Pemerintah membuka dialog bagi pihak-pihak yang menolak RUU Cipta Kerja. ”Omnibus law” sesungguhnya untuk menjawab keluhan publik. Di sisi lain, komunikasi politik untuk RUU sapu jagat itu terus dijalin.
Oleh
ZAK/RAM/RTG/NIK/BRO/REK/BOW
·4 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Pemerintah menekankan, pembentukan undang-undang bermetodekan omnibus untuk menjawab keluhan publik atas kompleksitas dan obesitas regulasi di Indonesia. Jika kemudian ada norma di dalam rancangan undang-undang sapu jagat yang ditolak publik, pemerintah bersama DPR terbuka untuk berdialog.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyampaikan hal itu saat membuka Musyawarah Nasional V Asosiasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Seluruh Indonesia (Adeksi) di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Rabu (11/3/2020). Musyawarah itu mengusung tema ”Respons Daerah Menyambut ’Omnibus Law’: Mempercepat Pertumbuhan Ekonomi Menuju Indonesia Maju”.
Wapres Amin menyampaikan, saat ini terdapat 8.451 peraturan pusat dan 15.965 peraturan daerah. Itu menggambarkan kompleksitas dan obesitas regulasi di Indonesia. Kondisi itu mengakibatkan tumpang tindih aturan.
”Omnibus law itu tuntutan publik untuk membenahi masalah yang begitu banyak. Obesitas, tumpang tindih, dan banyaknya aturan perizinan yang berbelit-belit,” katanya.
Melalui omnibus law, pemerintah berupaya menyelesaikan persoalan itu. Harapannya, keinginan untuk membangun Indonesia maju bisa lebih cepat tercapai.
Oleh karena itu, Wapres berharap DPRD mendukung omnibus law. ”Dewan Perwakilan Rakyat juga memberikan respons yang cukup terhadap omnibus law walaupun nanti ada juga hal-hal yang berbeda, usulan-usulan melalui berbagai forum DPR, termasuk rapat dengar pendapat umum di DPR,” katanya.
Buka dialog
Terkait banyaknya penolakan atas RUU Cipta Kerja yang bermetodekan omnibus, Wapres Amin mendorong agar norma-norma yang dipersoalkan publik didiskusikan dengan pemerintah. Pemerintah, ditekankannya, membuka dialog.
”Makanya, dilakukan dengar pendapat di DPR untuk membahas lebih lanjut isinya. Bukan omnibus law-nya, melainkan ada isinya yang belum disinkronkan, dibangun kesepakatan,” ujar Wapres Amin.
Ia juga menampik omnibus law bakal menghilangkan otonomi daerah, termasuk memangkas kewenangan daerah dalam menghasilkan produk regulasi. ”Itu yang kami tidak inginkan. Justru kami ingin menyinergikan kebijakan nasional dan daerah,” katanya.
Oleh karena itu, Wapres berharap DPRD bisa membantu meluruskan kepada publik mengenai kesalahpahaman yang selama ini muncul terhadap omnibus law.
Penilaian sejumlah kalangan bahwa RUU Cipta Kerja akan menghilangkan otonomi daerah muncul dari adanya sejumlah pasal yang menarik kewenangan pemerintah daerah ke pusat, di antaranya pemberian izin rumah potong hewan dan peran pemda dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (Kompas, 18/2/2020).
Selain itu, dari kajian Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah, ada sejumlah pasal dalam RUU Cipta Kerja yang akan membangun konstruksi pemda tak sejalan dengan konstitusi, bertentangan dengan konsep otonomi daerah dan ketentuan hukum lainnya. Pasal itu adalah Pasal 163, Pasal 164, dan Pasal 166.
Pasal 166, misalnya, menyebutkan, peraturan presiden bisa membatalkan peraturan daerah. Padahal, ketentuan ini bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 56/PUU-XIV.
Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan, MPR turut memantau perkembangan pembahasan RUU Cipta Kerja antara pemerintah dan DPR.
”Saat ini komunikasi antarpimpinan parpol sedang berjalan dan masih berproses terus. Pak Airlangga (Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang juga Ketua Umum Golkar), kemarin, sudah bertemu dengan beberapa pemimpin parpol. Demikian juga pimpinan partai lainnya. Mudah-mudahan saja terjadi suatu kesamaan pandangan terhadap beberapa pasal di dalam omnibus law,” ujarnya.
Pertemuan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan di kediaman Prabowo, di Jakarta, Rabu sore, juga disebutkan membahas RUU Cipta Kerja di antara isu lainnya.
Menurut Sekretaris Fraksi PAN di DPR, Yandri Susanto, yang turut hadir dalam pertemuan, PAN dan Gerindra sepakat mencermati pasal per pasal di RUU Cipta Kerja.
”Pak Prabowo menekankan agar substansi Pasal 33 UUD 1945 harus dipertahankan dan ini menjadi roh bagi segala peraturan yang dibuat DPR dan pemerintah. Teman-teman dari PAN juga sepakat mencermati pasal per pasal dan ayat per ayat,” katanya.
Sementara itu, unjuk rasa menolak RUU Cipta Kerja kembali muncul di sejumlah daerah, seperti di Palembang, Sumatera Selatan, dan Sidoarjo, Jawa Timur. Ketua Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia Sumsel yang juga koordinator aksi, Hermawan, mengatakan, beberapa poin di RUU Cipta Kerja menyudutkan buruh.
Poin itu adalah dibukanya keran tenaga kerja asing (TKA) masuk ke Indonesia. Selain itu, kebijakan menghapus upah minimum regional kabupaten dan kota dan hanya mengakui upah minimum provinsi (UMP).
Sosialisasi
Adapun di Bandung, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyosialisasikan RUU Cipta Kerja pada perwakilan sejumlah serikat pekerja.
Ida mengatakan akan menampung seluruh masukan buruh. Terkait kritik serikat pekerja atas persoalan UMP, dia mengatakan hal itu untuk mengurangi kesenjangan pendapatan antardaerah. ”Kalau ada satu daerah yang lebih tinggi penghasilannya, kemungkinan perusahaan akan merelokasi ke kabupaten yang lebih rendah,” katanya.
Terkait TKA, dia menekankan, tidak semua posisi pekerjaan bisa diambil TKA. ”Tidak ada pelonggaran masuknya TKA. Kami hanya menerima TKA dengan kompetensi khusus yang belum tersedia di Indonesia,” ujarnya.