Sebagian pekerja migran asal NTT pulang melewati pelabuhan kecil yang tak dilengkapi alat pendeteksi suhu. Warga diharap proaktif melapor kepada petugas kesehatan karena keberadaan mereka sulit dipantau.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Kepulangan pekerja migran di Nusa Tenggara Timur sebagian taidk terpantau. Sejumlah pekerja migran asal NTT pulang melewati pelabuhan kecil yang tak dilengkapi alat pendeteksi suhu. Para migran itu diharap segera melaporkan diri ke petugas kesehatan untuk pemeriksaan virus korona sebagai langkah antisipasi penyebaran Covid-19.
Kepala Biro Humas Sekretariat Daerah NTT Marius Ardu Jelamu di Kupang, Kamis (12/3/2020), mengatakan, jumlah TKI ilegal asal NTT yang berangkat dan pulang ke NTT mencapai ratusan orang setiap pekan. Petugas bandara dan pelabuhan atau dermaga sulit membedakan, apakah mereka itu baru pulang dari luar negeri atau tidak.
Marius mengatakan, di Pelabuhan Tenau Kupang, Bandara Komodo, Pos Lintas Batas Motaain-Timor Leste, telah dipasang alat pendeteksi suhu tubuh (thermal scanner). TKI melewati tempat-tempat itu bisa terdeteksi. Jika bersuhu tinggi, mereka akan diperiksa lebih lanjut.
Namun, sebagian TKI yang pulang turun di dermaga kecil, yang belum dilengkapi thermal scanner. Dermaga ituyakniEnde, Maumere, Lewoleba, Larantuka, Sabu, Rote, dan Pelabuhan Labuan Bajo. Mereka biasanya menumpang feri. Mereka dikhawatirkan tak terpantau kesehatannya.
Oleh karena itu, pemda setempat diminta sigap melakukan pemeriksaan. Pihak keluarga atau masyarakat yang mengetahui ada warga NTT pulang dari luar negeri sebaiknya melapor kepada petugas kesehatan terdekat.
”Kami minta para TKI asal NTT yang baru pulang dari luar negeri, seperti Malaysia, Singapura, Hong Kong, Korea, dan Arab Saudi, agar lebih proaktif melaporkan diri kepada petugas kesehatan di bandara, pelabuhan, atau terminal sebelum bertemu dengan keluarga. Sikap ini penting untuk menghindari penyebaran virus korona kepada orang lain,” kata Jelamu.
Kaum migran yang berangkat ke luar negeri secara sah sekitar 500 orang per tahun. Mereka ini bisa terpantau pemerintah saat pulang ke NTT. Namun, TKI yang berangkat ke luar negeri secara ilegal mencapai ribuan orang per tahun dan sulit terpantau. Kepulangan mereka ke NTT pun sulit terpantau.
Kami minta para TKI asal NTT yang baru pulang dari luar negeri, seperti Malaysia, Singapura, Hong Kong, Korea, dan Arab Saudi, agar lebih proaktif melaporkan diri kepada petugas kesehatan di bandara, pelabuhan, atau terminal sebelum bertemu dengan keluarga.
Direktur Yayasan Tukelakang NTT Marianus Minggo juga mengingatkan pemerintah agar melakukan penyuluhan dan pendampingan terhadap pekerja hiburan malam di seluruh wilayah NTT, terutama di Labuan Bajo, Atambua, dan Ende. Tamu-tamu yang berkunjung ke tempat hiburan itu tidak hanya warga lokal, tetapi juga turis asing atau warga negara lain.
”Tempat-tempat itu dikunjungi banyak orang. Jika satu orang pekerja hiburan malam sudah terinfeksi virus dan terus bekerja melayani tamu, ia akan menyebarkan secara cepat dan meluas. Peringatan ini tidak hanya untuk NTT, tetapi seluruh wilayah Indonesia agar pekerja hiburan malam sebaiknya diistirahatkan,” kata Minggo.
Menurut Minggo, masyarakat lokal belum banyak paham soal cara penyebaran virus korona. Semua jenis aktivitas masyarakat yang berpotensi menularkan virus perlu dibatasi.