Penurunan 5,22 persen membuat para pemilik saham kehilangan kekayaan senilai 1.195 triliun dollar AS atau Rp 16.700 triliun hanya dari perdagangan Rabu waktu New York.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
NEW YORK, KAMIS — Bursa global kembali runtuh pada Kamis (12/3/2020). Thailand mencatat penurunan terburuk dengan 8,7 persen dan diikuti Australia dengan 7,4 persen. Penurunan itu membuat belasan ribu triliun rupiah nilai saham dan komoditas hilang dalam sehari
Kepanikan terlihat dari New York hingga Jakarta. Di Amerika Serikat, tiga indeks utama, yakni S&P 500, Dow Jones Industrial, dan Nasdaq, kompak anjlok. Penurunan masing-masing 4,89 persen, 5,86 persen, dan 4,7 persen.
Bukan hanya tiga indeks itu yang memerah. Bursa New York, pasar saham dengan valuasi 22,9 triliun dollar AS, merosot 5,22 persen pada penutupan Rabu sore waktu New York atau Kamis dini hari WIB. Indeks NYSE tercatat 11.177 kala perdagangan ditutup. Dengan valuasi itu, penurunan 5,22 persen membuat para pemilik saham kehilangan kekayaan senilai 1.195 triliun dollar AS atau Rp 16.700 triliun hanya dari perdagangan Rabu waktu New York. Nilai yang merosot lebih besar lagi jika menghitung bursa-bursa lain yang anjlok.
Sebab, penurunan NYSE diikuti berbagai bursa dunia. IHSG Bursa Efek Indonesia turun ke 4.947 poin atau pertama kalinya menembus di bawah 5.000 poin dalam 4 tahun terakhir. IHSG kembali 5.002 pada sesi perdagangan siang. Dari Manila dan Mumbai dilaporkan indeks turun di aras 6 persen. Sementara Tokyo, Hong Kong, dan Singapura lebih terkendali dengan penurunan di bawah 4 persen.
Penurunan bursa Kamis ini merupakan yang kedua sepanjang pekan ini. Awal pekan lalu, bursa rontok gara-gara Arab Saudi memulai perang minyak di tengah kekhawatiran perlambatan perekonomian global akibat wabah SARS-CoV-2.
Para analis dan pelaku pasar menyebut penurunan pasar awal pekan lalu sebagai badai sempurna. Bursa memang pulih dalam perdagangan Selasa. Sayangnya, pasar kembali anjlok setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan Covid-19 telah menjadi pandemik global. Para pelaku pasar segera melepas aset mereka di bursa. Saham, obligasi, dan produk turunan lainnya dilepas sehingga harga turun akibat penjualan serentak.
Tidak puas
Pelaku pasar juga tidak puas dengan keputusan sejumlah pemerintah selepas pengumuman WHO. Bursa Sydney anjlok 7,4 persen meski Canberra mengumumkan stimulus 11,4 miliar dollar AS untuk menangani SASR-CoV-2.
Pasar lebih tidak puas lagi dengan keputusan Presiden AS Donald Trump yang melarang penerbangan dari dan ke Eropa selama sebulan. Penerbangan hanya diizinkan dari dan ke Inggris. Washington juga menjanjikan stimulus bernilai hampir 260 miliar dollar AS.
Dari keseluruhan stimulus, 200 miliar dollar AS berupa penundaan pembayaran pajak kepada pihak terdampak wabah itu. Trump juga menjanjikan paket pinjaman hingga 50 miliar dollar AS untuk usaha kecil dan menengah mengatasi dampak wabah.
”Pasar tidak menyambut presiden. Investor mengharapkan stimulus lebih terperinci dan (sekarang pengumuman Trump) membuat pasar harus menunggu lagi. Bisa saja menunggu lagi, tetapi reaksi seketika menunjukkan pasar akan mengalami pembukaan lebih buruk jika tidak ada langkah untuk mengatasi kerugian di pasar berjangka,” kata Kepala Strategi Pasar pada Prudential Cabang Newark Quincy Krosby.
Sementara analis lain menyebut, larangan terbang paling mengejutkan. ”Semua sudah tahu dampak ekonominya signifikan dan dengan langkah tambahan ini, dampaknya akan berganda di berbagai sektor. Hal ini tidak pernah dipertimbangkan pasar dan harganya amat besar dalam jangka menengah,” kata Kepala Riset Asia pada ANZ Singapura, Khoon Goh. (AP/REUTERS)