Perilaku merokok meningkatkan risiko terkena Covid-19 yang disebabkan virus korona tipe baru. Hal itu membuat Indonesia kian rentan terjangkit pandemi penyakit tersebut seiring tingginya prevalensi perokok di Tanah Air.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebiasaan merokok meningkatkan risiko penularan infeksi SARS-Cov-2 yang menjadi pemicu penyakit coronavirus disease 2019 atauCovid-19. Untuk itu, kewaspadaan masyarakat harus ditingkatkan karena jumlah perokok di Indonesia cukup besar.
Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Kementerian Riset dan Teknologi Amin Soebandrio mengatakan, merokok dapat meningkatkan reseptor ACE 2 dalam tubuh. Reseptor tersebut juga menjadi reseptor dari virus SARS-CoV-2 yang menjadi penyebab Covid-19.
”Dengan peningkatan ekspresi ACE 2 itu, kemudian memfasilitasi masuknya virus SARS-CoV-2 ke dalam tubuh seseorang. Ini yang kemudian menyebabkan orang yang merokok lebih berisiko terinfeksi virus tersebut,” katanya di Jakarta, Jumat (13/3/2020).
Dalam jurnal The Lancet pada 15 Februari 2020 disebutkan, dari 99 pasien positif Covid-19 yang dirawat selama 20 hari di Wuhan Jinyintan Hospital, terdapat 11 orang yang meninggal. Dari pasien yang meninggal tersebut, tiga pasien adalah perokok.
Dengan peningkatan ekspresi ACE 2 itu, kemudian memfasilitasi masuknya virus SARS-CoV-2 ke dalam tubuh seseorang. Ini menyebabkan perokok lebih berisiko terinfeksi virus tersebut.
Studi yang dipublikasikan di Chinese Medical Journal (2020) ini melibatkan78 pasien yang terinfeksi Covid-19. Dari 11 pasien yang kondisinya memburuk, sebanyak 27 persen memiliki riwayat merokok. Sementara dari 67 pasien yang kondisinya membaik, hanya 3 persen yang memiliki riwayat merokok.
Ketua Kelompok Kerja Masalah Rokok dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Feni Fitriani menambahkan, riset itu menjadi peringatan bagi masyarakat untuk lebih waspada pada penularan Covid-19. ”Perokok di Indonesia sangat tinggi dengan dua per tiga laki-laki di Indonesia adalah perokok,” katanya.
Untuk itu, pemerintah harus lebih lugas untuk memperingatkan masyarakat akan risiko penularan tersebut. Hal itu juga sekaligus bisa dimanfaatkan untuk menekan prevalensi perokok di Indonesia.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2018, prevalensi merokok pada penduduk umur 10 tahun ke atas sebanyak 29,3 persen. Jumlah itu naik dari tahun 2013 yang sebesar 28,8 persen. Kondisi ini makin buruk jika melihat data prevalensi perokok pemula (usia 10-18 tahun) yang naik dari 7,2 persen (2013) menjadi 9,1 persen (2018).
Penapisan lebih luas
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Zubairi Djoerban berpendapat, besarnya risiko penularan Covid-19 seharusnya dibarengi dengan upaya penapisan lebih luas. Pemerintah harus lebih melonggarkan kriteria orang yang bisa diperiksa terkait infeksi tersebut.
”Jika memang orang tersebut memiliki riwayat bepergian dari negara atau wilayah yang ditemukan kasus positif ataupun dengan riwayat kontak dengan orang yang tertular Covid-19, harus segera diperiksa. Jangan menunggu adanya gejala penyakit terlebih dahulu,” katanya.
Perluasan penapisan pada orang yang berisiko ini sangat penting karena penularan virus ini amat cepat. Jika melihat penapisan yang dilakukan di negara lain, lanjut Zubairi, jumlah orang yang diperiksa di Indonesia dengan 500-1.000 orang termasuk masih sangat rendah. Sejumlah negara yang sudah melaporkan pemeriksaan itu seperti Bahrain (8.364 orang), Korea Selatan (210.144 orang), Italia (60.760 orang), dan Australia (8.200 orang).
”Perlu lebih banyak lagi laboratorium yang ditunjuk untuk melakukan pemeriksaan. Saat ini sudah menjadi pandemi sehingga tidak bisa lagi bekerja business as usual. Respons pemerintah sudah lebih baik, tetapi tetap perlu lebih cepat, cepat, cepat lagi,” tutur Zubairi.