Raja Belanda Willem-Alexander dan Ratu Maxima mengunjungi Indonesia untuk meningkatkan hubungan kedua negara. Raja juga meminta maaf atas kekerasan berlebihan Belanda di masa lalu.
Oleh
Nina Susilo dan Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Raja Belanda Willem-Alexander di Jakarta, Selasa (10/3/2020), kembali menegaskan pengakuan eksplisit Pemerintah Belanda terhadap Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945. Selain itu, ia juga menyatakan penyesalan dan permintaan maaf atas kekerasan berlebihan yang dilakukan Belanda pada tahun-tahun setelah proklamasi.
Setelah Proklamasi RI, terjadi dua kali agresi militer Belanda pada 1947 dan 1948, yang menewaskan banyak korban jiwa, termasuk warga sipil.
Pemerintah Belanda secara politis dan moral baru mengakui Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 pada tahun 2005 melalui menteri luar negerinya saat itu, Bernard Bot. Sebelumnya, Belanda mengakui penyerahan kedaulatan Indonesia pada 27 Desember 1949.
Permintaan maaf disampaikan Raja Willem-Alexander dalam pernyataan pers bersama Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Selasa. Raja Willem-Alexander dan Ratu Maxima tiba di Indonesia pada Senin (9/3/2020) sore dan akan berada di Indonesia hingga 13 Maret. Mereka diagendakan mengunjungi sejumlah kota di Indonesia.
Kunjungan Raja Willem-Alexander adalah kunjungan pertama kepala negara Belanda ke Indonesia setelah 25 tahun. Sebelumnya, Ratu Beatrix dari Belanda mengunjungi Indonesia pada 1995.
”Sejalan dengan pernyataan pemerintah saya sebelum ini, saya ingin menyampaikan penyesalan dan meminta maaf atas kekerasan berlebihan dari pihak Belanda di tahun-tahun tersebut. Saya melakukan ini karena menyadari penderitaan dan kepedihan yang dirasakan keluarga-keluarga sampai hari ini,” tutur Willem-Alexander.
Sebelum bertemu dengan Presiden Jokowi, Raja Willem-Alexander dan Ratu Maxima meletakkan karangan bunga di Taman Makam Pahlawan Kalibata dan Menteng Pulo.
Presiden Jokowi dalam pernyataan pers bersamanya menyampaikan, sejarah tidak bisa dihapus. Kendati demikian, kita bisa belajar dari masa lalu. ”Kita jadikan pelajaran itu untuk meneguhkan komitmen kita untuk membangun sebuah hubungan yang setara yang saling menghormati dan saling menguntungkan,” ujar Presiden.
Raja Willem-Alexander menyampaikan kegembiraannya karena Indonesia dan Belanda yang sebelumnya berhadap-hadapan kini menjadi mitra yang semakin erat hubungannya, saling menghargai, percaya, dan bersahabat. Kerja sama Indonesia-Belanda terjalin baik di bidang pengetahuan, ekonomi, pengelolaan air, serta perlindungan alam dan iklim.
Kerja sama bisnis
Ada empat kontrak besar yang dibukukan antara Belanda dan Indonesia melalui kunjungan persahabatan Raja dan Ratu Belanda. Penandatanganan dan penyerahan kontrak bisnis itu dilakukan pada acara forum bisnis antara pemerintah serta pelaku bisnis Belanda dan Indonesia di Jakarta, semalam.
Empat kesepakatan itu antara lain perusahaan FrieslandCampina (Frisian Flag) yang menandatangani nota kesepahaman dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk membangun pabrik di Indonesia. Kontrak lain ialah perusahaan Belanda, HyET, bekerja sama dengan PT Pertamina untuk membuat perusahaan patungan dan membangun pabrik fleksibel panel surya di Indonesia.
Penyerahan nota kesepakatan kerja sama disaksikan Raja dan Ratu Belanda, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, serta Menteri Perdagangan Luar Negeri dan Kerja Sama Pembangunan Belanda Sigrid Kaag. Di luar empat kontrak besar, ada pula 27 kontrak kerja sama di bidang agrikultur dan pangan, kesehatan, maritim, penerbangan, dan lainnya.
Agus mengatakan, total nilai kontrak kerja sama bisnis yang dibukukan Belanda dan Indonesia dari kunjungan persahabatan itu adalah 1,5 miliar euro atau Rp 24,37 triliun. Kerja sama bisnis itu diharapkan bisa direalisasikan dalam waktu sembilan bulan ke depan dan membantu memperbaiki kondisi ekonomi Indonesia yang terancam lesu di tengah penyebaran penyakit Covid-19.
Permintaan maaf
Sejarawan dan Ketua Komunitas Historia Indonesia Asep Kambali menuturkan, permohonan maaf dalam konteks agresi militer Belanda oleh Raja Belanda dapat dimaknai sebagai upaya penghormatan terhadap Indonesia. Namun, dia menilai, dalam pendudukan dan kolonialisme selama beberapa abad, Belanda justru tidak mengakui kesalahannya.
Sejarawan yang juga pendiri Histori Bersama Foundation, Marjolein van Pagee, terkejut Raja Willem-Alexander meminta maaf atas peristiwa 1945-1949. Ini karena kata ”maaf” secara legal lebih bermakna ketimbang ”menyesali”.
Selain itu, dia juga menyampaikan secara legal tak ada pengakuan Pemerintah Belanda terhadap kemerdekaan Indonesia tahun 1945. Hal ini, katanya, terlihat dari peradilan The Hague yang menggunakan hukum Belanda yang melihat Indonesia sebagai koloni Belanda hingga tahun 1949. (DEA/CAS/IDO/GAL)