Aktivitas Wisata Lesu, Bisnis Hotel dan Restoran Anjlok
›
Aktivitas Wisata Lesu, Bisnis ...
Iklan
Aktivitas Wisata Lesu, Bisnis Hotel dan Restoran Anjlok
Penyebaran virus korona baru menekan bisnis hotel dan restoran. Asosiasi mencatat penurunan okupansi hotel hingga 20 persen, sementara restoran tak hanya terkendala okupansi, tetapi juga kenaikan harga bahan baku.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyebaran virus korona baru menekan bisnis hotel dan restoran. Hingga akhir pekan lalu, tingkat okupansi hotel di seluruh kategori, baik hotel bintang, bujet, maupun melati, merosot hingga di kisaran 20 persen.
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani di Jakarta, Senin (16/3/2020), mengatakan, wabah penyakit Covid-19 berdampak pada bisnis hotel dan restoran. ”Kami perkirakan minggu ini (okupansi hotel) terus turun, bahkan jadi di bawah 10 persen,” ujarnya.
Menurut Hariyadi, pendorong utama okupansi hotel antara lain kegiatan pemerintah. ”Kalau pemerintah menyatakan tidak melakukan kegiatan, otomatis dampaknya semua ikut (terdampak),” ujarnya.
Dari data PHRI, penurunan pendapatan hotel secara nasional selama 1-14 Maret 2020 mencapai 25-50 persen. Hal itu dipicu antara lain tingkat okupansi anjlok 20-50 persen dengan tingkat tarif turun 10-25 persen. Tingkat okupansi hotel yang rendah antara lain terjadi di Nusa Tenggara Barat dengan 20-30 persen dan Bali 20-40 persen. Adapun okupansi di Jakarta berkisar 25-40 persen.
Penurunan kunjungan juga terjadi untuk bisnis restoran, yakni 20-50 persen, hingga pertengahan Maret 2020. Jalur penjualan secara daring bisa menjadi alternatif pemasaran bagi restoran. Namun, upaya itu tidak optimal untuk mendorong penjualan restoran. ”Tidak seluruh konsumen membeli makanan secara daring,” kata Hariyadi.
Restoran tidak hanya menghadapi kendala okupansi, tetapi juga harga bahan baku makanan yang meningkat. Beberapa harga bahan baku, seperti bawang bombay, bawang putih, gula, dan rempah-rempah, naik. Pihaknya meminta pemerintah menjaga agar tidak terjadi kenaikan harga bahan pokok dan kelangkaan stok di pasaran untuk wilayah Indonesia.
Pangkas biaya
Dengan kondisi okupansi yang merosot, kata Hariyadi, langkah yang ditempuh perusahaan untuk bertahan adalah memangkas biaya operasional, termasuk biaya karyawan. Caranya antara lain pengurangan jam kerja dan waktu kerja bergiliran. Di samping itu, memberhentikan tenaga kerja harian.
Penurunan okupansi hotel dan restoran memiliki dampak ikutan yang besar karena melibatkan lebih dari 500 industri yang terkait. Pihaknya berharap pemerintah mempertimbangkan relaksasi pajak hotel dan restoran, PPh 21 dan PPh 25, untuk mendorong likuiditas bagi usaha hotel dan restoran, serta pekerja.
Selain itu, PHRI meminta pemerintah menginstruksikan ke 36 kabupaten/kota yang ada di 10 destinasi pariwisata untuk tidak menjadikan pendapatan asli daerah sebagai instrumen target capaian tahun berjalan dalam situasi wabah Covid-19.
”Pemerintah perlu fokus membuat program untuk meringankan beban pelaku usaha hotel dan restoran serta pariwisata lainnya agar tidak menimbulkan masalah lain yang berdampak buruk bagi usaha maupun karyawan,” kata Hariyadi.
Di sisi lain, langkah pemerintah pusat untuk menyubsidi pajak daerah untuk hotel dan restoran dinilai tidak tepat. Dalam kondisi pelemahan ekonomi, semua pihak, termasuk pemda, harus dilibatkan untuk menghadapi tekanan ekonomi. ”Semua pihak perlu menanggung bebannya. Kita harus tanggung bersama dan kolaborasi,” ujarnya.
Sebelumnya, pemerintah memberikan insentif untuk sektor pariwisata berupa diskon harga tiket pesawat serta keringanan pajak hotel dan restoran dievaluasi. Namun, stimulus itu dinilai kurang efektif.
”Seperti disampaikan Pak Menko (Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto), stimulus ini tidak berhenti di stimulus kedua. Pemerintah terus mengevaluasi dan membahas perkembangan kondisi ekonomi terbaru di berbagai sektor, terutama sektor yang paling terdampak,” kata Sekretaris Menteri Koordinator Perekonomian Susiwijono saat dihubungi di Jakarta, Minggu (15/3/2020).
Pembebasan pajak hotel dan restoran serta diskon tiket pesawat, menurut dia, sebenarnya untuk menarik wisatawan. Namun, seiring pandemi Covid-19, masyarakat memilih membatasi perjalanan sehingga tidak menarik kunjungan wisatawan domestik.