerajinan batik belum dimiliki Purwakarta. Pihaknya berupaya untuk memberikan pelatihan batik di beberapa desa untuk menggali ketertarikan masyarakat. Ratusan motif ini diharapkan dapat diproduksi luas sehingga membuka wirausaha dan perajin baru.
Pelestarian budaya batik harus senantiasa dilakukan agar batik di Purwakarta terus berkembang. Kami mengedepankan inovasi kearifan lokal.
Saat ini, motif tersebut dalam proses pendaftaran hak atas kekayaan intelektual. Selanjutnya, akan diproduksi massal dan dipasarkan melalui Galeri Menong, toko oleh-oleh khas Purwakarta.
Sebelumnya, Wida Awaliya NM (22), warga Kecamatan Wanayasa, membuat motif batik khas Purwakarta dengan memasukkan potensi lokal. Menurut dia, eksistensi budaya melalui bentuk visual dapat menjadi suatu pijakan untuk mengembangkan potensi suatu daerah. Ia pun berkreasi melahirkan motif pertama bernama maranggi. Motif itu terinspirasi dari makanan khas Purwakarta, yaitu sate maranggi.
Bentuk daun yang menempel pada tusukan daging menjelaskan menjamurnya sate maranggi di wilayahnya. Warna terang kecoklatan mewakili nuansa sate maranggi yang sederhana, tetapi tetap istimewa. Sementara bentuk persegi diambil dari filosofi pendidikan karakter di Jawa Barat, yaitu konsep ”Jabar Masagi”, yang di dalamnya terdapat surti, bukti, dan bakti.
Motif ciptaannya pernah dikenakan saat acara Pemilihan Mojang Jajaka Provinsi Jawa Barat pada Juli 2019. Kala itu, antusiasme begitu tinggi dari para tamu yang hadir, sampai-sampai ada yang langsung memesan. Selanjutnya, ia terus menelurkan sejumlah motif yang berkaitan dengan potensi daerah asalnya, yakni simping, manisan pala, hingga cengkeh.