Menunggu Jurus Gugus Tugas Penangkal Korona
Presiden Joko Widodo membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 setelah Organisasi Kesehatan Dunia menetapkan Covid-19 sebagai pandemi. Langkah cepat dari gugus tugas tersebut dinantikan masyarakat.
Setelah Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO menetapkan Covid-19, penyakit yang disebabkan virus korona baru yang diidentifikasi tahun 2019, sebagai pandemi, Indonesia bergerak lebih cepat. Pada hari Jumat (13/3/2020), Presiden Joko Widodo resmi membentuk gugus tugas untuk memercepat penanganan penyebaran penyakit itu.
Pembentukan gugus tugas percepatan penanganan coronavirus disease atau Covid-19 itu dituangkan dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020. Pertimbangannya, penyebaran penyakit itu di dunia terus meningkat, menimbulkan korban jiwa, dan berimplikasi pada aspek sosial, ekonomi, dan kesejahteraan warga.
Pertimbangan lainnya, WHO telah menyatakan bahwa Covid-19 sebagai pandemi pada 11 Maret 2020. Apalagi telah terjadi penularan penyakit tersebut di Indonesia yang perlu diantisipasi dampaknya. Kondisi itu perlu penanganan lebih cepat, tepat, fokus, terpadu, dan sinergis antarkementerian atau lembaga dan pemerintah daerah.
Baca juga: Menanti Langkah Cepat Gugus Tugas Atasi Pandemi
Gugus tugas tersebut berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Pembentukan gugus tugas itu bertujuan meningkatkan ketahanan nasional bidang kesehatan, memercepat penanganan Covid-19 lewat sinergi antarkementerian/lembaga dan daerah, serta meningkatkan kemampuan mencegah, deteksi, dan merespons Covid-19.
Dalam keputusan presiden itu disebutkan, gugus tugas tersebut terdiri dari pengarah dan pelaksana. Pengarah gugus tugas bertugas memberi arahan kepada pelaksana dalam memercepat penanganan Covid-19 dan memantau serta mengevaluasi pelaksanaan percepatan penanganan penyakit tersebut.
Adapun pelaksana gugus tugas memiliki tugas antara lain menetapkan dan melaksanakan rencana operasional percepatan penanganan Covid-19, mengoordinasikan dan mengendalikan, serta mengerahkan sumber daya untuk mempercepat penanganan penyakit itu. Pelaksanaan tugas tersebut dilaporkan kepada Presiden dan pengarah.
Dalam gugus tugas yang dipimpin Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo, beberapa menteri terkait menjadi dewan pengarah. Para pengarah itu meliputi Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Menteri Kesehatan, serta Menteri Keuangan.
Gubernur dan bupati atau wali kota juga diinstruksikan agar membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Daerah. Pelaksana gugus tugas dapat melibatkan kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian, instansi pemerintah pusat dan daerah, swasta, serta pihak lain yang dianggap perlu.
Terus bertambah
Langkah pemerintah mengantisipasi pandemi dengan membentuk gugus tugas itu patut diapresiasi di tengah lonjakan jumlah kasus Covid-19 di Tanah Air. Seperti diberitakan Kompas, juru bicara pemerintah untuk penanganan Korona, Achmad Yurianto, mengatakan, hari Jumat (13/3), jumlah pasien positf Covid-19 mencapai 69 orang, dan 4 orang di antaranya meninggal dunia.
Sebagian besar pasien Covid-19 baru pulang dari luar negeri atau pernah kontak dengan warga negara asing (WNA). Selain sumber penularan beragam, bahkan ada yang tak jelas sumbernya atau penularan lokal. Adapun tempat perawatan pasien menyebar di sejumlah daerah, seperti Solo dan Denpasar. Pasien berusia di bawah 5 tahun hingga lanjut usia.
Sejumlah pasien yang dirawat di rumah sakit dinyatakan sembuh dan diperbolehkan pulang dari rumah sakit rujukan tempat yang bersangkutan menjalani perawatan. Meski demikian, pasien yang sudah sembuh itu akan terus dipantau setidaknya hingga 14 hari ke depan untuk memastikan kondisi kesehatannya.
Di beberapa daerah juga dilaporkan ada pasien dalam pengawasan (PDP) terkait Covid-19 atau mengalami gejala penyakit itu dan orang dalam pemantauan (ODP) atau tidak bergejala, tetapi memiliki riwayat bepergian ke luar negeri ataupun pernah kontak dengan pasien yang positif Covid-19.
Merebaknya kasus penyakit itu menebar kepanikan di masyarakat. Beberapa daerah pun berinisiatif mengeluarkan kebijakan mengantisipasi pandemi itu. Pemerintah Kota Solo, misalnya, menetapkan kejadian luar biasa (KLB) Covid-19 serta menutup obyek wisata dan meliburkan aktivitas sekolah menyusul ada dua kasus positif Covid-19.
Sejumlah daerah juga telah membentuk satuan tugas percepatan penanganan Covid-19 dan memperketat pengawasan di pintu-pintu masuk Indonesia, seperti bandara dan pelabuhan, serta menghentikan kegiatan yang melibatkan kerumunan massa. Dinas kesehatan di daerah juga melacak mereka yang pernah berinteraksi dengan para pasien positif Covid-19.
Adapun beberapa institusi pendidikan berinisiatif mengantisipasi penyebaran korona baru. Universitas Indonesia, misalnya, menerbitkan surat edaran yang antara lain berisi kebijakan untuk mengubah kuliah tatap muka menjadi kuliah jarak jauh mulai Rabu, 18 Maret 2020, hingga berakhirnya semester genap Tahun Ajaran 2019/2020.
Baca juga: Antisipasi Covid-19, UI dan UMN Terapkan Kuliah Jarak Jauh
Namun, berbagai upaya mengantisipasi pandemi itu selama ini berjalan sendiri-sendiri tanpa ada yang memimpin orkestrasi penanganan korona baru agar cepat dan efektif dalam satu kendali. Akibatnya, komunikasi risiko tidak tepat dan cepat kepada masyarakat dan kesiapsiagaan menghadapi wabah penyakit itu lemah.
Pekerjaan rumah
Beberapa persoalan terkait penanganan Covid-19 harus segera diatasi gugus tugas yang baru dibentuk Presiden. Sebelumnya, pada 10 Maret lalu, WHO memberikan sejumlah rekomendasi kepada Pemerintah Indonesia untuk menekan penyebaran Covid-19 melalui surat resmi kepada Presiden Joko Widodo. Hal itu dibenarkan Kementerian Luar Negeri.
Dalam surat yang ditandatangani Direktur Jenderal WHO Thedros Adhanom Ghebreyesus itu, Pemerintah Indonesia diminta meningkatkan mekanisme tanggap darurat dalam menghadapi penularan Covid-19 melalui deklarasi darurat nasional. Selain itu, komunikasi risiko yang tepat kepada masyarakat juga harus dibangun secara aktif.
”Setiap negara perlu memperkuat langkah-langkah untuk memerlambat penularan dan penyebarannya. Sayangnya, kami melihat adanya kasus yang tidak terdeteksi pada tahap awal wabah yang mengakibatkan peningkatan signifikan dalam kasus dan kematian di beberapa negara,” kata Ghebreyesus.
Padahal, konfirmasi awal dari kasus yang ditemukan merupakan faktor penting untuk memahami penularan Covid-19. Untuk daerah yang ditemukan ada transmisi lokal, WHO sangat merekomendasikan tindakan mendesak melalui upaya lebih intensif dalam penemuan kasus, melacak kontak, dan isolasi kasus.
Kami melihat ada kasus yang tidak terdeteksi pada tahap awal wabah yang mengakibatkan peningkatan signifikan dalam kasus dan kematian di beberapa negara.
Pengawasan penularan Covid-19 juga harus diperluas dengan sistem pengawasan penyakit pernapasan berbasis rumah sakit. Ketersediaan laboratorium dan terdesentralisasi juga harus dipastikan agar bisa segera mengidentifikasi kelompok-kelompok penularan. Itu termasuk memperluas pengujian tidak hanya pada mereka yang kontak dengan pasien, tetapi juga semua penderita penyakit, seperti influenza dan penyakit pernapasan akut.
Terkait dengan hal itu, salah satu pekerjaan rumah yang harus segera dikerjakan adalah membangun keterbukaan informasi dan komunikasi yang baik kepada masyarakat untuk meredakan kepanikan. Selain itu, hoaks atau kabar bohong tentang virus korona baru itu yang kian meresahkan warga harus ditangkal.
Selain itu, kapasitas tenaga medis dan fasilitas kesehatan perlu ditingkatkan. Meski jumlah rumah sakit rujukan terus ditambah, di beberapa daerah ketersediaan alat pelindung diri bagi petugas medis, seperti masker dan baju pelindung, amat minim. Daya tampung ruang isolasi di sebagian rumah sakit rujukan juga terbatas.
Pemeriksaan korona baru juga perlu diperluas. Pemeriksaan spesimen pasien terduga Covid-19 terpusat di Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan dan butuh waktu tiga hari. Sepuluh laboratorium di daerah yang ditunjuk Kemenkes tak memiliki reagen dan petugasnya harus dilatih Balitbangkes sehingga spesimen tetap dikirim ke Balitbangkes.
Presiden akhirnya menginstruksikan Kementerian Kesehatan agar melibatkan Universitas Airlangga, Surabaya, dan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Kementerian Riset dan Teknologi dalam pemeriksaan spesimen. Ke depan, kolaborasi antarlembaga perlu diperkuat demi mempercepat pemeriksaan, seperti dilakukan beberapa negara lainnya.
Kini masyarakat menanti jurus yang akan digunakan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dalam menghadapi pandemi penyakit itu. Butuh strategi jitu dan langkah cepat mengingat saat ini dunia berkejaran dengan kecepatan penyebaran virus korona baru. Makin lambat mengantisipasi, virus akan kian menyebar dan menelan korban jiwa.