Berkurangnya aktivitas warga Jakarta mulai dirasakan sejumlah pedagang makanan. Omzet penjualan mereka merosot lantaran pembeli berkurang.
Oleh
Insan Alfajri
·3 menit baca
Berkurangnya aktivitas warga di Provinsi DKI Jakarta beberapa waktu terakhir mulai dirasakan dampaknya ke para pedagang makanan dan minuman. Omzet penjualan pedagang kian merosot. Apabila kondisi memburuk, sebagian pedagang memilih beralih profesi sementara.
Muhji (59), pedagang kopi keliling di sekitar Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat, mengatakan, sejak seminggu terakhir, pembeli mulai sepi. Biasanya omzet mencapai Rp 500.000 per hari, termasuk penjualan rokok. Tetapi belakangan, penjualan tak sampai Rp 300.000.
Pada saat bersamaan, ia harus mengirim uang sekitar Rp 1 juta per bulan untuk istri dan anak bungsunya yang ada di kampung. Anak bungsunya yang berusia sembilan tahun juga masih sekolah. Adapun tiga anak lainnya sudah hidup mandiri. ”Lebih baik bertani saja di kampung kalau keadaan makin sepi,” katanya, Minggu (15/3/2020).
Berkurangnya aktivitas warga Jakarta sepekan terakhir lebih dipicu sejumlah lembaga yang membuat kebijakan masing-masing untuk mengurangi aktivitas di kantor. Kebijakan resmi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengurangi aktivitas publik baru diterapkan mulai Senin ini hingga dua pekan mendatang.
Muhji mengatakan, ia akan langsung pulang kampung jika pemerintah mengambil kebijakan menutup (lockdown) Jakarta terkait penyebaran virus korona baru penyebab Covid-19. ”Kalau tutup (lockdown), pasti tak banyak yang beli. Mau makan apa saya di sini,” kata pria asal Madura ini.
Pedagang gorengan di Pasar Palmerah, Jakarta Barat, Ida (40), juga masih menunggu perkembangan lanjutan terkait rencana penutupan Jakarta. Ia masih bisa bertahan jika penutupan Jakarta hanya berlangsung satu minggu.
”Tetapi kalau sampai berbulan-bulan, ya takut juga. Gimana mau dagang,” kata Ida.
Ida menambahkan, omzet penjualan sudah menurun sejak seminggu terakhir. Biasanya, gorengan bisa terjual sampai 300 buah. Sekarang, rata-rata 200 buah gorengan yang terjual. ”Kalau ada penutupan, pasti tambah sepi dagangan.”
Mahmud (49), pedagang makanan di Jalan Raya Sulawesi, Tanjung Priok, Jakarta Utara, tidak setuju dengan rencana penutupan Jakarta. Pelanggan di tokonya rerata pekerja kantoran. ”Kalau Jakarta tutup, otomatis karyawan tidak kerja. Lha, dagangan saya siapa yang mau beli?” katanya, Minggu (15/3/2020).
Dengan kondisi seperti itu, ia khawatir tak sanggup membayar sewa toko. Setiap bulan, pria asal Indramayu, Jawa Barat, ini merogoh kocek Rp 1,1 juta untuk sewa toko.
”Jika saya berhenti menyewa toko selama penutupan, takutnya nanti tokonya disewa orang lain,” kata Mahmud.
Meskipun pembeli merosot, para pedagang makanan dan minuman ini mengaku masih mudah mendapatkan pasokan bahan pangan. Harga bahan pangan juga masih normal dan belum ada kenaikan.
Presiden Joko Widodo, Minggu, mengatakan, tingkat penyebaran virus korona baru di Indonesia bervariasi antardaerah. Ia meminta kepala daerah memantau kondisi wilayahnya dan berkonsultasi dengan pakar medis dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana untuk menentukan status daerah siaga darurat atau tanggap darurat bencana non-alam.
Para kepala daerah juga diminta membuat kebijakan sesuai kondisi setiap daerah menyangkut proses belajar dari rumah bagi pelajar dan mahasiswa, kebijakan sebagian aparatur sipil negara bekerja di rumah dengan tetap memberikan pelayanan kepada masyarakat, dan menunda kegiatan yang melibatkan banyak orang.
Presiden juga menganjurkan agar warga bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan ibadah di rumah.
Adapun dalam dua pekan mendatang, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberlakukan penutupan sekolah, tempat hiburan, dan taman-taman di wilayah Ibu Kota. Selain itu, perjalanan angkutan umum massal juga dibatasi mulai Senin (16/3/2020).
Sejumlah perusahaan juga memberlakukan kerja dari rumah untuk sejumlah karyawannya. Dengan kebijakan ini, aktivitas di ruang publik di Jakarta diharapkan bakal berkurang.
Di sisi lain, para pedagang yang mengadu nasib di Ibu Kota, seperti Muhji, Ida, dan Mahmud, juga bakal terimbas. Mereka yang mengandalkan aktivitas warga di Jakarta ini bakal ikut merasakan sepinya Ibu Kota pada pendapatan mereka.