Salah satu aspek penting dalam demokrasi adalah adu gagasan. Tanpa adu gagasan, demokrasi hanya akan menjadi kemeriahan nyaris tanpa substansi.
Oleh
·2 menit baca
Di Amerika Serikat, kesibukan berlangsung menjelang pemilihan presiden pada November mendatang. Partai Demokrat sedang menjalankan ”kompetisi” di antara tokohnya untuk menentukan kandidat dari partai tersebut dalam pilpres. Siapa pun kandidat itu, dia hampir dapat dipastikan akan berhadapan dengan petahana Presiden Donald Trump.
Kompetisi internal Demokrat, yang ditandai dengan pemberian suara oleh para anggotanya terhadap sejumlah bakal kandidat, kini mengerucut pada dua nama: Bernie Sanders dan mantan Wakil Presiden Joe Biden. Biden menempati posisi teratas dengan jumlah dukungan delegasi lebih banyak ketimbang Sanders di posisi kedua.
Sanders menyebut dirinya politisi berhaluan sosialis demokratik. Senator Negara Bagian Vermont ini, antara lain, mendukung tegas kebebasan perempuan dalam isu aborsi, serta mendorong penerapan sistem jaminan kesehatan universal. Ia menuding Biden mendukung kebijakan pemangkasan dana jaminan sosial. Tuduhan dilancarkan oleh Sanders berdasarkan catatan bahwa pada 1990-an, saat masih menjadi senator, Biden menyebut jaminan sosial harus dihemat pemerintah. Menghadapi tuduhan ini, Biden membantahnya.
Dalam isu perdagangan bebas, Sanders menyudutkan Biden, karena mendukung Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA). Bagi Biden, hal yang lebih penting adalah perdagangan berlangsung adil, sedangkan Sanders memang menempatkan diri sebagai penentang perdagangan bebas.
Dalam isu aborsi, Sanders mengungkap sikap Biden pada masa lalu yang menolak dana publik dipakai untuk membantu perempuan melakukan aborsi.
Isu ini dipakai karena dapat memengaruhi perempuan pemilih di Demokrat. Namun, survei memperlihatkan bahwa secara umum Biden tetap mendapatkan dukungan lebih besar ketimbang Sanders dari kelompok perempuan Demokrat. Khusus perempuan berusia kurang dari 30 tahun, dukungan mereka lebih banyak diberikan kepada Sanders. Berdasarkan kelompok umur, kaum muda (18-34 tahun) memang memberikan dukungan lebih banyak kepada Sanders.
Adu gagasan dalam kampanye masih berlangsung ketat di internal Demokrat. Pemenangnya akan beradu gagasan lagi dengan kandidat Partai Republik, yang kemungkinan besar adalah Trump. Lewat adu gagasan itu, masyarakat bisa menilai visi para calon. Tentu, setelah terpilih sebagai presiden, sang calon harus menjalankan apa yang digagasnya.
Jika gagal mewujudkannya, ia akan ”dihukum”. Orang ini tidak akan dipilih lagi. Demikian demokrasi bekerja. Ada dukungan, ada ”hukuman”. Lewat cara ini, demokrasi diharapkan dapat memberikan manfaat nyata bagi rakyat.