Pemerintah Kabupaten Konawe menunggak pembayaran honor perangkat desa selama 16 bulan. Keuangan pemkab hanya mampu digunakan untuk membayar secara bertahap.
Oleh
·4 menit baca
KONAWE, KOMPAS — Di tengah polemik desa bermasalah, Pemerintah Kabupaten Konawe kembali didera masalah honor aparat desa lebih dari Rp 100 miliar. Besaran itu akumulasi honor 16 bulan bagi sekitar 5.000 orang di 294 desa. Perangkat desa menuntut pembayaran dan kejelasan nasib.
Salah seorang perangkat desa, Mansur (31)—bukan nama sebenarnya—menyampaikan, ia tidak mendapat honor sejak Desember 2018 hingga Maret 2020. Kepala seksi pemerintahan di sebuah desa ini harus bekerja serabutan untuk menutupi kebutuhan sehari-hari keluarganya.
”Anak saya tiga. Kalau tidak kerja, mau dikasih makan apa? Saya kerja jadi tukang ojek, buruh tani, atau apa saja yang bisa dikerjakan,” katanya di sela-sela aksi menuntut pembayaran honor di Kantor Bupati Konawe, Sulawesi Tenggara, Rabu (11/3/2020) siang.
Lebih dari 100 orang perwakilan perangkat desa se-Kabupaten Konawe, bersama mahasiswa dan pemuda, menggelar aksi siang itu. Mereka menuntut pemerintah segera membayar honor perangkat desa yang menunggak 16 bulan.
Anak saya tiga. Kalau tidak kerja, mau dikasih makan apa?
Aksi sempat memanas ketika massa mendesak bertemu Bupati Konawe Kery Saiful Konggoasa dan Wakil Bupati Konawe Gusli Topan Sabara. Akan tetapi, dua unsur pimpinan daerah tersebut tidak berada di tempat. Setelah berdialog, massa memasang spanduk di depan pintu masuk kantor sebagai tanda simbolis penyegelan kantor.
Menurut Mansur, pada 2018, ia terakhir mendapat honor pada November sebesar Rp 700.000. Besaran honor pada 2019 dinaikkan menjadi Rp. 1.250.000 dan kembali bertambah menjadi Rp 1.500.000 pada 2020. ”Ini sudah masuk 16 bulan belum ada yang dibayar,” katanya. Jasman Laumara (62), mantan Kepala Seksi Pemerintahan Desa Analahumbuti, Kecamatan Anggotoa, menyampaikan, pembayaran honor perangkat desa mulai tersendat sejak April 2018. Honor pada 2018 bahkan dibayarkan secara bertahap pada 2019.
Akan tetapi, pembayaran hanya hingga November 2018. ”Desember sampai sekarang tidak ada. Januari lalu kami aksi, dijanjikan akan segera dibayarkan. Sampai sekarang tidak ada,” kata Jasman. Dalam aturan, honor perangkat desa dialokasikan melalui anggaran dana desa (ADD). Porsi anggaran ini berasal dari 10 persen dana alokasi umum (DAU) yang dianggarkan setiap tahun.
Koordinator aksi, Ilham Killi, menjelaskan, anggaran honor untuk perangkat desa adalah kewajiban pemerintah kabupaten. Masyarakat telah bekerja belasan bulan, tetapi tidak kunjung mendapat honor. ”Anehnya, ini anggaran sudah disetujui, tetapi tidak ada pembayaran. Uangnya ke mana? Sementara setiap tahun Pemkab Konawe juga mendapatkan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),” ucap Ilham.
Dalam hitungan sementara, Ilham melanjutkan, honor perangkat desa yang belum dibayarkan selama 2019 mencapai Rp 73 miliar. Pada 2018, masih ada Rp 17 miliar yang merupakan utang dan beberapa bulan pada 2020 sekitar Rp 20 miliar. Hitungan kasar tunggakan honor di atas Rp 100 miliar.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Konawe Santoso menyebutkan, nilai utang pemerintah untuk honor perangkat desa memang berada pada kisaran Rp 100 miliar. Ia tidak tahu angka pasti dari tunggakan honor yang telah berjalan 16 bulan ini. Menurut Santoso, utang honor perangkat desa terjadi sejak 2018. Pembayaran honor 5.000-an perangkat desa lalu dilakukan bertahap pada 2019.
”Jadi, pada 2019 itu tetap dianggarkan dan dibayarkan. Tapi, untuk membayar yang tertunggak pada 2018. Saya tidak tahu kenapa sampai tertunggak pada 2018, sejak saya masuk di BPKAD 2019, sudah begitu kejadiannya,” ujarnya.
Dibayar bertahap
Saat ini, tutur Santoso, pembayaran akan dilakukan bertahap. Hal tersebut terjadi karena kondisi keuangan pemerintah daerah yang tidak begitu besar. Dalam sebulan, Pemkab Konawe mendapat dana transfer dari pusat Rp 58 miliar. Sebanyak Rp 29 miliar dialokasikan untuk pembayaran gaji aparatur sipil negara.
”Tidak mungkin kalau semua anggaran untuk pembayaran honor dan gaji. Jadi, pembayarannya secara bertahap, yaitu Desember 2018 dan Januari 2019 dahulu. Untuk 2020 sebenarnya sudah aman, cuma menunggu APBDes tiap-tiap desa. Kami masih menunggu verifikasi dari Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD), lalu kami bayarkan,” katanya.
Kepala BPMD Keni Yuga Permana menuturkan, pihaknya sedang melakukan verifikasi APBDes untuk 2020. Hal itu sesuai dengan tugas dan wewenang di lembaganya. Terkait anggaran dan pencairan dana, itu ada di organisasi lain, yaitu BPKAD. Permasalahan terkait desa di Konawe bukan kali pertama.
Pertengahan 2019, daerah ini didera kasus desa bermasalah yang dibentuk berdasarkan aturan fiktif. Sebanyak 56 desa dibentuk dan mendapat dana desa selama tiga tahun meski aturan pembentukan desa tidak pernah dibahas dan dibuat dengan tanggal mundur. Hingga kini, masalah ini masih dalam penyelidikan Polda Sultra yang juga belum tuntas meski telah berjalan lebih dari tujuh bulan.