Sumsel Gelontorkan Dana Rp 37 Miliar untuk Tanggulangi Karhutla
›
Sumsel Gelontorkan Dana Rp 37 ...
Iklan
Sumsel Gelontorkan Dana Rp 37 Miliar untuk Tanggulangi Karhutla
Sebesar Rp 37 miliar digelontorkan untuk tujuh kabupaten yang rawan terbakar di Sumsel. Dana itu untuk mengantisipasi kebakaran lahan pada tahun ini.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG,KOMPAS — Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan menyediakan anggaran hingga Rp 37 miliar untuk tujuh kabupaten yang rawan terbakar. Penggelontoran dana ini dimaksudkan untuk meminimalisasi kebakaran lahan menjelang musim kemarau pada Mei 2020.
Hal ini disampaikan Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru dalam Sosialisasi Penegakan Hukum Kebakaran Hutan dan Lahan di Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (10/3/2020).
Hadir dalam acara itu Direktur Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup Rasio Ridho, Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo, serta 180 perwakilan dari perusahan perkebunan dan hutan tanaman industri (HTI).
Herman mengatakan, alokasi dana yang bersumber dari APBD 2020 ini digunakan untuk membantu pemerintah daerah mencegah dan menanggulangi kebakaran lahan. ”Saya mendorong komitmen setiap kepala daerah untuk serius mendorong pencegahan karhutla,” katanya.
Namun, sebelum dana tersebut dikucurkan, lanjut Herman, dirinya menunggu program konkret yang dirancang oleh setiap pemerintah daerah untuk penanggulangan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Langkah ini diambil karena kebakaran lahan di Sumsel tahun 2019 telah menimbulkan kerugian bagi Sumsel. Karhutla tahun lalu telah menghabiskan dana operasional hingga Rp 500 miliar untuk memadamkan api. Namun, Sumsel masih menjadi daerah dengan luas lahan terbakar terbesar di Indonesia, yakni mencapai 428.536 hektar. Masih tingginya kebakaran lahan di Sumsel disebabkan oleh kondisi cuaca yang memicu terjadi kebakaran.
Kondisi ini membuat kawasan yang terbakar di Sumsel di luar dugaan. Desa rawan terbakar di Sumsel ada 90 desa, tetapi lahan yang terbakar tahun lalu ada di 200 desa.
Saya mendorong komitmen setiap kepala daerah untuk serius mendorong pencegahan karhutla.
”Di lapangan, tim mengalami berbagai kendala, seperti keterbatasan sumber air dan sulitnya akses menuju titik api,” ujar Herman. Tahun lalu pun, tim satgas Sumsel diperpanjang tugasnya karena musim hujan masih mundur.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup Rasio Ridho mengatakan, komitmen dari pemerintah daerah sangat diperlukan, terutama dalam hal pengawasan wilayahnya agar tidak terbakar.
Langkah penanggulangan harus dilakukan sejak dini, apalagi untuk di Sumsel, kemungkinan musim kemarau akan terjadi dalam waktu dekat ini. Berdasarkan pemantauan, ada beberapa daerah di Sumsel yang rawan terbakar, mulai dari Ogan Komering Ilir, Banyuasin, hingga Musi Banyuasin.
Pengawasan juga harus dilakukan pada perusahaan, terutama dalam hal penyiapan sarana dan prasarana pemadam kebakaran, baik peralatan maupun sumber daya manusia. Menurut dia, penanggulangan karhutla memang menjadi prioritas. Itu karena dampak karhutla langsung dirasakan oleh masyarakat.
”Kalau terjadi karhutla di Sumsel, Jambi dan Riau bisa terdampak karena tiupan angin. Bahkan, dampaknya bisa berbulan-bulan,” kata Ridho. Untuk di Sumsel, puncak karhutla terjadi pada Agustus-Oktober. Untuk itu, langkah pencegahan harus segera dilakukan.
Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo menuturkan, banyak kerugian yang muncul akibat karhutla. Berdasarkan data, kerugian yang ditimbulkan oleh karhutla pada 2019 mencapai 5,2 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 72,95 triliun.
Belum lagi akibat karhutla, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 dan 2020 bisa menurun sebesar 0,09 persen sampai 0,05 persen. ”Karhutla dapat berdampak negatif pada sejumlah sektor, terutama sektor pertanian, kehutanan, transportasi, perdagangan, dan sektor lainnya,” ucapnya.
Untuk itu, ungkap Listyo, perlu ada integrasi di antara pihak terkait untuk melakukan penanggulangan kebakaran. Perusahaan juga wajib menjaga kawasan konsesisnya agar tidak terbakar, termasuk untuk pemberdayaan masyarakat di sekitar konsesi. ”Inovasi juga dibutuhkan untuk meminimalisasi adanya tindakan pembukaan lahan dengan cara membakar,” ujarnya.