Pajak Industri Dilonggarkan
Pemerintah akan menanggung PPh untuk karyawan serta menangguhkan PPh bagi 500 importir bereputasi tinggi. Tujuannya, memperkuat daya beli dan mendorong suplai.
JAKARTA, KOMPAS — Menghadapi dampak wabah penyakit yang disebabkan virus korona baru atau Covid-19 terhadap perekonomian nasional, pemerintah mengeluarkan paket kebijakan stimulus kedua. Paket kebijakan ini berupa pelonggaran pajak bagi industri manufaktur.
Pemerintah akan menanggung Pajak Penghasilan (PPh) 21 untuk karyawan sehingga mereka akan menerima gaji penuh tanpa potongan pajak. Pemerintah juga akan menangguhkan PPh Pasal 22 yang berkaitan dengan pajak kegiatan impor bagi 500 importir bereputasi tinggi dan PPh Pasal 25 yang berkaitan dengan PPh badan usaha.
Keputusan itu merupakan hasil rapat koordinasi tingkat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Rabu (11/3/2020), di Jakarta. Rapat yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto itu juga dihadiri Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, dan Menteri Perdagangan Agus Suparmanto.
Airlangga mengatakan, pelonggaran fiskal itu hanya ditujukan bagi industri manufaktur. Stimulus ini hanya berlangsung selama enam bulan dengan tujuan untuk memperkuat daya beli serta mendorong sisi suplai dan permintaan.
Pelonggaran fiskal itu hanya ditujukan bagi industri manufaktur. Stimulus ini hanya berlangsung selama enam bulan dengan tujuan untuk memperkuat daya beli serta mendorong sisi suplai dan permintaan.
Setelah enam bulan berjalan, pemerintah akan mengevaluasi kembali untuk memutuskan berlanjut atau tidaknya kebijakan stimulus tersebut. ”Kami harus menyiapkan payung hukumnya dahulu, yaitu melalui peraturan menteri. Mudah-mudahan, April bisa selesai,” ujarnya.
Selain itu, dalam rangka mempermudah impor industri manufaktur, pemerintah juga tengah mengevaluasi sejumlah kebijakan. Misalnya, mengurangi atau menghapuskan larangan dan pembatasan impor di sektor tertentu.
Pemerintah juga akan membenahi sistem logistik nasional agar memudahkan kegiatan impor dengan mengintegrasikan Indonesia National Single Window (INSW) dengan Inaport yang ada di pelabuhan dan Bea Cukai.
Baca juga: Industri Batam Menjerit Terkendala Bahan Baku dari China
Agus Gumiwang menambahkan, kebijakan fiskal dan nonfiskal ini dapat menjaga daya tahan industri di tengah tekanan perekonomian dunia.
Sebelumnya, kalangan industri manufaktur kesulitan mendapatkan bahan baku/penolong karena rantai pasok global terganggu. Hal itu menyebabkan produksi terhambat dan berkurang sehingga akan berpengaruh ke keuangan perusahaan.
Jasa penerbangan
Tidak hanya di sektor manufaktur, dampak wabah Covid-19 itu juga menggerus pendapatan maskapai dan perusahaan pengelola penerbangan. berpotensi menghambat produksi. Pergerakan pesawat internasional di bandara-bandara yang dikelola PT Angkasa Pura II (Persero) atau AP II turun 4 persen dari pergerakan rata-rata 2.300 pesawat yang lepas landas dan mendarat setiap hari.
Sementara pergerakan penumpang turun 6 persen-7 persen dari rata-rata 200.000 pergerakan penumpang yang datang dan pergi setiap hari. PT AP II belum menghitung potensi kerugian itu, sedangkan PT Angkasa Pura I (Persero) menyebutkan, potensi kerugian sepanjang Januari-Februari 2020 sebesar Rp 207 miliar.
Direktur Utama PT AP II Muhammad Awaluddin mengatakan, untuk mengatasi dampaknya pada pendapatan perusahaan, PT AP II akan menyusun skenario untuk mengganti kerugian dari sumber pendapatan lain, seperti dari bisnis non-aero atau di luar layanan penerbangan.
Baca juga: Penerbangan Lesu, Angkasa Pura II Cari Sumber Pendapatan Lain
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan, kondisi perusahaan di bidang transportasi yang tengah meradang itu merupakan dampak epidemi Covid-19 yang tidak bisa diprediksi. Itu merupakan risiko yang harus dihadapi perusahaan sehingga tidak bisa bicara untung-rugi dalam konteks epidemi.
”Yang bisa dilakukan adalah mengantisipasi bagaimana agar kepastian karyawan tetap bisa bekerja, dan tidak ada oknum-oknum yang bermain,” ujar Erick.
Jasa keuangan
Dampak wabah Covid-19 juga diperkirakan berimbas ke sektor industri jasa keuangan bank dan nonbank. Para pelaku di industri tersebut berupaya memitigasi agar dampaknya tidak menggerus pendapatan secara lebih dalam.
Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Royke Tumilaar mengemukakan, Bank Mandiri sejauh ini belum mengoreksi target pertumbuhan kredit. Bank Mandiri berencana melakukan evaluasi pada Juni atau Juli 2020.
Meski demikian, diperkirakan terjadi penurunan pertumbuhan kredit dibandingkan tahun sebelumnya. ”Kami lihatlah Juni (atau) Juli. Ada penurunan (pertumbuhan kredit) pasti. Kami belum ukur, tetapi kemungkinan akan di bawah 10 persen,” katanya.
Diperkirakan terjadi penurunan pertumbuhan kredit dibandingkan tahun sebelumnya.
Baca juga: Pertumbuhan Kredit Diprediksi Melambat
Sebelumnya, Bank Mandiri menargetkan penyaluran kredit tumbuh 9 persen-10 persen tahun ini. Adapun Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan kredit tahun ini di kisaran 9 persen-11 persen, atau turun dari perkiraan sebelumnya 10-12 persen.
Sementara, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menegaskan, polis asuransi yang dimiliki masyarakat tidak mengecualikan klaim terhadap Covid-19. Kondisi ini berlaku selama penyebaran penyakit ini tidak dikategorikan sebagai pandemik.
Polis asuransi yang dimiliki masyarakat tidak mengecualikan klaim terhadap Covid-19. Kondisi ini berlaku selama penyebaran penyakit ini tidak dikategorikan sebagai pandemik.
Ketua AAJI Budi Tampubolon mengatakan secara umum, polis asuransi tidak mengecualikan Covid-19 dengan catatan bukan pandemik. AAJI mengimbau nasabah pemegang polis asuransi memeriksa polis mereka dan bertanya kepada perusahaan penerbit polis.
”Nasabah dapat memastikan mengingat polis asuransi dan produk yang dikeluarkan perusahaan asuransi berbeda-beda dengan manfaat klaim yang beragam,” katanya.
Hingga saat ini, infeksi Covid-19 masih ditetapkan sebagai epidemik dengan pusat penyakit di daratan China. WHO terus memantau penyebaran dan perkembangan kasus Covid-19 di seluruh dunia, termasuk terus mengawasi negara-negara yang baru melaporkan kasus pertamanya.
Status epidemik menunjukkan peningkatan tiba-tiba kasus penyakit atau penyakit baru di suatu wilayah. Sementara pandemik dideklarasikan apabila penyakit baru menyebar di seluruh dunia melampaui estimasi dan kemampuan penanganan.
Budi mengatakan, dalam kondisi penyebaran wabah seperti saat ini, industri asuransi jiwa harus bersiaga dengan mengelola perusahaan secara baik. Perusahaan pun perlu memperhatikan pergerakan pasar modal dan menjaga kualitas asetnya dengan baik.
Hal ini perlu dilakukan mengingat sektor jasa di Indonesia saat ini cukup mengalami guncangan. Sektor komoditas pun menghadapi tantangan karena ekspor ke China berpotensi merosot sehingga perekonomian berpotensi terganggu. (BM LUKITA GRAHADYARINI/DIMAS WARADITYA NUGRAHA)