Pejuang Pemberani
Sikap hangat serta kecantikannya yang natural memberi warna baru tersendiri. Ia juga membawa perubahan narasi tentang standar kecantikan dunia.
Sikap hangat serta kecantikannya yang natural memberi warna baru tersendiri. Ia juga membawa perubahan narasi tentang standar kecantikan dunia.
Tak lagi sekadar menjadi seorang Miss Universe 2019, Zozibini Tunzi (26) asal Afrika Selatan juga telah menginspirasi banyak perempuan, terutama mereka yang berkulit gelap. Dalam perbincangan dengan Kompas, Sabtu (7/3/2020), di Jakarta, Zozibini bercerita banyak tentang diri dan pemikirannya.
Kali ini, dia datang ke Jakarta di tengah merebaknya virus korona. Kehadirannya terutama untuk menjadi salah satu juri di ajang kontes kecantikan tahunan, Puteri Indonesia 2020, yang dimenangi Ayu Maulida dari Jawa Timur.
Zozibini adalah salah satu dari sedikit perempuan berkulit gelap yang berhasil mencapai posisi puncak anugerah gelar serta mahkota Miss Universe, setidaknya dalam empat dekade terakhir.
Sebelum Zozibini, ada Mpule Keneilwe Kwelagobe asal Botswana yang dinobatkan sebagai Miss Universe 1999. Lalu Leila Lopes asal Angola sebagai Miss Universe tahun 2011. Perempuan berkulit hitam pertama yang diberi gelar sama adalah Janelle Commissiong asal Trinidad Tobago pada 1977.
Saat berkompetisi, Zozibini juga berani tampil beda dengan potongan dan gaya rambutnya yang alami dan sangat pendek. Dia seolah juga merombak pakem gambaran seorang putri, yang kerap difigurkan berambut panjang dan berombak macam kisah-kisah dongeng anak.
Bagi Zozibini, rambut pendeknya justru menyimbolkan sebuah representasi yang adil bagi bermacam ragam bentuk serta penampilan banyak orang. Lewat kemenangannya kali ini, Zozibini ingin menginspirasi. Dia ingin mendorong sebanyak mungkin perempuan untuk berani tampil menjadi dirinya sendiri.
Baginya, perempuan tidak perlu berkompromi dengan identitas serta penampilan dirinya sendiri. Sikap tegas bernada menggugat juga berani dia suarakan lewat pernyataan penutupnya pada malam penganugerahan Miss Universe 2019 di Atlanta, Amerika Serikat, Minggu (8/12/2019).
”Saya terlahir di dunia di mana perempuan berwarna kulit dan jenis rambut seperti saya tak pernah dianggap sebagai sosok perempuan cantik,” ujarnya dari atas panggung.
Kondisi seperti itu, menurut Zozibini, harus dihentikan sekarang juga. Dia ingin lebih banyak anak perempuan di dunia bisa memandang dirinya sebagai refleksi dari diri mereka masing-masing.
Saat berbincang dengan Kompas di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Zozibini juga mengatakan, dirinya sangat bahagia ketika sosok dan kehadirannya dapat menginspirasi orang lain.
Untuk perubahan
Zozibini memang berani bersikap. Di tanah airnya, dia juga dikenal sebagai seorang pegiat gerakan yang pantang menyerah untuk memperjuangkan keadilan serta kesetaraan jender. Keuletannya juga tampak ketika dua kali ia mengikuti ajang Miss Africa.
Sebelum mengikuti dan memenangi kontes Miss Africa 2019, yang kemudian membawanya menjadi Miss Universe 2019, Zozibini pernah gagal dua tahun sebelumnya. Pada 2017, dia hanya berhasil masuk babak semifinal di ajang Miss Africa, mewakili daerahnya.
Walau gagal, kemunculan sosoknya berdampak sangat besar dan menakjubkan bagi warga masyarakat, terutama perempuan di daerah tempat tinggalnya. Masyarakat di sana menjadi bertambah percaya diri. Mereka juga semakin menghargai diri sendiri.
Hal itu juga menjadi penyemangat dan pemberi energi baru bagi Zozibini. Dia meyakini platform kontes kecantikan, seperti Miss Africa dan juga Miss Universe, bisa dia manfaatkan untuk menyebarkan pesan perubahan. Dia memutuskan untuk berkompetisi lagi di ajang Miss Africa 2019. Pada kali kedua itu, ia berhasil membuka jalan menuju kemenangannya di ajang Miss Universe.
Belakangan, Zozibini juga aktif di gerakan HeForShe, yang bertujuan sama dengan perjuangannya selama ini. Perjuangan untuk memberdayakan perempuan dan juga anak-anak perempuan. Dia mengaku sangat senang bisa bekerja sama dari dekat bersama bintang film idolanya, Emma Watson. Emma adalah Duta Besar Goodwill Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang lima tahun lalu meluncurkan gerakan HeForShe.
”Masih banyak persoalan berbasis ketidaksetaraan jender di Afrika Selatan. Semisal kekerasan atau bahkan femicide,pembunuhan perempuan oleh laki-laki terkait soal jender. Dalam kenyataannya, yang terjadi di luar sana memang sudah seperti peperangan. Dari situ, saya berkampanye agar laki-laki Afrika Selatan menulis pesan cinta dan dukungan kepada perempuan kenalan mereka,” ujarnya.
Pesan-pesan cinta itu ditulis di atas pita-pita kain daur ulang. Dari ribuan pita yang dikumpulkan, dengan total panjang jika disatukan mencapai 50 meter, Zozibini dibantu perancang busana Lloyd Kandlin, kemudian merangkainya menjadi kostum nasional Afrika Selatan. Kostum bertema ”Gelombang Cinta” itu dikenakan pada malam ajang Miss Universe 2019, seperti diwartakan situs berita www.timeslive.co.za.
Lebih lanjut, menjadi Miss Universe tentu membawa kebanggaan dan kegembiraan tersendiri bagi Zozibini. Sejak kecil, dia memang bermimpi menjadi seorang putri dan memenangi kontes kecantikan. Namun, dia menyadari, menjadi seorang putri bukanlah akhir dari cita-citanya.
Lewat platform dan statusnya sebagai Miss Universe 2019, Zozibini melihat kesempatan untuknya menjadi semakin terbuka lebar. Kesempatan tersebut terutama untuk menyebarkan pesan-pesan perjuangannya menuju kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan hingga ke seluruh penjuru dunia.
”Sebagai Miss Universe, saya mempunyai banyak pengikut. Dari sana, saya akan coba membangkitkan kesadaran pentingnya perubahan sosial, terutama terkait kesetaraan jender, peningkatan kualitas pendidikan bagi anak muda. Orang harus lebih banyak membahas semua itu agar pesannya juga bisa tersampaikan ke lebih banyak lagi orang dan terutama para pemimpin dunia,” tutur Zozibini
Tugas seperti itulah yang menurut dia menjadikan posisi Miss Universe menyandang tanggung jawab besar. Ia merasa perlu menciptakan sebesar mungkin dampak positif melalui penyadaran. Padahal, praktis dirinya hanya punya waktu satu tahun sebagai Miss Universe 2019.
Baca buku
Walau antusias berbicara tentang topik serius, Zozibini juga mempunyai banyak cara untuk menikmati waktu senggangnya. Membaca buku menjadi salah satu pilihannya. Hal itu juga menjadi kebiasaannya sejak kecil.
Zozibini adalah penyuka buku-buku biografi tentang tokoh-tokoh, juga para pemimpin berpengaruh dunia. Dari kebiasaan itulah, ia terinspirasi untuk memperjuangkan sesuatu dalam hidupnya. ”Saat ada waktu, saya lebih suka tetap tinggal di rumah, entah untuk membaca buku atau beristirahat tidur. Saya juga suka menghabiskan waktu menonton film secara streaming, terutama film serial. Sekarang ini, saya tengah menamatkan buku Michelle Obama, Becoming,” ujar Zozibini.
Ia juga menyesuaikan pilihan bukunya dengan mood. Jika sedang mencari inspirasi, dia membaca buku-buku nonfiksi bertema serius. Jika butuh hiburan, dia mencari buku-buku cerita fiksi. Penulis Afrika Selatan favoritnya adalah Steve Biko, yang juga seorang pejuang antiapartheid.
”Untuk jalan-jalan atau berwisata, saya lebih suka mengunjungi pantai. Saya dengar ada banyak pantai cantik di Indonesia. Satu waktu saya harus mendatanginya,” ujarnya.
Selain membaca dan menonton film, menikmati kuliner juga menjadi salah satu kegiatan favoritnya saat waktu senggang. Zozibini sangat menggemari makan daging steik dengan tingkat kematangan medium rare. Dia juga menyukai beragam jenis pasta, hidangan laut, dan terutama masakan khas Afrika Selatan, seperti umngqusho atau bubur jagung dan kacang-kacangan berempah dengan isi daging sapi.
Zozibini memang pejuang yang merangkul kehidupan dengan sukacita.
Zozibini Tunzi
Lahir: Tsolo, Eastern Cape, Afrika Selatan, 18 September 1993
Pendidikan: Cape Peninsula University of Technology, Hubungan Masyarakat
Prestasi: Miss Afrika Selatan 2019, Miss Universe 2019
Keluarga:
- Lungisa Tunzi dan Philiswa Nadapu (orangtua)
- Anak pertama dari empat bersaudara