Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan tidak memperoleh dukungan yang dia inginkan dari Uni Eropa. UE tetap mendesak Turki menaati kesepakatan tentang pengelolaan dan penanganan pengungsi.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·2 menit baca
BRUSSELS, SELASA— Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan tidak memperoleh dukungan yang dia inginkan dari Uni Eropa. UE tetap mendesak Turki menaati kesepakatan tentang pengelolaan dan penanganan pengungsi, seperti telah disepakati empat tahun lalu.
Seusai perundingan yang berlangsung Senin (9/3/2020), Erdogan bersama delegasinya kembali ke Turki. Dia memilih tidak menghadiri konferensi pers yang diadakan seusai pertemuan tersebut. Salah satu anggota delegasi Turki hanya mengatakan, pertemuan dengan UE berlangsung positif.
Sebelum perundingan berlangsung, setiap pihak sudah menetapkan posisi masing-masing. Berbekal perjanjian tahun 2016, Turki mendesak agar UE menepati janji untuk memberikan bantuan finansial lebih besar. Jika tidak, Erdogan tetap pada ancamannya untuk membuka perbatasan negaranya dengan negara-negara Eropa. Ia beralasan sudah tidak sanggup menampung tambahan pengungsi lagi dari Suriah.
UE menyatakan jika Turki menginginkan bantuan finansial tambahan, Turki diminta memindahkan puluhan ribu pengungsi dari perbatasan Yunani-Turki sebagai syarat perundingan. Ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan kedua pihak memiliki pandangan berbeda soal krisis pengungsi ini. Dalam pertemuan mereka berbicara terbuka tentang sudut pandang masing-masing.
Von der Leyen, yang ditemani Presiden Dewan Uni Eropa Charles Michel, menekankan, kewajiban tersebut tidak berubah dan tetap berlaku, termasuk tambahan dana sekitar 192 juta dollar AS yang telah disepakati dalam pembicaraan antara Erdogan dan Kepala Kebijakan Luar Negeri UE Josep Borrel serta Presiden Dewan UE Charles Michel.
Meski tidak memperoleh hasil yang diharapkan, Erdogan dan UE berencana menilik kembali perjanjian pengelolaan pengungsi secara bersama di antara kedua pihak, termasuk keinginan masuknya Turki via ”jalur cepat” sebagai anggota UE jika negara tersebut berhasil membendung masuknya para pengungsi dan pencari suaka ke negara-negara Eropa.
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavosoglu di Ankara mengatakan, Pemerintah Turki secara perlahan membahas keinginan UE untuk meninjau ulang kesepakatan tahun 2016. ”Kami siap bernegosiasi secara baik. Jika kami datang dengan peta jalan untuk mengakhiri krisis pengungsi di perbatasan kepada UE, kami berharap mereka juga bersungguh-sungguh (menepati janjinya),” ujarnya.
”Ini bukan semata persoalan menahan pengungsi untuk tak menyeberang dan kemudian digantikan dengan uang sebagai balasannya,” ujar Cavosoglu.
Selain mempermasalahkan bantuan keuangan, Turki juga mempermasalahkan beberapa poin dalam perjanjian yang tidak ditepati oleh negara-negara anggota UE, mulai dari masalah pengurusan visa hingga masalah perdagangan.