Wapres: ”Omnibus Law” Jawab Kompleksitas dan Obesitas Regulasi
›
Wapres: ”Omnibus Law” Jawab...
Iklan
Wapres: ”Omnibus Law” Jawab Kompleksitas dan Obesitas Regulasi
Wakil Presiden Ma’ruf Amin saat membuka Munas V Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia (Adeksi) di Mataram, Rabu (11/3/2020), mengatakan ”omnibus law” adalah jawaban kompleksitas dan obesitas regulasi di Indonesia.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengatakan, saat ini terjadi kompleksitas dan obesitas regulasi di Indonesia sehingga terjadi tumpang tindih. Oleh karena itu, pemerintah melahirkan omnibus law yang diharapkan bisa menjadi solusi masalah tersebut. Penolakan yang muncul sebaiknya diselesaikan dengan membicarakan bersama aspek-aspek yang belum ada dalam kesepakatan.
Wapres Amin menyampaikan hal itu saat membuka Musyawarah Nasional (Munas) V Asosiasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Seluruh Indonesia (Adeksi) di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Rabu (11/3/2020). Musyawarah tersebut mengusung tema ”Respons Daerah Menyambut Omnibus Law: Mempercepat Pertumbuhan Ekonomi Menuju Indonesia Maju”.
Ma’ruf Amin menyampaikan, saat ini terdapat 8.451 peraturan pusat dan 15.965 peraturan daerah. Hal itu menggambarkan kompleksitas dan obesitas regulasi di Indonesia. Kondisi tersebut mengakibatkan terjadi tumpang tindih aturan. ”Omnibus law ini, kan, respons pemerintah terhadap tuntutan publik yang selama ini menganggap terlalu banyak yang tumpang tindih. Banyak perizinan yang terhambat, investor kurang tertarik ke Indonesia, dan banyak lagi,” kata Wapres Amin.
Wapres menambahkan, melalui omnibus law, pemerintah berupaya menyelesaikan hambatan regulasi tersebut. Harapannya, keinginan untuk membangun Indonesia maju akan bisa lebih cepat tercapai.
Oleh karena itu, Wapres berharap DPRD mendukung omnibus law. ”Dewan Perwakilan Rakyat juga memberikan respons yang cukup terhadap omnibus law walaupun nanti ada juga hal-hal yang berbeda, usulan-usulan melalui berbagai forum DPR, termasuk rapat dengar pendapat umum di DPR,” katanya.
Pemerintah membuka dialog.
Terkait banyaknya penolakan, termasuk demonstrasi di berbagai daerah, Wapres Amin mengatakan pemerintah membuka dialog. ”Omnibus law itu adalah tuntutan publik untuk membenahi masalah yang begitu banyak. Obesitas, tumpang tindih, dan banyaknya aturan perizinan yang berbelit-belit,” kata Wapres menegaskan lagi tujuan omnibus law.
Wapres Amin menambahkan, jika memang ada penolakan, sebaiknya dibicarakan, terutama hal-hal yang belum ada kesepakatan. ”Makanya, dilakukan dengar pendapat di DPR untuk membahas lebih lanjut isinya. Bukan omnibus law-nya, tetapi ada isinya yang belum disinkronkan, dibangun kesepakatan,” ujarnya.
Wapres juga menegaskan bahwa omnibus law tidak akan menghilangkan otonomi daerah, termasuk memangkas kewenangan daerah dalam menghasilkan produk regulasi. ”Itu yang kami tidak inginkan. Justru, kami ingin menyinergikan kebijakan nasional dan daerah,” kata Wapres yang berharap kebijakan pembangunan di daerah tetap memberi kemudahan berusaha dan ramah investasi tanpa harus menunggu omnibus law disahkan lebih dahulu.
Oleh karena itu, Wapres berharap, selain menghasilkan pemimpin yang tepat, Munas V Adeksi bisa menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada di daerah, termasuk kesalahpahaman tentang omnibus law.
Munas V Adeksi berlangsung selama empat hari mulai Selasa (10/3/2020) hingga Jumat (13/3/2020). Musyawarah diikuti 1.130 peserta yang terdiri dari pimpinan dan anggota 93 DPRD kota se-Indonesia. Jumlah peserta yang hadir memecahkan rekor kegiatan-kegiatan Adeksi selama ini.
Ketua Umum Adeksi Armuji dalam sambutan mengatakan, tema munas, yakni ”Respons Daerah Menyambut Omnibus Law: Mempercepat Pertumbuhan Ekonomi Menuju Indonesia Maju”, disambut antusias oleh semua peserta. Topik omnibus law, kata Armuji, segera menjadi perhatian nasional yang bergaung sampai ke daerah-daerah.
”Hal ini tentu saja memetik perhatian Adeksi mengingat masalah ini terkait erat dengan tugas pokok dan fungsi kami di DPRD yang menyusun peraturan daerah,” katanya.
Menurut Armuji, Indonesia pernah mengalami hiper-regulasi yang membuat negara terjerat oleh aturan kompleks yang dibuat sendiri. Dari sekian banyak regulasi itu, tak sedikit yang bertentangan. ”Karena itulah, sebagaimana disampaikan Bapak Presiden dalam berbagai kesempatan, pemerintah hendak menciptakan hukum yang bersifat fleksibel, sederhana, kompetitif, dan responsif,” ujar Armuji.