Sorotan media arus utama terhadap isu banjir di Jakarta lenyap saat tersiar informasi tentang warga Indonesia tertular Covid-19. Namun, pemerintah pusat dan daerah serta warga masih perlu mewaspadai ancaman banjir.
Oleh
Yohanes Mega Hendarto
·6 menit baca
Berdasarkan penelusuran Litbang Kompas dalam berita-berita di koran, pemberitaan terhadap isu banjir seketika tenggelam saat isu Covid-19 tiba. Analisis ini dilakukan pada pemberitaan halaman pertama enam surat kabar nasional, yaitu Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Koran Sindo, Republika, dan Indopos. Dari total 120 pemberitaan, selama 2 Maret hingga 7 Maret 2020, tidak ada berita mengenai bencana banjir yang melanda sejumlah daerah di Indonesia.
Pemberitaan banjir yang dimaksud adalah pemberitaan mengenai kejadian bencana alam, usaha penanganan, ataupun evaluasi atas bencana banjir selama dua bulan terakhir. Seminggu sebelumnya (23-29 Februari 2020), masih ada 16 pemberitaan banjir di halaman pertama enam surat kabar nasional tersebut.
Meski demikian, masih dimungkinkan adanya pemberitaan tentang banjir yang dimuat selain di halaman pertama. Namun, analisis Litbang Kompas hanya berfokus di halaman pertama, sebagai prioritas surat kabar cetak. Jika ditelisik lebih lanjut, jumlah pemberitaan banjir pada minggu tersebut berbeda-beda di tiap surat kabar nasional.
Koran Sindo, Republika, dan Koran Tempo memuat dua pemberitaan banjir pada halaman pertama. Lalu Media Indonesia dan Indopos memuat tiga pemberitaan banjir. Sementara Kompas menjadi satu-satunya media nasional yang memuat empat pemberitaan banjir selama tiga hari, 26 hingga 28 Februari 2020.
Sementara itu, sudut pandang pemberitaan yang dibahas dari keenam surat kabar tersebut dapat digolongkan dalam dua kategori. Pertama, pada 26 Februari 2020, keenam surat kabar menyoroti kejadian banjir di DKI Jakarta berikut pantauan terhadap situasi kota, korban banjir, dan dampak atau kerugian yang dialami.
Sementara setelahnya, fokus pemberitaan dijatuhkan pada upaya mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk berkoordinasi menemukan solusi atas bencana air ini. Sepekan kemudian, sorotan terhadap banjir ini menghilang setelah tersiar kabar dua warga negara Indonesia yang terpapar virus korona tipe baru di Depok.
Tidak adanya pemberitaan tentang banjir di halaman pertama keenam surat kabar nasional menjadi bukti atas hal ini. Sebanyak 64 pemberitaan seputar Covid-19 memenuhi halaman pertama keenam surat kabar selama sepekan lamanya (2-7 Maret 2020). Memang, pemberitaan tentang wabah yang menyerang secara global ini sudah menghiasi halaman pertama sejak awal Januari 2020.
Tercatat, 227 pemberitaan tentang virus korona baru atau peliputan tentang Wuhan diberitakan di halaman pertama dari 1 Januari hingga 7 Maret 2020. Terlihat, media nasional tidak bisa memalingkan diri dari wabah global yang kian mengancam dan akhirnya masuk ke Indonesia.
Banjir belum berlalu
Kendati pemberitaan Covid-19 yang masuk ke Indonesia menjadi prioritas utama pemberitaan, bukan berarti pengawalan atas musibah banjir langsung menghilang begitu saja. Pada pekan yang sama dengan kabar Covid-19 di Indonesia, masih ada sejumlah daerah yang terendam banjir dan mengalami kerugian besar.
Daerah terendam banjir pun belum dapat dikatakan pulih, misalnya di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Semper di Kelurahan Semper Timur, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, yang masih tergenang air hingga sejak banjir awal tahun hingga 7 Maret 2020 kemarin.
Setidaknya, ada empat peristiwa banjir besar yang melanda empat provinsi, yakni di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Tengah, dan Papua Barat. Banjir besar di empat provinsi tersebut diakibatkan oleh hujan berintensitas tinggi dan membuat sungai meluap. Korban terbanyak ditemukan di Kelurahan Wosi, Kabupaten Manokwari, Papua Barat, dengan jumlah 1.700 warga akibat meluapnya Sungai Wosi.
Dari segi kerugian, Jabar dan Sulteng mengalami dampak parah. Di Jabar, tepatnya di Kabupaten Karawang, Kabupaten Indramayu, dan Cirebon, banjir merusak areal persawahan dan industri. BPBD Karawang mencatat, kerugian akibat banjir mencapai Rp 2,739 miliar untuk sarana pendidikan dan Rp 1,185 miliar untuk kerusakan rumah dan sarana ibadah.
Sementara itu, di Desa Lengkeka, Kecamatan Lore Barat, Kabupaten Poso, Sulteng, seorang korban banjir bandang masih dalam pencarian petugas Basarnas hingga 6 Maret 2020. Banjir bandang di Poso menerjang dari hutan di pegunungan menuju rumah-rumah warga serta membawa material potongan kayu dan lumpur.
Akibatnya, sekitar 10 rumah tersapu bersih, 11 rumah rusak berat, dan 51 rumah rusak ringan oleh banjir sehingga sekitar 900 orang harus mengungsi ke kantor Kecamatan Lore Barat. Mengingat potensi hujan deras disertai banjir masih menghantui daerah-daerah, pemantauan peristiwa bencana ini masih diperlukan. Media massa masih perlu mengawal upaya pemerintah pusat dan daerah agar mencari solusi nyata agar musibah tidak terulang.
Pengawalan ini diperlukan mengingat Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) masih memperingatkan kemungkinan banjir di sejumlah wilayah pada Maret, April, dan Mei 2020. Dari pengamatan BMKG per 10 Februari 2020, potensi tinggi bencana banjir terdapat di Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Papua, dan Papua Barat.
Sementara itu, hampir seluruh pulau besar di Indonesia memiliki potensi menengah terhadap bencana banjir. Seperti yang tercatat pada laman BMKG, prakiraan potensi banjir ini merupakan hasil kerja sama tiga instansi, yakni BMKG, Ditjen Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta Badan Informasi Geospasial.
Tetap prioritas
Melihat potensi hujan berintensitas tinggi dan bencana banjir yang mengikutinya, pemerintah dan publik tidak boleh lengah. Meski saat ini penyebaran dan penanganan Covid-19 menjadi salah satu prioritas berskala nasional, bencana alam yang datang secara musiman tetap perlu dipantau. Dalam hal ini, kebijakan dan strategi dari pemerintah masih perlu dikawal agar dampak bencana dapat diminimalkan.
Terkait dengan ini, media massa nasional sebagai jembatan arus informasi berperan penting. Dalam jurnal berjudul The New Public Sphere: Global Civil Society, Communication Networks, and Global Governance (2013), sosiolog Manuel Castells menuliskan bahwa media memiliki peran sebagai pengisi ruang publik sekaligus jembatan antara masyarakat dan pemerintah.
Akademisi asal Spanyol ini menggarisbawahi bahwa media harus menjalankan fungsi pengawasannya terhadap kebijakan dan keputusan pemerintah demi tersampaikannya aspirasi publik. Lebih lanjut, dalam komunikasi massa saat ini, Castell menyebutkan bahwa masyarakat dapat menyambung peran media tersebut dengan aktivitasnya di media sosial.
Sekalipun Indonesia sudah tidak lagi dilanda hujan pada minggu-minggu ini, bukan berarti bencana banjir hilang begitu saja, kewaspadaan perlu tetap dijaga.
Dalam jurnalnya yang lain, Castell memberi contoh tentang kebijakan otonomi wilayah Murcia (Policy of the Comunidad de Murcia) yang diputuskan dengan mempertimbangkan pendapat publik yang didiskusikan secara daring. Maka, upaya pemerintah seperti yang dilakukan DPRD DKI Jakarta dengan membuat Pansus Banjir, perlu dikawal kinerjanya.
Pansus yang beranggota 25 anggota dari sembilan fraksi partai ini direncanakan berjalan selama tiga bulan ke depan. Sementara itu, di Jawa Barat sedang dibangun Bendungan Sukamahi dan Bendungan Ciawi yang ditargetkan akan selesai akhir 2020 ini. Dengan adanya pemberitaan media nasional tentang upaya pemerintah terhadap penanganan banjir, di sanalah peran pengawalan dapat berjalan.
Baik pemerintah, media massa, maupun masyarakat harus terus bersinergi agar isu lain di luar banjir tidak mengalihkan perhatian terhadap bencana musiman ini. Sekalipun Indonesia sudah tidak lagi dilanda hujan pada minggu-minggu ini, bukan berarti bencana banjir hilang begitu saja, kewaspadaan perlu tetap dijaga. (LITBANG KOMPAS)