Presiden Jokowi menggunakan kisahnya memberikan durian sebagai hadiah bagi istrinya sebagai ilustrasi dalam mendorong ekspor buah. Indonesia dinilai memiliki peluang pasar ekspor yang amat besar.
Oleh
FX LAKSANA AS
·4 menit baca
Duren atau durian untuk hadiah ulang tahun orang tercinta? Kenapa tidak. Presiden Joko Widodo saja pernah melakukannya untuk Ibu Iriana Joko Widodo.
Entah pada ulang tahun ke berapa, yang pasti, Ibu Iriana pernah menerima durian sebagai kado ulang tahun dari Presiden Jokowi. Kisah ini dipaparkan sendiri oleh Presiden sebagai salah satu ilustrasi dalam arahannya pada peresmian pembukaan Forum Makanan dan Pertanian Asia Ke-2 di Istana Negara, Jakarta, Kamis (12/3/2020).
Hadir mendampingi Presiden adalah Kepala Staf Presiden Moeldoko, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, serta Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki. Sementara ada sekitar 500 undangan.
”Durian dari (negara) kita itu ada yang enak, ada yang enggak enak. Campur-campur. Saya pernah. Pernah beli durian mahal. Harganya mahal. Barangnya saya lihat bagus. Saya pakai untuk hadiah ulang tahun Bu Jokowi. Saya beli satu saja. Sampai di rumah dibuka, enggak enak,” kata Presiden.
Ibu Iriana lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 1 Oktober 1963. Setelah pacaran beberapa tahun, Ibu Iriana dan Jokowi muda menikah pada 24 Desember 1986. Keduanya kemudian dianugerasi tiga anak.
Soal ulang tahun Ibu Iriana, Presiden hanya sedikit menyinggungnya. Toh kisah itu memang sebatas digunakan untuk ilustrasi tentang peluang dan tantangan pertanian Indonesia, terutama menyangkut buah tropis.
Peluang pasar ekspor
Buah tropis, menurut Presiden Jokowi, memiliki peluang pasar ekspor yang amat besar. Permintaan dari negara-negara di kawasan Timur Tengah dan Eropa, serta di China, sangat tinggi. Persoalannya, pertanian Indonesia belum mampu menyediakan pasokan dengan volume dan kualitas sebagaimana permintaan pasar. ”Permintaan banyak, tetapi barangnya enggak ada. Mau bicara apa,” kata Presiden.
Untuk durian saja, Presiden melanjutkan, permintaan dari China sangat besar. ”Tetapi, kita enggak bisa suplai dengan kualitas yang diinginkan mereka,” kata Presiden.
Situasi pasokan domestik dan permintaan global terhadap durian tersebut lebih-kurang terjadi pula pada buah tropis lainnya dan komoditas pertanian nasional secara umum. Sekadar contoh adalah manggis, rempah-rempah, minyak nilam, dan herbal.
Untuk itu, Presiden Jokowi menantang petani agar berani mengembangkan komoditas pertanian yang potensial. ”Kita harus fokus memilih komoditas yang memiliki nilai tinggi dan memiliki ceruk pasar yang besar. Jangan komoditas yang itu-itu saja,” kata Presiden.
Sebagai bentuk dukungan pemerintah, Presiden melanjutkan, pemerintah siap memberikan hak guna usaha untuk kebutuhan lahan pertanian dan pembiayaan melalui kredit usaha rakyat (KUR). Untuk mendapatkan fasilitas itu, petani secara kelompok harus membentuk korporasi tani dan menyusun rencana bisnis yang baik.
”Indonesia sebetulnya masih memiliki lahan yang sangat luas untuk membuka lahan-lahan baru bagi pertanian, misalnya di Kalimantan Tengah. Minta lahan 5.000 hektar kan mudah asal tidak di Jawa. Masih banyak lahan kita. Tetapi, ya disampaikan rencana bisnisnya,” kata Presiden.
Dalam hal pembiayaan, Presiden menyebutkan bahwa pemerintah secara khusus menargetkan penyaluran KUR untuk pertanian pada tahun ini Rp 50 triliun. ”Itu manfaatkan. Buatlah sebuah proposal bisnis yang baik. Tapi benar dilakukan dengan manajemen modern sehingga memberikan kepercayaan kepada perbankan bahwa pertanian bisa menghidupi kita dan pertanian bisa dijadikan tumpuan bagi ekonomi negara kita,” kata Presiden.
Cenderung fluktuatif
Berdasarkan data Kementerian Pertanian, produksi durian nasional cenderung fluktuatif selama 2014-2018. Pada 2014, produksinya 859.118 ton. Pada 2015, produksinya meningkat menjadi 995.729 ton. Namun, pada dua tahun berikutnya, produksinya turun. Masing-masing adalah 735.419 ton pada 2016 dan 795.200 ton pada 2017. Pada 2018, produksinya melonjak menjadi 1.142.094 ton.
Sementara itu, Moeldoko selaku Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia menyatakan, pertanian Indonesia menghadapi tantangan sekaligus peluang. Tantangannya terutama adalah menyusutnya lahan pertanian.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, penyusutannya mencapai 120.000 hektar. Adapun mengacu Rural Development and Food Security Forum 2019, lahan pertanian dunia susut 44 persen. Karena itu, menurut Moeldoko, pasokan bahan makanan 820 juta jiwa penduduk dunia menjadi rawan.
”Paradoks. Di satu sisi lahan pertanian menyusut. Di sisi lain, jumlah penduduk terus meningkat. Solusinya, intensifikasi dan ekstensifikasi,” kata Moeldoko.
Intensifikasi, Moeldoko menambahkan, mutlak mengadopsi teknologi pertanian mutakhir. Sementara ekstensifikasi, dengan cara mengembangkan lahan-lahan baru di luar Pulau Jawa, tingkat kesuksesannya kecil. ”Oleh karena itu, intensifikasi melalui teknologi jadi keharusan,” kata Moeldoko.