Sebanyak 42.000 Siswa Sekolah Paguyuban Pasundan Belajar di Rumah
›
Sebanyak 42.000 Siswa Sekolah ...
Iklan
Sebanyak 42.000 Siswa Sekolah Paguyuban Pasundan Belajar di Rumah
Untuk menghindari persebaran Covid-19 di Jawa Barat, lebih kurang 42.000 siswa sekolah dalam naungan Yayasan Paguyuban Pasundan belajar di rumah hingga 14 hari ke depan.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Untuk menghindari persebaran Covid-19 di Jawa Barat, lebih kurang 42.000 siswa sekolah dalam naungan Yayasan Paguyuban Pasundan belajar di rumah hingga 14 hari ke depan. Sejak Senin (16/3/2020), proses belajar-mengajar dengan menggunakan dalam jaringan (daring) menjadi alternatif kegiatan belajar-mengajar siswa.
Menurut Kepala Yayasan Pendidikan Dasar dan Menengah Pasundan T Subarsyah, tindakan tersebut dilaksanakan sejalan denggn arahan merumahkan para siswa di seluruh daerah Jabar. Pembelajaran selama di rumah dilaksanakan dengan memberikan materi secara daring kepada para siswa.
Sebelumnya, Pemprov Jabar memutuskan merumahkan siswa sekolah mulai dari dasar, menengah, hingga kejuruan selama 14 hari sejak Minggu (15/3/2020). Gubernur Jabar Ridwan Kamil berharap keputusan tersebut bisa menghindarkan semakin besarnya persebaran virus korona di Jabar. Namun, Kamil menekankan, siswa tidak diliburkan, tetapi belajar di rumah masing-masing.
Berdasarkan arahan Dinas Pendidikan Jabar, terdapat dua garis besar materi yang diajarkan kepada para siswa selama dua pekan tersebut. Minggu pertama, kegiatan belajar-mengajar diisi dengan materi terkait Covid-19. Untuk minggu berikutnya, materi ajar disesuaikan dengan kebutuhan siswa.
”Kita bisa melihat ini menjadi momentum membuktikan kami bisa menerapkan belajar mandiri. Jika setelah evaluasi nanti terbukti pembelajaran bisa dilaksanakan efektif, ini bisa menjadi nilai tambah sekolah,” tuturnya.
Menurut Subarsyah, materi terkait Covid-19 diharapkan bisa membuat para siswa lebih mengenal sehingga bisa menghindari persebaran virus korona jenis baru ini. Selain menggunakan jaringan internet, pihaknya akan menyebarkan materi di media sosial atau grup Whatsapp dan pesan singkat kepada siswa melalui para guru. Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi pemberian materi ke daerah dengan jaringan yang tidak baik.
Tantangan yang timbul dari proses pembelajaran jarak jauh ini adalah memastikan siswa mampu belajar mandiri. Karena itu, Subarsyah menuturkan, koordinasi antara wali murid dan guru menjadi sangat penting untuk melihat sejauh mana kejujuran para siswa menjalankan materi tanpa mengandalkan orang lain seperti yang dilaksanakan di sekolah.
Selain itu, tidak semua siswa memiliki fasilitas untuk mendukung pembelajaran daring, seperti komputer, ponsel, dan jaringan internet. Jumlah sekolah dalam naungan Yayasan Pasundan mencapai 118 sekolah. Subarsyah menuturkan, sebagian sekolah seperti SMK dan SMA Pasundan di Kota Bandung dan beberapa daerah mampu melaksanakan pembelajaran jarak jauh sebelum wabah ini datang.
Akan tetapi, untuk daerah-daerah terpencil, yayasan memberikan kebijakan melakukan ringkasan manual dan diserahkan kepada guru saat kembali sekolah. Untuk mendapatkan materi, para guru bisa berkoordinasi dengan orangtua siswa, atau dengan siswa lain melalui akses yang dekat dengan siswa. Namun, semua pekerjaan dilakukan sendiri karena pada dasarnya siswa bekerja secara pribadi, bukan kelompok.
”Bagi kami, proses ini menjadi momentum bagi sekolah untuk menguji efektivitas pembelajaran jarak jauh. Jika berhasil, ini menjadi nilai tambah kami,” ujar Subarsyah.
Bagi kami, proses ini menjadi momentum bagi sekolah untuk menguji efektivitas pembelajaran jarak jauh. Jika berhasil, ini menjadi nilai tambah kami.
Kuliah daring
Tidak hanya sekolah, empat kampus dari Yayasan Paguyuban Pasundan juga dirumahkan tapi tetap melaksanakan perkuliahan daring. Ketua Umum Yayasan Paguyuban Pasundan Didi Turmudzi menuturkan, Universitas Pasundan juga membatalkan berbagai pertemuan nasional dan internasional untuk mengurangi kontak dengan pihak luar.
”Beberapa kegiatan yang melibatkan akademisi dari luar negeri seperti Malaysia kami tunda dulu. Bahkan, seminar yang mengundang beberapa menteri juga kami tunda. Semua menyesuaikan dengan situasi yang terjadi,” ujarnya.
Didi berujar, perkuliahan daring memang sudah menjadi kebiasaan untuk program pascasarjana. Untuk studi tingkat S-1, dia berujar akan menerapkan pola yang sama selama 14 hari ke depan. ”Nanti akan kami evaluasi sambil menerapkannya. Budaya (daring) ini masih belum terbangun, dan akan ada proses pembiasaan,” tuturnya.