Mahasiswa didorong untuk turun ke desa, membantu pemberdayaan masyarakat desa. Mereka diharapkan membantu membangun desa, dengan transfer ilmu dan teknologi yang dikuasai.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·4 menit baca
MALANG, KOMPAS – Mahasiswa didorong turun ke desa untuk membantu pemberdayaan masyarakat. Mereka diharapkan membantu membangun desa dengan transfer ilmu dan teknologi yang dikuasai.
Hal itu menjadi benang merah kuliah bersama Kementerian Desa Pemberdayaan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) di Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang, Rabu (11/03/2020). Kuliah dihadiri ratusan mahasiswa. Pembicara utamanya adalah Sekretaris Jenderal Kemendes PDTT Anwar Sanusi.
“Ada 17 persoalan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang harus ditangani di Indonesia, dan kuncinya ada di pedesaan. Di Indonesia, ada 74.953 desa. Sebanyak 82,7 persennya diantaranya adalah desa-desa pertanian. Artinya, kalau bisa menyelesaikan masalah pertanian, maka masalah Indonesia selesai. Momentumnya adalah sekarang, dengan adanya dana desa,” kata Anwar.
Dana desa, menurut Anwar, diberikan sejak tahun 2015 usai ditetapkannya UU Desa nomor 6 tahun 2014 tentang desa. Dana desa dikucurkan mulai Rp 20 triliun hingga tahun ini sebesar Rp 27 triliun.
“Tapi, tanpa SDM desa yang baik, uang itu hanya akan lari keluar. Dan, desa tetap tidak menjadi apa-apa. Maka, ada dua strategi mengubah wajah desa lepas dari keterbelakangan dan ketertinggalan, yaitu transformasi ekonomi di desa serta membangun SDM pedesaan,” kata Anwar.
Untuk membangun SDM desa, menurut Anwar, kuncinya meningkatkan kapasitas dan kapabilitas masyarakat. Bukan sekadar pengetahuan, tapi lebih mengarah ke pendidikan, di mana angka partisipasi kasar warga desa rata-rata hanya lulusan SD.
"Yang lebih penting adalah mari kita mendidik SDM desa sesuai karakter dan potensi desa,” kata Anwar.
Jika sebanyak 82,7 persen desa-desa di Indonesia berbasis pertanian, maka menurut Anwar, pemberdayaan SDM desa juga tidak boleh meninggalkan bidang pertanian. “Itu sebabnya, saya mengajak mahasiswa pertanian turun ke desa, turut mengembangkan SDM desa,” katanya. Pelibatan kampus ke desa, menurutnya, menjadi satu bagian program Kampus Merdeka Kemendes PDTT.
Menurut Anwar, masyarakat desa membutuhkan pelatihan-pelatihan guna meningkatkan kapabilitas. “Pelatihan untuk SDM desa itu sangat penting. Tetapi karena pendampingannya tidak cukup baik maka kesannya pelatihan hanya asal-asalan dan hanya sekedar untuk memanfaatkan dana desa. Tantangan pelatihan ke depan adalah yang sesuai kebutuhan masyarakat,” kata Anwar.
Pelatihan sesuai kebutuhan masyarakat desa, menurut Anwar, misalnya cara pengelolaan BUMDes, pengolahan produk pertanian, atau penanganan paskapanen. “Masyarakat desa punya keterampilan yang diwarisi generasi ke generasi dan belum terstruktur. Masuknya perguruan tinggi ke desa harus bisa menjadikannya terstruktur dan memberi nilai lebih dari keterampilan masyarakat itu,” kata Anwar.
Dengan melibatkan kampus ke desa, menurut Anwar, akademisi akan bisa mendekatkan teori keilmuan yang dipelajari, dengan dunia empiris di lapangan. “Desa punya anggaran, tetapi butuh keterampilan dan teknologi tepat guna serta pendampingan. Dan di satu sisi, kampus punya kemampuan. Dengan turun ke desa, kampus bisa mendekatkan teori dan dunia empiris,” katanya.
Desa punya anggaran, tetapi butuh keterampilan dan teknologi tepat guna serta pendampingan. Dan di satu sisi, kampus punya kemampuan. Dengan turun ke desa, kampus bisa mendekatkan teori dan dunia empiris
Yang patut diperhatikan, menurut Anwar, model pemberdayaan masyarakat desa harus diubah dari direktif ke andragogi (pembelajaran bagi orang dewasa). Contoh belajar andragogi yang paling mudah adalah meniru. Namun, dia mengatakan, banyak masyarakat desa meniru hal yang tidak sesuai potensinya.
"Ikut-ikutan membangun BUMDes wisata karena desa lain berhasil. Padahal, mereka tak punya potensi untuk itu. Di sinilah peran pendampingan itu, bukan hasilnya tapi prosesnya. Pelatihan itu bukan pengajaran. Tapi pendampingan, coaching, dan mentoring,” kata Anwar.
Hadirnya mahasiswa ke desa, menurut Anwar, diharapkan akan menghidupkan kembali potensi-potensi desa yang hilang seperti kekayaan akan rempah-rempah, umbi-umbian, buah dan sayur, serta produk asli desa lainnya. “Seperti saat ini, rempah menjadi barang paling dicari saat merebaknya Covid-19. Ini harus menjadi peluang bagi desa untuk memaksimalkan potensi aslinya,” kata Anwar.
Dekan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Damanhuri mengatakan, mulai tahun 2021, fakultasnya akan menurunkan mahasiswa semester VI dan VII untuk ke desa. Mereka akan bergabung membantu desa dalam proyek-proyek desa.
“Mulai tahun depan, mahasiswa harus turun ke desa selama satu semester, untuk turut membantu membangun desa. Bisa semester VI atau semester VII. Kegiatan turun ke desa itu dihitung 20 SKS,” kata Damanhuri.
Kewajiban turun ke desa itu, menurut Damanhuri, penting untuk mengasah mental mahasiswa. “Selama di kampus, mahasiswa hanya berinteraksi dengan teman dan dosennya. Sedangkan jika di desa, mereka akan bertemu banyak orang yang belum tentu semua sepaham. Ini yang akan mengasah mentalitas mereka dan menjadikannya mandiri,” kata Damanhuri.