Saat Warga Kepulauan Seribu Akhirnya Bisa Menerima...
›
Saat Warga Kepulauan Seribu...
Iklan
Saat Warga Kepulauan Seribu Akhirnya Bisa Menerima...
Bukan perkara mudah memberikan kesadaran warga di mana pun untuk menerima mereka yang dianggap terjangkit virus korona tipe baru atau Covid-19.
Oleh
·5 menit baca
Bukan perkara mudah memberikan kesadaran warga di mana pun untuk menerima mereka yang dianggap terjangkit virus korona tipe baru atau Covid-19. Warga Pulau Kelapa, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara, yang awalnya was-was, akhirnya bisa menerima bahwa salah satu pulau di Kepulauan Seribu, yakni Sebaru kecil dijadikan lokasi observasi 188 warga negara Indonesia (WNI) anak buah kapal pesiar World Dream. Pulau Sebaru Kecil merupakan pulau tidak berpenghuni.
Warga di Kepulauan Seribu itu sempat enggan menerima karena kekhawatiran tertular coronavirus disease 2019 (Covid-19). Di kapal pesiar World Dream sempat ditemukan beberapa penumpang yang positif Covid-19. Walaupun jarak menuju Pulau Sebaru Kecil itu hampir satu jam naik kapal cepat, tetapi warga mendengar kalau penularan virus tersebut bisa terjadi lewat udara.
”Kalau ada angin dari sana dan ke sini gimana? Kan bahaya, kami jadi waswas,” kata Maruria (48) saat ditemui di sela-sela acara bakti sosial yang diadakan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I, Jumat (13/3/2020). Maruria mengatakan, ia mendengar tentang virus korona dari televisi dan kaget waktu mengetahui pulau yang ada di utara Pulau Kelapa menjadi tempat observasi ABK kapal pesiar yang dikhwatirkan terjangkit Covid-19.
Ia juga khawatir mengingat Pulau Harapan yang dihubungkan dengan Pulau Kelapa menjadi jembatan dengan banyak turisnya. Turis- turis itu tak hanya dari Jakarta, tetapi juga dari mancanegara. Mereka tinggal di rumah-rumah penginapan di Pulau Harapan, dan mereka juga mengunjungi pulau-pulau lainnya dengan ojek laut.
Hal ini dibenarkan Lurah Pulau Kelapa, Madi. Madi mengatakan, awalnya masyarakat kaget dan tidak mau menerima karena takut tertular Covid-19. Informasi yang mereka dengar simpang siur. Yang pasti, korona gampang menular. ”Lalu, kami kasih tahu, penularan itu terjadi kalau berhubungan langsung. Selama tak ada aktivitas bersama, ya tidak apa-apa,” kata Madi menambahkan.
Sebenarnya upaya memberikan informasi kepada masyarakat dilakukan dengan sistematis. Dokter Gigi Erlinda yang bekerja di Puskesmas Pulau Kelapa mengatakan, dokter-dokter puskesmas bekerja sama dengan RT-RW. Informasi dan sosialisasi diberikan lewat kelompok-kelompok kecil masyarakat, misalnya khusus untuk ibu-ibu atau untuk perwakilan RT-RW. Informasi yang disertai diskusi itu lalu secara berjenjang turun ke semua lapisan masyarakat.
”Awalnya memang mereka panik. Selalu yang ditanya itu masker. Kami lalu jelaskan kalau masker itu justru dipakai oleh orang yang sakit,” kata Erlinda. Selain para dokter, ada juga sosialisasi yang dilakukan oleh sarjana-sarjana kesehatan lewat Germas (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat). Ada sekitar 20 sarjana kesehatan yang juga ikut mengampanyekan cara-cara pencegahan Covid-19.
”Kami sekarang jadi sering cuci tangan. Kalau dulu sih enggak,” kata Nana yang sedang bersama-sama Maruria. Ia mengatakan, kebiasaan itu sebelumnya tidak ia miliki. Akan tetapi, sekarang, setelah ada wabah korona, ia jadi wanti-wanti kepada keluarganya untuk menjaga kebersihan. ”Pokoknya kalau dari mana-mana lalu masuk ke rumah harus cuci tangan yang bersih dulu,” katanya.
Mayjen Richard Tampubolon yang merupakan Kepala Staf Kogabwilhan I mengatakan, pihaknya juga berupaya melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Bakti sosial itu salah satunya melakukan berbagai pengobatan, dan pemantauan kesehatan warga juga jadi bagian dari kesadaran itu. Pangkogabwilhan I Laksamana Madya Yudo Margono mengucapkan terima kasih atas dukungan warga Kepulauan Seribu, terutama di Pulau Kelapa terkait penempatan observasi 188 ABK World Dream di Pulau Sebaru.
Lurah Madi menambahkan, ia berharap wabah korona ini tidak sampai ada di Pulau Kelapa meskipun ada lokasi observasi.
Secara geografi, pulau itu dihuni oleh warga yang cukup padat, yaitu 520 jiwa per kilometer persegi di pulau seluas 13.09 km ini. Hampir 90 persen penduduknya berprofesi nelayan dengan kapal yang sebagian besar berkapasitas 1 gros ton, dan hanya sedikit yang 3 GT. Ikan-ikan hasil tangkapannya itu dijual ke Jakarta lewat tengkulak-tengkulak yang datang ke Pulau Kelapa. ”Sampai kini tak terpengaruh krisis akibat korona. Nelayan-nelayan tetap bisa jual ikan,” kata Lurah Madi.
Kesadaran masyarakat
Sejauh ini kesadaran masyarakat memegang peranan penting dalam upaya mengatasi virus Covid-19 terutama pada tingkat pencegahan. Untuk itu penyampaian informasi yang jelas dan transparan perlu terus dilakukan. Pasalnya, selain mengonsumsi informasi resmi, masyarakat juga banyak mendapat informasi yang tidak terklarifikasi dari pihak-pihak yang tidak kompeten. Informasi itu ada yang berusaha mengecilkan masalah, tetapi ada juga yang membuat masyarakat menjadi lebih khawatir. Belum lagi kerap kali informasi yang beredar bernuansa bisnis atau politik dari orang-orang yang ingin mendulang keuntungan dari krisis.
Sekarang ini angka pasien yang positif Covid-19 terlihat berkembang cepat. Hal ini jangan dipandang negatif karena ada sisi positifnya, yaitu upaya pemerintah untuk mendeteksi masalah Covid-19 semakin baik. Diharapkan, ada penjelasan tentang wilayah-wilayah yang rentan Covid-19 sehingga masyarakat bisa menjadi lebih waspada. Upaya untuk mengurangi interaksi sosial perlu segera disosialisasikan secara masif untuk membangkitkan kesadaran masyarakat, terutama warga di pulau. Pasalnya, ledakan jumlah pasien bisa membuat rumah sakit dan klinik serta para petugas kesehatan mengalami kelebihan beban. Bayangkan jika hal itu terjadi di pulau.
Para petugas yang berada di garis depan, yang memantau observasi, juga perlu mendapat perhatian. Perlu ada protokol yang jelas sehingga tidak saja para petugas itu merasa aman, tetapi juga berada dalam kondisi aman. Pembagian kerja yang jelas juga perlu dilakukan sesuai keahlian sehingga tentara tidak lagi menjadi pembantu umum. Beberapa prajurit TNI yang menjaga para ABK di Pulau Sebaru Kecil sempat mengeluhkan rendahnya kesadaran para ABK yang diminta bantuannya itu. Mereka menolak beberapa protokol, seperti memusnahkan pakaian dan olahraga teratur. ”Dari AC enggak dingin, sampai minta dibeliin susu sehingga helinya mondar-mandir dua kali demi beli susu,” keluh seorang prajurit.
Tentunya, protokol untuk menghadapi korona juga membutuhkan kesadaran para pejabat. Seorang petugas kesehatan geleng-geleng melihat acara joget di Pulau Kelapa di sela- sela acara bakti sosial. Semua terlihat senang dan tertawa sambil berjoget bersama dan bernyanyi cendol dawet. Padahal, pada kondisi seperti ini, saatnya menghindari pengumpulan massa dan kontak dengan banyak orang. Perlu diingat, menghilangkan rasa waswas bukan berarti kita tidak waspada.