Kejaksaan Negeri Jayapura melacak keberadaan 40 terpidana yang masih buron dalam lima tahun terakhir. Sebanyak 39 orang di antara para buron ini terlibat kasus korupsi, dan kebanyakan berlatar belakang swasta.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·2 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Kejaksaan Negeri Jayapura melacak keberadaan 40 terpidana yang masih buron dalam lima tahun terakhir. Sebanyak 39 orang di antara para buron ini terlibat kasus korupsi.
Hal ini disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri Jayapura Rahmat di Jayapura, Papua, Kamis (12/3/2020). Ia memaparkan, 40 terpidana yang masih buron ini terdiri dari 39 terpidana kasus korupsi dan satu orang pidana umum. Adapun 40 terpidana ini tersebar di sejumlah kabupaten yang menjadi wilayah hukum Kejaksaan Negeri Jayapura, yakni Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Sarmi, Keerom, dan Mamberamo Raya.
”Status hukum 40 terpidana ini sudah inkrah. Rata-rata, mereka mendapatkan vonis pidana penjara selama satu hingga empat tahun,” kata Rahmat.
Ia mengatakan, diduga puluhan terpidana kasus korupsi bersembunyi di sejumlah kabupaten dan provinsi lain di luar wilayah Papua. ”Saya mengimbau puluhan terpidana ini segera menyerahkan diri secara baik-baik kepda petugas. Sebab, Kejaksaan Agung sedang gencar melaksanakan program Tangkap Buronan (Tabur) di seluruh wilayah Indonesia,” ujar Rahmat.
Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Jayapura Renaldy Palyama menambahkan, mayoritas latar belakang 39 terpidana korupsi yang masih buron dari pihak swasta. ”Direncanakan, kami bersama jajaran intelijen Kejari Jayapura akan melacak dan menahan 39 terpidana kasus korupsi tersebut,” ujarnya.
Sebelumnya, tim Kejaksaan Negeri Jayapura menahan Wakil Bupati Sarmi Yosina Insyaf, salah satu terpidana korupsi yang buron, di salah satu apartemen di Jakarta, pada Selasa (18/2/2020) dini hari. Yosina selaku terpidana kasus korupsi pembangunan bendungan irigasi SP II di Sarmi, tahun 2012, dengan kerugian negara sebesar Rp 2,2 miliar.
Sumber daya manusia pada institusi kejaksaan mesti diperkuat agar tak terulang lagi banyaknya terpidana yang belum ditangkap.
Pengamat hukum sekaligus Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Papua, Anthon Raharusun, berpendapat, program Tabur mesti diapresiasi karena telah memberikan rasa keadilan dalam penegakan hukum. Ia berharap penguatan sumber daya manusia pada institusi kejaksaan agar tak terulang lagi banyaknya terpidana yang belum ditangkap. Sebab, korupsi merupakan kasus kejahatan yang sangat merugikan masyarakat.
”Salah satu solusi untuk menghentikan terpidana korupsi yang buron adalah menghentikan pemberian penangguhan penahanan saat menjalani persidangan,” kata Anthon.